Skip to content

Yang Mutlak Itu Hanya Tuhan

 

Mazmur 66:18

“Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar.”

Menjadi pertanyaan, apakah Tuhan mendengar doa di saat kita mengalami kritis? Kalau hari-hari kita tidak merasa memiliki sesuatu yang kritis yang karenanya kita menaikkan doa, rasanya tidak dijawab oleh Tuhan, rasanya tidak dikabulkan. Maka kita harus membawa diri kita ke suasana kritis atau krisis, yang karenanya kita menaikkan doa, dan doa itu harus sesuatu yang tidak bisa tidak harus dikabulkan, karena hal yang prinsip. Apa kira-kira yang prinsip di dalam hidup kita? Tidak ada hal yang paling prinsip dalam hidup kita selain berkenan di hadapan Tuhan. Kalau bagi pendeta, keberkenanan di hadapan Tuhan itu petanya akan kelihatan waktu di mimbar. Kalau tiap hari tulus di mimbar, pasti tulus tiap hari. Rendah hati di mimbar, pasti rendah hati tiap hari. Setiap perkataannya itu digarami oleh firman, maka di khotbah perkataannya juga digarami oleh firman. Kalau tiap hari berdialog dengan Roh Kudus, maka ketika di mimbar ada dialog terus menerus. 

Jadi, perasaan kritis dan krisis itu harus kita bawa untuk hal yang prinsip, yang harus dikabulkan dan Tuhan pasti mengabulkan. Jangan membuat sesuatu itu mutlak harus didengar, harus dijawab, harus dikabulkan kecuali hal berkenan di hadapan Tuhan. Yang lain dijawab boleh, dikabulkan boleh, tidak dikabulkan juga tidak apa-apa. Tapi yang satu ini mesti dikabulkan: “Aku minta agar hidupku berkenan kepada Tuhan, aku mau hidup suci, tak bercacat, tak bercela, aku hanya mau menyenangkan hati Tuhan. Tulis namaku di hati-Mu, Tuhan. Beri aku tempat di hadapan-Mu.” Yang lain jangan kita anggap penting lebih dari ini, apalagi mendesak. Kurang ajar jadinya kita. Yang selalu penting dan mendesak adalah menyenangkan Tuhan, dan itu harus kita jadikan hal yang selalu kritis. Karena dosa bisa menjatuhkan kita setiap saat, kapan saja, di mana saja.

Jadi, kita selalu ada dalam suasana kritis dan krisis. Jangan menganggap sesuatu itu absolut, mutlak, penting, mendesak. Yang penting dan mendesak hanya satu: menyenangkan Tuhan, tidak berbuat dosa, hidup suci, selalu berkenan di hadapan Allah. Orang menilai kita apa, terserah. Kita menunggu pengadilan Tuhan, dan kita tahu ini adalah rahasia kehidupan. Kita tahu jalan di depan itu berkabut, tapi tidak perlu tanda tanya karena Tuhan ada di dalam kabut itu. Kalau hidup ini dijalani dengan hukum spekulasi, hukum untung-untungan, maka Tuhan itu tidak cerdas. Padahal Allah yang menciptakan hidup ini cerdas, membuat hidup dengan tatanan. Tuhan menciptakan hidup itu sempurna. Masalahnya, kita bisa menjalani hidup dengan benar atau tidak? 

Mari ikuti hidupnya Abraham, Daud, Daniel, Sadrakh, Mesakh, Abednego, dan Tuhan Yesus. Jangan mencontoh tetangga yang masih hidup dalam kewajaran anak dunia. Tuhan itu cakap menciptakan hidup. Dengan kesungguhan kita hidup dalam kesucian, artinya tidak ada niat jahat, maka Tuhan mendengar doa kita, dan Tuhan pasti menolong. Belum dilakukan, niat jahat saja doanya tidak didengar. Kita harus takut untuk berbuat dosa. Maka semua ditambahkan kepada kita. Pasti! Tuhan tidak akan mempermalukan kita. Tapi kalau yang tidak prinsip dijadikan prinsip, akhirnya malah kita tidak dapat apa-apa. Sebab pada dasarnya, kalau kita minta satu ini pasti dikabulkan. Dan kalau sudah dapat yang satu ini, berarti kita punya semuanya. Apa itu? Tuhan.

Kita minta Tuhan tinggal dalam kita, dan kita tinggal di dalam Dia, berjalan bersama Tuhan, menikmati Tuhan, itu yang membuat kita memiliki semua berkat. Sebab Tuhan kita hayati dan kita butuhkan lebih dari napas dan darah di tubuh kita. Tuhan lebih berharga dari nyawa kita. Kita tidak usah minder karena tidak naik mobil pribadi, atau tidak pakai tas mahal. Kehormatan kita bukan di situ. Berjalan bersama dengan Tuhan, itulah kehormatan kita. Itu adalah hal yang mutlak dan pasti. Dan kalau kita minta, pasti dikabulkan. Itu dulu yang penting.

Kalau kita melihat ke depan, dengan begitu banyak tanggung jawab, beban, dan begitu banyak kebutuhan, rasanya hidup berkabut. Tapi kita harus berkata, “Ada Tuhan di kabut itu. Dia akan pegang tanganku. Aku masuki kabut itu. Ternyata aku bisa melihat di depan. Kalau dari jauh kabut, tapi masuk kabut itu ternyata aku masih bisa lihat di depan, dan ada tangan Tuhan di sana.” Jangan khawatir. Lawan segala sesuatu dengan kesucian, maka kita menjadi kekasih Tuhan, dan tidak ada yang bisa lawan kita. Jadi, jangan kita mencari yang lain, seakan-akan kalau itu tidak terpenuhi, maka tidak aman, tidak terjamin. Yang mutlak itu hanya Tuhan.