Skip to content

Whole Heart

 

Kita akan sangat menyesal kalau suatu hari bertemu dengan Bapa di surga dan ternyata belum mempersembahkan segenap hidup kita untuk Dia. Sama dengan belum mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dan kekuatan. Kita akan sangat menyesal. Kemudian baru kita menyadari betapa tidak layaknya kita di hadapan Allah. Sebab yang layak di hadapan Allah adalah orang-orang yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dan kekuatan. Di saat itu, baru kita bisa seperti yang dikatakan Alkitab, “Tahan berdiri di hadapan Allah.” Belum menyerahkan segenap hidup, artinya kita masih melakukan hal-hal yang tidak kita perkarakan dengan Tuhan; apakah hal itu berkenan atau tidak. Masih melakukan hal-hal yang menurut kesenangan, keinginan, kemauan, dan ambisi kita sendiri.
Karenanya, mari mulai hari ini kita belajar tidak melakukan apa pun yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Jadi segala sesuatu yang kita lakukan, segala sesuatu yang kita perbuat, harus selalu sesuai dengan kehendak Allah, dimulai dari satu kata yang kita ucapkan. Ini latihan yang sangat penting. Yakobus dalam suratnya menulis, “Siapa yang dapat mengendalikan lidah, ia sempurna” (Yak. 3:2). Perkataan kita tentu berasal dari pikiran dan perasaan. Jangan pikirkan sesuatu yang Tuhan tidak kehendaki. Jangan menikmati perasaan yang Tuhan tidak kehendaki, seperti dendam, kebencian, dan iri hati. Pikiran-pikiran kotor, perasaan-perasaan kotor, itu Tuhan tidak kehendaki. Apalagi perbuatan-perbuatan kotor yang tidak sesuai kehendak Allah. Maka, pikiran dan perasaan harus selalu kita kontrol.
Menyerahkan segenap hidup untuk Tuhan, jangan kita pahami dengan menjadi full timer gereja. Banyak orang tertipu oleh dirinya sendiri dan bisa tertipu oleh kuasa gelap. Seseorang yang belum menyerahkan segenap hidup untuk Tuhan—dalam arti yang benar, yaitu belum mengendalikan lidah, pikiran, perasaan dan perbuatannya—tapi sudah jadi full timer gereja, akan bisa memakan banyak korban. Termasuk mereka yang sekolah teologi, sudah punya gelar, tetapi tidak mengendalikan hidupnya. Yang mulutnya jahat, pikirannya kejam, bengis, tindakan-tindakannya melukai orang, masih mau mencari panggung di media sosial, panjat sosial, mengisi media sosial dengan perkataan-perkataan kosong yang pada dasarnya hanya untuk pemuasan dirinya.
Jangan kita ikut-ikutan. Baiklah kita selalu memperkarakan, apakah yang kita lakukan sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah? Jangan membaca tulisan-tulisan di media sosial yang lahir dari pikiran dunia. Dan tidak jarang yang lahir dari pikiran kuasa gelap, walaupun ada ayat Alkitab yang disebut-sebut. Ingat, di Injil Matius 4, setan juga menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk menjerat dan menjatuhkan Yesus. Puji nama Allah Bapa di surga, Yesus tidak jatuh. Jadi, hati-hati, jangan dengar yang seperti itu! Seperti Hawa dipermainkan oleh ular dengan perkataan dan percakapan, terjadi dialog. Jangan buka pintu dialog. Termasuk menanggapi tulisan di media sosial, tidak usah, diam saja. Mari kita menjadi manusia yang bermartabat.
Kita telah pernah melewati tahun-tahun di mana hidup kita hanya untuk kesenangan sendiri, untuk pemuasan diri sendiri. Tapi sekarang kita hidup hanya untuk kesenangan Tuhan. Benar-benar menjadi whole heart untuk Tuhan dan orang seperti itu pasti full time. Orang yang full time dalam pekerjaan gerejani, belum tentu whole heart. Para full timer gereja, ingat ini, kalau kalian tidak mengabdi secara benar, tidak memberkati, dan mengubah orang untuk kemuliaan Allah, namun hanya bertualang mencari nafkah dengan mudah, maka kalian akan mendapat tempat yang paling mengerikan nanti di neraka. Tetapi kalau orang whole heart mencintai Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan, pasti full timer.
Mari kita belajar, karena kita harus memiliki perasaan gentar. Mungkin kita tidak punya kesempatan lagi. Mungkin kita tidak ada waktu lagi. Jadi, kalau Tuhan beri kita waktu hari ini, betapa berharganya waktu kita untuk membuktikan cinta kita kepada Tuhan melalui perjalanan hidup di mana kita harus mengambil keputusan, dan pilihan-pilihan hidup. Kita membuktikan cinta kita kepada Tuhan melalui pencobaan-pencobaan yang kita alami, kesempatan-kesempatan berdosa, kesempatan memuaskan daging yang kita temukan, tetapi kita memilih Tuhan dan menyenangkan Tuhan. Itu indah sekali. Mari kita bertekad untuk mencapai kesucian setinggi-tingginya, sampai puncak kekudusan yang bisa kita capai sesuai dengan porsi kita masing-masing, dan mendapatkan sertifikat penilaian memuaskan. Bukan hanya baik, bukan hanya baik sekali, tapi memuaskan dan unggul.