Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang harus terus berubah, seperti sebuah organisme. Jadi, kekristenan tidak boleh hanya menjadi lembaga organisasi, tetapi harus menjadi organisme yang hidup. Di dalam proses perubahan tersebut, orang percaya mengalami transformasi. Ini proses penting yang harus terjadi dalam kehidupan setiap orang percaya. Dengan proses ini, orang percaya akan semakin mengerti kehendak Tuhan—apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna—sehingga menjadi orang-orang yang melakukan kehendak Bapa. Roh Kudus akan giat mentransformasi orang percaya untuk menjadi pribadi unggul di mata Allah.
Jadi, kalau kita tidak mengalami proses perubahan, tidak mengalami proses transformasi, berarti kita bukan orang Kristen. Kita baru hanya menjadi anggota gereja, tetapi bukan organisme Kerajaan Allah. Kita harus jujur memeriksa diri kita, apakah kita mengalami perubahan sesuai dengan standar perubahan kehidupan anak-anak Allah atau tidak? Ya, memang masalahnya, banyak orang tidak mengerti standar kehidupan anak-anak Allah itu. Namun, pasti kita memiliki nurani untuk melihat keadaan diri kita sendiri. Pertanyaan untuk introspeksi: Apakah kita mengalami sebuah perubahan yang signifikan; perubahan yang membuat kita tidak menjadi sama dengan dunia ini?
Roma 12:1-2, “Karena itu, Saudara-saudara, demi kemurahan Allah, aku menasihatkan kamu supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah. Itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna.”
Ayat pertama ini tidak bisa dilepas dari ayat yang kedua. Ya intinya adalah bahwa kehidupan Kristen adalah kehidupan yang dipersembahkan sepenuhnya bagi Allah. Jadi, tidak ada bagian untuk maksud yang lain. Dan ibadah yang sejati akan ditandai dengan keadaan seseorang yang tidak sama dengan dunia. Memang menjadi masalah kalau orang belum mengerti standar hidup anak-anak Allah tersebut. Namun bagaimanapun, nurani kita akan berbicara: Apakah kita berkeadaan sama dengan orang di sekitar kita, atau kita memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh mereka? Kata “transformasi” berarti suatu proses perubahan (Yun. metamorfoste μεταμορφωσθε). Kita tidak menyangkal kenyataan, bahwa banyak orang Kristen yang pada prinsipnya tidak mengalami perubahan sama sekali.
Kalaupun pengalaman hidup membuat seseorang menjadi dewasa mental, itu bukanlah kedewasaan rohani yang dimaksudkan oleh Tuhan, sebab yang Tuhan mau adalah berubah oleh pembaharuan (Yun. anakainosis ἀνακαίνωσις), renewing, pembaharuan, renovasi. Hal ini menunjuk kepada sesuatu yang diubah, diperbarui, atau dibuat dalam bentuk lain. Dan perubahan itu dimulai dari budi. Dalam bahasa aslinya, “budi” berasal dari kata knows, yang artinya pikiran. Paulus menuliskannya dalam 2 Korintus 3:18, “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa…”
Kita diubah, di-transform, kita di-metamorphoo menjadi serupa dengan gambar-Nya. Jadi memang benar, yang sering kita kemukakan, bahwa keselamatan merupakan usaha atau proses dari Allah atas manusia untuk mengembalikan manusia ke rancangan Allah semula. Kita selalu menyuarakan hal ini, dan kita harus benar-benar memperhatikan bahwa perjalanan hidup kita adalah perjalanan perubahan seperti sebuah organisme yang hidup. Tidak serupa dengan dunia, tetapi serupa dengan Yesus. Sampai kita benar-benar memancarkan kemuliaan Tuhan yang sempurna.
Sejujurnya, banyak di antara kita yang merasa belum memancarkan kemuliaan Allah yang kuat. Namun kita bersyukur, melalui pengalaman-pengalaman yang kita jalani, maka kita belajar bagaimana mengenakan karakter Kristus. Dan bersiaplah, bagi kita yang sungguh-sungguh mau diubah. Kita bisa memiliki ‘pengalaman pahit,’ seperti yang dialami Tuhan Yesus, sejatinya pada saat itulah kita ditantang untuk merespons keadaan tersebut dengan tindakan seperti yang dilakukan Tuhan Yesus. Dan kalau itu bisa terjadi beberapa kali dan berulang, teruslah bersikap seperti Kristus. Jadi, tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan dan tidak ada sesuatu yang terjadi secara otomatis; semua mesti melalui perjuangan.
Allah sendiri terikat dengan hukum-Nya. Ia tidak bisa atau tidak mau mengubah orang secara mistis, secara spektakuler. Orang buta bisa melihat, timpang bisa jalan, tetapi mengubah cara berpikir sehingga mengubah gaya hidup, cara hidup seseorang perlu proses. Dari pihak Roh Kudus, Ia bekerja untuk mengubah setiap individu untuk menjadi seperti yang Bapa mau; dan dari pihak individu, kita harus memberi diri untuk diubah. Jadi, perubahan pola berpikir merupakan proses berkesinambungan dari kerja keras Tuhan melalui Roh Kudus, dan kerja keras kita.