Apa pun dalam hidup ini yang kita kerjakan, bisa membawa kita kepada satu titik: titik jenuh. Bagi seseorang yang telah dihinggapi atau dipenuhi oleh kuasa kegelapan, maka ia akan terus mau meraih sebanyak-banyaknya yang dapat diraih dalam dunia ini. Atau menjadi serakah, sehingga mungkin nyaris tidak ada titik jenuhnya, walaupun kemungkinan titik jenuh selalu ada. Berbeda dengan seseorang yang berinteraksi dengan Allah, sungguh-sungguh melakukan apa yang dikatakan di dalam firman Tuhan: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu.” Kalau kita sungguh-sungguh menggumuli kehidupan rohani; menggumuli bagaimana menjadi semakin dewasa, semakin berkenan kepada Tuhan, tidak akan pernah mengalami titik jenuh.
Namun, seandainya kita mengalami titik jenuh dalam pergumulan rohani, maka itu berarti isyarat agar kita bergerak ke level yang lebih tinggi; artinya seseorang berjalan di tempat. Kalau seorang Kristen yang benar berinteraksi dengan Allah, mendahulukan Kerajaan Allah, benar-benar bertumbuh untuk semakin dewasa rohani, semakin berkenan di hadapan Tuhan, semakin hidup suci, semakin tidak bercacat tidak bercela, maka dia tidak mungkin mengalami titik jenuh. Namun, kalau sampai ada titik jenuh, itu berarti isyarat bahwa dia harus bergerak ke level yang lebih tinggi. Atau ia harus mempercepat speed pertumbuhan rohaninya.
Hal ini tidak bisa diurai dengan kata-kata secara lengkap. Sehebat apa pun penjabarannya, tidak akan memuaskan. Dalam pertumbuhan rohani, dalam pergumulan mendahulukan Kerajaan Allah, tidak ada titik jenuh. Tetapi dalam kehidupan di luar itu, ada titik jenuh. Setelah mencapai apa yang dicita-citakan, dia mengalami titik jenuh. Sebenarnya, titik jenuh manusia itu sebuah peringatan dari Tuhan bahwa ada rongga kosong dalam jiwanya yang tidak bisa diisi oleh siapa pun dan apa pun, kecuali Tuhan. Ini dalam konteks hidup orang percaya yang telah memiliki Roh Kudus atau Roh Kudus memimpin.
Ketika dia mengalami titik jenuh dalam kehidupan di luar pergumulan, pertumbuhan kedewasaan rohani, itu sebenarnya isyarat bahwa ada kekosongan jiwa yang hanya bisa diisi oleh Tuhan. Syukur kalau orang-orang seperti ini mulai berpaling kepada Tuhan dan meninggalkan dunia. Tetapi pada umumnya setan menipu, dan banyak orang tertipu. Kenapa kita jenuh? “Sebab rumahmu belum besar.” “Coba perhatikan taman depan rumahmu, taman itu mesti diperbarui, land scaping-nya diperbarui, nanti kamu akan lihat asri, hijau-hijau depan rumahmu.” Jadi dibuat taman yang bagus. Setelah taman bagus, dia nikmati 5-6 bulan, dia main-main. Tiap hari dia menyiangi pohon. Asyik juga, tetapi ada titik jenuh lagi. Lalu Iblis berkata, “Coba kamu lihat tetanggamu punya ikan koi. Kalau sebelah sana bikin kolam ikan koi, kamu sambil pagi-pagi minum teh, kamu lihat ikan koi,” dan seterusnya.
Yang satu, di luar pertumbuhan dalam iman, semakin terikat, tertarik pada dunia kegelapan, pemuasan daging, ambisi, sampai tidak bisa diselamatkan. Tetapi yang satu, akan terus bertumbuh sampai titik tidak bisa balik. Hal ini tergantung pada pilihan kita. Pada umumnya, keberagamaan itu melengkapi hidup. Di mana-mana begitu. Seperti bangsa Israel juga, Yudaisme atau agama Musa, itu melengkapi hidup. Tanpa agama, tanpa Tuhan, tanpa Yahweh, tanpa hukum, mereka menderita. Tuhan memang menunjukkan ketegasan-Nya. Kalau mereka salah, Tuhan pukul, tetapi kalau taat, Tuhan berkati. Mereka masih hidup dalam kepentingan-kepentingan pemenuhan kebutuhan jasmani. Tuhan yang mem-back up. Tuhan melindungi, Tuhan menjaga.
Bagi umat Perjanjian Baru, kekristenan itu bukan pelengkap. Kekristenan itu menyita, mengambil, merampas segenap hidup. Ini yang banyak orang Kristen tidak mengerti atau tidak mau menerima. Kekristenan itu merampas hidup kita. Kekristenan yang benar, tentu standarnya adalah Yesus, maka hidup seseorang yang percaya kepada Tuhan Yesus itu, dirampas. Tentu Yesus adalah Tuhan, kita manusia. Tetapi seperti yang Yesus lakukan, artinya segala sesuatu yang dilakukan Tuhan Yesus itu hanya untuk kepentingan Bapa. Hanya untuk kesenangan Allah. God’s pleasure; kesenangan Tuhan. Pleasing Him; menyenangkan Dia. Hidup kita diciptakan untuk kesenangan Tuhan.
Tidak masalah, apakah pria atau wanita; menikah atau tidak menikah; punya anak atau tidak. Apa pun keadaannya, bukan masalah. Masalahnya adalah apakah hidup kita untuk kemuliaan Allah? Hidup untuk kemuliaan Allah artinya kehidupan yang memancarkan karakter, sifat Allah. Sehingga Allah yang menciptakan makhluk manusia, dikagumi oleh semua makhluk, termasuk malaikat. “Makhluk ini begitu hebat, bisa membenci Allah, mengabdi kepada diri sendiri, tetapi memilih mengabdi kepada Tuhan sepenuhnya.” Memuliakan Tuhan artinya kehidupan yang membuat Allah menjadi berharga atau bernilai.
Sebenarnya titik jenuh manusia itu sebuah peringatan dari Tuhan bahwa ada rongga kosong dalam jiwanya yang tidak bisa diisi oleh siapa pun dan apa pun, kecuali Tuhan.