Skip to content

Tidak Perlu Komitmen

 

Kalau percaya hanya sebuah keyakinan di dalam pikiran, hanya aktivitas nalar, maka komitmen tidak perlu diperbaharui. Karena percaya saja cukup. Kalaupun dibaharui, tidak terlalu membutuhkan intensitas yang tinggi. Tetapi beda kalau keselamatan itu sebuah proses, karena ia harus semakin bertumbuh. Maka, ketika kita melihat standar kesucian yang Allah kehendaki untuk kita capai, lalu membandingkannya dengan keadaan kita yang belum seperti itu, ini membuat kita stres. Bukan stres negatif, namun justru membuat kita meng-update penyerahan kita sehingga memicu kita untuk berubah dan bertumbuh. Menyerah itu bukan karena kita punya masalah, lalu kita serahkan kepada Tuhan. Akan tetapi, penyerahan itu berarti kita fokuskan seluruh perhatian kita kepada rencana Allah, yaitu untuk menjadi manusia sesuai rancangan Allah semula.

Sebagian kita, sejak kecil sudah lahir sebagai orang Kristen dan itu tidak perlu diperjuangkan. Banyak orang yang menjadi Kristen karena keturunan atau karena pasangan hidupnya. Mereka sudah memiliki percaya secara otomatis, tetapi percaya seperti itu belum menyelamatkan. Bukan iman yang benar, karena iman yang benar adalah tindakan. Harus dipahami bahwa menjadi anak Allah itu bukan hanya status, melainkan keberadaan. Hanya orang yang semakin seperti Yesus yang benar-benar anak-anak Allah. Pertanyaannya, “apakah kita sudah layak disebut sebagai anak-anak Allah dengan karakter seperti ini?”

Kalimat ‘keselamatan bukan karena perbuatan’ itu adalah kalimat yang benar, tetapi penjelasannya harus benar juga. Keselamatan adalah inisiatif dan prakarsa Allah dengan mengutus Putra Tunggal-Nya memikul dosa manusia. Namun manusia yang dipilih untuk mendengar Injil atau menjadi orang Kristen itu, harus memilih: mengikut Yesus atau tidak. Dan ini ada syaratnya. Kalau tidak mau, jangan merasa apalagi mengaku sebagai anak-anak Allah. Sebab, sebutan sebagai anak-anak Allah itu bukan sekadar status yang diyakini, atau yang diakui oleh gereja, melainkan yang Allah akui dan ini berkaitan dengan keadaan kita yang benar-benar pantas disebut sebagai anak-anak Allah.

Dalam Alkitab tidak pernah ada nuansa kalau percaya itu dapat dipisahkan dari tindakan. Itu sebabnya, di zaman gereja mula-mula dan di zaman Yesus, begitu seseorang mengaku percaya ia sudah dikondisi dalam tindakan. Sekarang, orang bisa jadi Kristen tanpa tindakan, apakah dari lahir atau karena ikut pasangan hidup. Namun zaman dulu tidak bisa. Ini prinsip dan tidak bisa dilepas. Sebab Abraham, merupakan model dari sosok dengan iman yang benar, yang karenanya ia disebut bapak orang percaya. Tindakannya yang membuat ia disebut bapak orang beriman. Itu sebabnya firman Tuhan berkata, “Iman tanpa perbuatan itu mati. Oleh perbuatanmu imanmu menjadi sempurna.” Jadi makin yakin bukan berarti makin sempurna. Perbuatan kitalah yang menyempurnakan iman kita. Maka, jangan sampai kita menjelaskan arti dari keselamatan bukan karena perbuatan, dengan penjelasan yang keliru. Sebab itu menyesatkan!

Doktrin berpotensi hanya membuat rumusan dan format kalimat-kalimat sistematika. Dan ini tidak membuat orang berubah karena tidak disertai implikasi konkret. Sebab para teolog hanya ada di ruangan perpustakaan, tidak dalam kehidupan dalam perjumpaan dengan Allah dan pergumulan perubahan karakter hidup konkret setiap hari. Jadi, yang menghidupkan iman itu adalah perbuatan. “Jual segala milikmu, bagikan kepada orang miskin.” Setelah itu masuk proses belajar, sebab kodratnya tidak otomatis berubah. Imannya belum dewasa, belum sempurna. Hanya dengan mengikut Yesus, imannya bertumbuh. Sekalipun dia menjual seluruh miliknya dan membagikannya kepada orang miskin, dia tidak menjadi seperti Yesus dalam seketika. Zakheus membagi separuh hartanya kepada orang miskin, dan kalau ada orang dia peras, dia kembalikan empat kali lipat, itu tidak langsung membuat Zakheus menjadi seperti Yesus yang sesuai rancangan Allah semula. Tetapi dia harus belajar terus, sampai akhirnya dia bisa meninggalkan dunia.

Oleh sebab itu, kita harus punya komitmen: “Aku berkeadaan sebagai manusia yang ada dalam kodrat dosa, yang tidak mampu hidup sesuai kesucian-Mu. Aku tidak memiliki apa-apa yang dapat aku berikan kepada-Mu, Engkau bisa tidak membutuhkan apa-apa dariku, sebab Engkau memiliki segala sesuatu. Aku tidak memiliki kemampuan yang berarti yang dapat aku persembahkan kepada-Mu. Engkau bisa tidak membutuhkan kemampuanku sebab Engkau maha kuasa. Tetapi aku bersedia berjuang tanpa batas, untuk keluar dari kodrat dosa ini agar bisa mengenakan kodrat ilahi, supaya aku bisa sepikiran dan seperasaan dengan Yesus, sehingga aku bisa melakukan kehendak-Mu dan menyelesaikan pekerjaan yang Kau percayakan kepadaku. Aku bersedia mempersembahkan apa pun yang ada padaku bagi kesukaan hati-Mu. Inilah komitmenku.”