Skip to content

Tidak Otomatis Menghormati Allah

 

Pada dasarnya, keselamatan hendak mengembalikan manusia kepada Allah, membawa manusia kepada Allah. Hubungan manusia yang terputus dengan Allah disambung oleh darah Tuhan Yesus Kristus yang membenarkan kita. Dan setelah itu, Roh Kudus diberikan agar kita sungguh-sungguh bisa berkeadaan benar. Jika kita telah terhubung dengan Allah, tentu kita mestinya mengalami perjumpaan dengan Dia; perjumpaan pribadi antara Allah Bapa dengan kita. Dan Yesus menjadi Imam Besar yang melayani Rumah Bapa yang besar. Begitu dalam kitab Ibrani, menjadi Juru Syafaat kita. “Akulah jalan,” yang artinya melalui Yesus kita sampai kepada Bapa, Allah yang disembah oleh Abraham, Ishak, dan Yakub, yang menyatakan diri sebagai Allah Israel, Elohim Yahweh.

Yahweh, mestinya bukan nama. Sebab kata Yahweh tidak akan bisa mewakili Allah Yang Maha Besar. Tidak ada nama yang bisa memuat kebesaran Allah. Ketika Allah, Pencipta langit dan bumi ditanya, “Siapa nama-Mu?” Ia tidak menyebut Yahweh, tetapi “Aku adalah Aku.” Berkali-kali Allah menyatakan, “Tidak ada Allah selain Aku; Yahweh.” Ketika firman Tuhan mengatakan, “Jangan menyebut Nama-Ku dengan sembarangan,” sebenarnya terjemahan aslinya bukan ‘menyebut.’ Kalau kata ‘menyebut’ dalam bahasa aslinya לָקַח ( Ibr. lakah). Ayat itu juga tidak menggunakan kata ‘memanggil’ atau קָרָא (Ibr. Qara), tetapi “jangan mengangkat Nama-Ku,” נָשָׂא (Ibr. Nasa). Artinya jangan menggunakan nama itu dengan sembarangan. Tidak ada satu pun ayat di Alkitab yang melarang menyebut nama Yahweh; yang ada hanyalah: “Jangan mengangkat nama-Nya secara sembarangan.”

Jadi, jangan mengangkat nama Allah dengan sembarangan, artinya perlakukan Allah dengan hormat. Memang, sejak tahun 586 sebelum Masehi, orang-orang Yahudi menghormati Allahnya dengan tidak melafalkan nama itu. Dengan cara itu, mereka mau menghormati Allah. Tapi di Perjanjian Baru, Yesus berkata kepada orang-orang Yahudi yang tidak melafalkan nama Yahweh dan mengganti dengan nama הַשֵּׁם (Yun. Hashem), אֲדוֹן (Yun. Adonai), הַקָּדוֹשׁ (Yun. Haqados), artinya yang suci. Tuhan Yesus menyebut mereka tidak menghormati Allah Bapa dan Anak-Nya, Yesus. Jadi jelas, bahwa nama Yahweh yang tidak disebut atau tidak dipanggil bukan sesuatu yang otomatis menunjukkan bahwa mereka menghormati Allah. Dan Allah membiarkan itu. Kenapa? Karena Yesus suatu hari akan memberikan nama itu kepada murid-murid-Nya. Dalam doa-Nya, Yesus berkata, “Aku telah memberikan nama-Mu kepada mereka.” Tentu maksudnya bukan nama Yahweh, melainkan keberadaan-Nya.

Dan salah satu keberadaan-Nya yang hebat adalah Bapa, Dia Bapa. Di dalam kata Yahweh termuat segala kebesaran dan keberadaan Allah sebagai pelindung, penjaga, Bapa, pahlawan yang memberi kesuburan, kekuatan, kemenangan, dan lain-lain. Orang-orang kafir atau bangsa-bangsa Kanaan memiliki banyak Elohim atau dewa: dewa perang, dewa kesuburan, dewa kemakmuran, ada Asyera, Asytoret, Milkom, Dagon, Baal, dan lain-lain. Elohim Yahweh bersifat tunggal, bukan jamak, tapi plural of Majesty. Sebab di dalam nama Yahweh termuat seluruh keberadaan-Nya yang tidak terbatas. “Aku memberikan nama-Mu kepada mereka,” artinya, “Aku memperkenalkan nama-Mu.” Itulah Yesus, disebut dengan berbagai gelar; Bapa yang kekal. Sebab melihat Yesus, kita melihat Bapa, Penasihat Ajaib, Raja Damai. Keberadaan Allah diberikan kepada Yesus yang menerima segala kuasa di surga dan di bumi. 

Kita membangkitkan penyembahan kepada Elohim Yahweh sebagai sumber berkat anugerah. Kita menyebut nama Yahweh dengan hormat, karena Dia yang layak disembah dan dipuji. Jadi kita sekarang mengerti bahwa Yahweh bukanlah sekadar nama, melainkan keberadaan yang memuat gelar dari keberadaan Allah yang tidak terbatas. Karenanya disebut Elohim, karena keberadaan-Nya plural: Dia Bapa, Dia Pelindung, Dia Penjaga, Dia Pahlawan Perang, dan sederetan sebutan yang dibutuhkan oleh manusia. Bahkan sebelum kita dilahirkan di bumi, Allah sudah melahirkan kita di dalam pikiran-Nya mau menjadi manusia macam apa kita ini. 

Setiap kita dilahirkan orisinal dengan rencana-rencana Allah yang agung di dalamnya. Kalau kita menurut jalan Tuhan, maka kita akan menjadi manusia seperti yang dirancang-Nya. Ketika kita sudah dipertemukan dengan Bapa, Bapa bicara begini: “Aku ingin kau menjadi manusia seperti yang Kurancang sejak penciptaan awal.” Dengan kalimat lain, “Aku hanya ingin kau menjadi serupa dengan Putra-Ku, Yesus Kristus.” Tidak lebih. Kalau kita dibenarkan dan dipertemukan dengan Allah Bapa, lalu kita tidak menjadi manusia sesuai rancangan semula, maka sia-sia kurban Yesus di kayu salib. Itulah sebabnya setiap kesalahan yang kita lakukan, kita ratapi, karena menjadi kerikil yang melukai hati Bapa, yang membuat kita tidak harmoni bersekutu dengan Dia. Maka, pelayanan kita bukan sekadar membuat jemaat memiliki moral baik, melainkan memiliki kodrat baru, kodrat ilahi, dan Roh Kudus akan menolong.