Skip to content

Tidak Merindukan Rumah Bapa

Allah mau mendandani kita. Tapi, apakah kita mau didandani? Jika mau, maka kita harus memperbaharui diri, memperbesar kapasitas diri; harus bermoral baik. Menjalani jalan keselamatan yang diberikan oleh Allah, itu sama dengan kesediaan didandani oleh Allah agar seseorang layak menjadi anak Allah. Kita harus selalu mengingat dua kebenaran penting, yaitu: Pertama, Allah tidak memiliki anak yang tidak berkenan kepada-Nya. Jadi, semua orang Kristen yang menjadi anak-anak Allah, harus berkenan. Maka Tuhan Yesus berkata, “kamu harus sempurna.” Yang kedua, semua anak-anak Allah akan dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Jadi, bukan hanya masuk surga, melainkan juga sampai kepada Bapa, bersama dengan Bapa, dalam persekutuan dengan Bapa, menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Kalau kita sudah tidak merindukan Rumah Bapa, tidak memandang bahwa kebersamaan dengan Allah Bapa di Kerajaan-Nya itu menarik, kita harus mulai curiga ada yang salah dalam hidup kita.

Dan kadang-kadang itu bisa terjadi. Ada saat dimana kita tidak merindukan suasana itu. Maka, Tuhan membawa kita kepada keadaan-keadaan yang sulit, atau kita melihat begitu banyak penderitaan—baik penderitaan kita maupun penderitaan orang lain—sehingga kemudian kita merindukan pulang ke surga. Sudah saatnya kita menjadi orang Kristen yang benar-benar serius. Semua orang yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus dan bersedia menjadi anak-anak Allah, harus berjuang untuk menjadi manusia yang berkenan kepada Allah. Harus berjuang. Perjuangan ini harus menjadi agenda tunggal. Ini masalahnya: kita sudah terbiasa memiliki banyak agenda dan kita menganggap itu normal. Padahal, itu tidak normal. Agenda hidup kita hanya satu, yaitu berjuang untuk menjadi manusia yang berkenan kepada Allah, supaya kita ini bisa menjadi anak-anak kesukaan Bapa yang bersekutu dengan Bapa.

Kalau hal ini benar-benar bisa berlangsung dan seseorang mengalami perubahan secara benar dan signifikan, maka orang tersebut barulah pantas dan layak menjadi anak-anak Allah dan layak dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus. Jadi, bagi orang percaya, proyeksi hidupnya bukan hanya masuk surga, melainkan juga dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:17). Maka, sekarang kita harus belajar untuk hidup di dalam kedaulatan Allah; artinya hidup sesuai dengan maksud Allah menciptakan kita, hidup di dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Adalah tragis apabila kita sudah melayani sedemikian rupa, namun kita sendiri tidak berubah, tidak menjadi anak kesukaan Bapa, dan kita juga tidak menjadi berkat untuk sesama. Mereka juga tidak menjadi kesukaan Bapa. Tentu setiap kita memiliki tuntutan yang berbeda-beda dari Allah.

Makanya, orang Kristen yang benar itu imannya bukan iman menerima atau iman menuntut—mengklaim janji Tuhan—melainkan iman memberi. Kita malah harus berani berkata, “Apa yang belum aku serahkan kepada-Mu ya, Tuhan? Ambillah, Tuhan.” Jadi, memang inilah rencana kekal Bapa. Bapa itu memberi diri-Nya untuk disukakan hati-Nya oleh orang-orang yang memiliki model seperti yang Allah mau, yang serupa dengan Dia. Maka kalimat “kamu harus sempurna seperti Bapa,” merupakan perintah untuk kita jalani dan alami sejak di bumi, bukan menunggu nanti di kekekalan. Hal menjadi sempurna sebenarnya bukan sesuatu yang mistik atau sesuatu yang melampaui pikiran kita. Ketika kita dijahati orang tapi kita tidak membalas, kita sempurna, dan itu membuat Bapa itu senang. Jikalau kita terus melakukannya, maka itu mengarakter dalam diri kita. Suatu keberuntungan jika seseorang belajar sempurna seperti Bapa dan makin sempurna.

Lalu mengapa ada orang Kristen yang tidak berusaha menjadi anak-anak Allah yang berkenan? Jawabnya adalah karena ia tidak mengasihi Bapa. Setiap orang tentu memiliki masa lalu yang kelam. Tapi jika mengasihi Allah, kita berusaha untuk berkenan. Banyak orang tidak berusaha mengasihi Allah karena memang tidak mengasihi Allah. Orang-orang seperti ini, tidak akan pernah mengasihi Allah sampai mati. Tapi kalau kita mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dan kekuatan, pasti kita mau berjuang melakukan apa pun demi terpenuhinya rencana Allah. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan. Kalau orang punya nurani yang baik, setelah menyadari betapa besar kasih Allah kepada kita dengan memberikan Putra Tunggal-Nya, maka kita bersedia juga mengasihi Dia dengan memberikan yang terbaik dari hidup kita. Oleh karenanya, bagi orang yang mau ikut Tuhan Yesus, uang mukanya adalah melepaskan segala sesuatu (Luk. 14:33; Mat. 19:21-23).

Kalau kita sudah tidak merindukan Rumah Bapa, tidak memandang bahwa kebersamaan dengan Allah Bapa di Kerajaan-Nya itu menarik, kita harus mulai curiga ada yang salah dalam hidup kita.