Saudaraku,
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dengan memiliki perasaan seperti Tuhan yang juga memiliki perasaan. Ini adalah keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Kalau pun binatang memiliki fenomena seperti manusia seakan-akan memiliki perasaan, tetapi tidak akan sama kualitasnya dengan manusia. Dengan perasaan ini manusia bisa membangun jembatan hubungan dengan manusia lain atau sebaliknya. Dengan perasaan, manusia bisa saling membahagiakan atau sebaliknya saling menyakiti. Dengan perasaan manusia pasti mencari obyek untuk dicintai dan menjadi obyek untuk dicintai. Tanpa perasaan hidup menjadi tawar tanpa keindahan. Manusia harus waspada dengan keberadaan ini, sebab manusia harus bertanggung jawab atas perasaan yang dimilikinya.
Tentu saja perasaan diciptakan oleh Penciptanya agar bisa dinikmati oleh Penciptanya sendiri. Allah sebagai Pencipta manusia yang meletakkan perasaan di dalam diri manusia tentu saja harus menjadi Pribadi pertama dan utama yang harus dicintai atau dikasihi. Lebih tepatnya adalah Pribadi satu-satunya yang harus dicintai. Kalau seseorang melakukan segala sesuatu, maka harus dilakukan demi cintanya kepada Penciptanya tersebut. Pernyataan ini bisa dianggap berlebihan oleh kebanyakan orang yang tidak memahami kebenaran mengenai hidup, sebab pada umumnya orang sudah terbiasa bebas dengan penggunaan perasaannya.
Mereka juga tidak mengenal Tuhan serta tidak mengalaminya, bagaimana bisa menujukkan cinta kasihnya kepada Tuhan secara demikian? Tetapi sejatinya inilah kebenaran yang dimengerti dan dikenakan dalam kehidupan. Kalau seseorang tidak membiasakan diri membangkitkan cinta kasih kepada Tuhan sebagai objek satu-satunya, maka ia tidak pernah mengalami pengalaman seperti ini. Ini berarti ia gagal sebagai manusia. Perasaannya menjadi tumpul untuk Tuhan. Jika demikian lebih baik ia tidak pernah menjadi manusia. Sebab seseorang yang tidak mengasihi Tuhan pasti tidak dapat menghormati-Nya secara pantas. Ia akan lebih menghargai nafsu dagingnya, keinginan mata dan kehormatan diri (1Yoh. 2:15-17).
Ketika seseorang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, maka ia akan berhenti dari segala pencarian dan pengembaraan hidup. Tidak ada lagi yang menarik dalam hidup ini yang menjadi keinginannya, selain berusaha menyenangkan hati Tuhan. Tuhan seperti magnet yang sangat kuat menarik hidup dan segala kegiatannya. Segala sesuatu yang dilakukan pasti ditujukan bagi Dia. Hal ini tidak akan pernah bisa dijelaskan dengan lengkap dan tidak akan pernah bisa dimengerti sampai seseorang benar-benar mengalaminya sendiri. Mengalami hal ini berarti seseorang menemukan kekayaan hidup atau menemukan hidup itu sendiri.
Jangan berpikir seseorang bisa memiliki kehidupan yang berarti tanpa mengasihi Tuhan dengan benar, sebab ia akan menjadi sampah abadi dan binasa dalam api kekal. Hal ini sama dengan di-“terminate” (diakhiri, dihentikan) atau dirusak untuk ditiadakan. Jangan merasa sudah memiliki anugerah hanya karena merasa sudah percaya kepada Tuhan Yesus. Ingatlah, keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan semula, dalam hal ini rancangan semula-Nya adalah menjadikan manusia sebagai pribadi yang mengasihi Tuhan dengan segenap hidup. Belum mencapai ini berarti anugerah belum dimiliki. Tuhan menebus kita supaya kita keluar dari cara hidup yang sia-sia (1Ptr. 1:17-18), dengan berusaha menjadi manusia seperti yang dikehendaki-Nya.
Menjadi manusia seperti yang dikehendaki Allah adalah bersekutu dengan Dia, bukan untuk bisa memanfaatkan Tuhan dalam menjalani hidup dengan caranya sendiri. Melainkan menjadi pribadi yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi sehingga melakukan segala sesuatu demi kepentingan Tuhan semata-mata. Jadi, orang yang tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi berarti ia tidak mengasihi diri sendiri. Hal ini sama artinya dengan membinasakan dirinya sendiri. Banyak orang mengasihi diri sendiri secara salah, yaitu menghiasi diri dengan berbagai perhiasan, memenuhi diri dengan segala fasilitas dan berusaha menarik orang untuk menghormati dirinya. Sikap seperti ini justru mencelakakan dirinya sendiri.
Orang yang tidak mengasihi dirinya sendiri adalah orang yang tidak akan dapat mengasihi sesama manusia. Sebab mengasihi orang lain dasar atau pijakannya mengasihi diri sendiri. Itulah sebabnya hukum yang kedua yang dikatakan “sama dengan itu” (mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi), mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri (Mat. 22:37-40). Tidak mengasihi sesama berarti “pembunuh.” Seorang pembunuh tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Surga, dan dengan cara inilah seseorang tidak mengasihi diri sendiri.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Orang yang tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi
berarti ia tidak mengasihi diri sendiri, ia membinasakan dirinya.