Saudaraku,
Harus selalu diingat adanya hukum kehidupan yang tidak dapat disangkali, yaitu bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dengan perjalanan waktu. Manusia harus tunduk kepadanya, sebab tidak seorang pun yang sanggup menghentikan perjalanan waktu ini. Kenyataan ini harus diperhatikan dengan saksama dan sungguh-sungguh. Orang percaya tidak bisa atau tidak boleh masa bodoh. Sebab ketidakpedulian ini dapat mendatangkan kecelakaan dan malapetaka abadi dalam hidup ini. Kalau hanya untuk hal-hal yang bersifat fana, maka bukanlah masalah besar. Tetapi kalau sebuah kenyataan yang menentukan nasib abadi seseorang, maka ini adalah masalah yang terbesar dalam hidup ini.
Waktu hidup manusia di dunia ini ditandai dengan hari, minggu, bulan, tahun dan abad sesuai dengan kehendak Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan memberikan bulan dan matahari untuk itu. Dalam hal ini, Tuhan hendak memberitahu kepada manusia kenyataan perjalanan waktu ini. Ciri dari seorang yang berhasil disesatkan adalah:
Pertama, terjebak dalam kegiatan agama yang rutin. Kehidupannya tidak mengalami perubahan atau pembaruan karena biasanya mereka memang tidak mau berubah. Mereka puas dengan kegiatan agamani yang ada, tanpa memiliki visi dan misi yang benar.
Kedua, kelakuan yang ceroboh atau sembrono. Ia tidak peduli terhadap kenyataan hidupnya yang dililit berbagai dosa: kebencian, dendam, penipuan, perzinaan, pertikaian, permusuhan dan lain sebagainya.
Ketiga, tidak berusaha untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan. Ia tidak mau melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh. Tidak sedikit dari mereka yang sama sekali tidak melayani Tuhan. Mereka hidup untuk melayani diri sendiri. Ini adalah orang-orang yang tidak berprestasi dihadapan Tuhan atau tidak berbuah (Yoh. 15).
Keempat, terikat oleh materi. Karena baginya tujuan hidup ini adalah harta (Mat. 6:19-24).
Harus diakui bahwa bumi di mana kita berdomisili ini tidak menjanjikan kehidupan yang sejahtera, bahkan makin hari makin mencemaskan, maka kita didorong untuk mencari kehidupan di dunia lain yang menjanjikan suatu kehidupan yang indah dan bernilai kekal. Kehidupan seperti ini tidak dapat kita jumpai dalam agama dan ajaran manapun kecuali apa yang diajarkan Tuhan Yesus (Yoh. 15:1-4). Dalam hal ini baru kita mengerti mengapa Tuhan Yesus berkali-kali menasihati kita agar kita mencari dan mengutamakan harta surgawi yang memiliki nilai kekal (Mat. 6: 19-21). Menanggapi kenyataan ini yang harus kita lakukan adalah mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Tuhan. Persiapan ini menyangkut kehidupan pribadi kita agar kita diperkenan bertemu dengan Tuhan di awan-awan permai (Kis. 1:11).
Mengutamakan perkara-perkara rohani atau yang memiliki nilai kekal adalah kebutuhan yang selalu harus dianggap penting dan mendesak. Hal ini dapat dilakukan dengan terus menerus artinya kita giat untuk mengenal Allah dan kebenaran-Nya serta melakukan kehendak-Nya. Kita harus mengerti bahwa proses penyempurnaan untuk menjadi manusia yang berkenan di hadapan Bapa harus berlangsung dalam perjalanan waktu yang ketat. Hal ini tidak dapat diperoleh melalui doa sekejap dan mukjizat tetapi harus melalui sebuah proses pergumulan yang panjang dan berat. Proses ini melibatkan emosi, perasaan dan semua keberadaan diri kita dalam peristiwa-peristiwa kehidupan setiap hari. Peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang menyentuh pikiran, perasaan dan seluruh keberadaan diri kita sangat efektif mengubah hidup kita secara permanen untuk menjadi manusia Allah yang berkenan di hadapan Bapa.
Manusia diperhadapkan kepada momentum-momentum atau saat-saat yang sangat berarti bagi dirinya, bagi orang lain sekarang ini dan keturunan kita di waktu-waktu yang akan datang. Sebab saat-saat ini akan menentukan keadaan hari esok kita, memengaruhi orang-orang di sekitar kita, bahkan anak cucu kita. Kalau kita menyadari hukum kehidupan ini, maka kita akan bersikap berhati-hati. Semua yang ditabur seseorang akan dituainya. Kita bukan hidup di daerah yang tidak bertuan. Ada Tuhan yang menciptakannya dan masih aktif memerintah. Kalau kita menghormati Tuhan yang masih aktif memerintah dan akan terus menjadi Tuhan di atas segala tuan, maka kita harus bersikap “sopan” terhadap-Nya, yaitu dengan hidup tidak ceroboh. Hidup ceroboh di sini adalah hidup tanpa mengerti kehendak Tuhan dengan tepat dan pasti. Tanpa kerja keras tidak seorang pun mendengar ucapan Tuhan sebagai Raja Mahaagung, “Berhentilah dari segala kelelahanmu, masuklah dalam kemuliaan Tuanmu” (Why. 14:13).
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Kalau kita menghormati Tuhan yang masih aktif memerintah dan akan terus menjadi Tuhan di atas segala tuan, maka kita harus bersikap “sopan” terhadap-Nya, yaitu dengan hidup tidak ceroboh.