Skip to content

Tidak Akan Melukai Siapapun

Saudaraku,

Kegentingan situasi hidup sebagai umat pilihan ditulis secara dramatis oleh Paulus dalam 1 Korintus 7:29-35. Paulus menulis dengan tajam, dimana ia hendak mengajak orang percaya agar perhatiannya tidak tersita pada hal lain, baik pikiran maupun perasaannya. Dalam ayat 29 Paulus menasihati agar orang-orang yang beristri seakan-akan tidak beristri. Nasihat ini tidak akan diterima oleh orang-orang moralis yang tidak mengerti gentingnya pergumulan Kerajaan Allah. Pakar etika keluarga bisa menyerang dan mengkritisi Paulus sebagai tidak tahu etika kehidupan. Tetapi kalau kita mengerti gentingnya pergumulan antara Kerajaan Terang dengan kerajaan kegelapan, nilai jiwa manusia dan kedahsyatan kekekalan, maka kita bisa mengerti mengapa Paulus menuliskan demikian.

Dalam hal ini bisa dimengerti kalau Paulus tidak menikah, sebab kalau istrinya tidak bisa mengikuti cara hidupnya, maka ia menyiksa istrinya. Oleh sebab itu bagi orang yang menyediakan diri sepenuh untuk melayani pekerjaan Tuhan, harus mempertimbangkan baik-baik pasangan hidupnya. Lebih baik tidak menikah daripada menikah dengan pasangan yang tidak mengerti arti pengorbanan tanpa batas bagi Tuhan. Pasangan hidup bukan saja harus mengerti pelayanan gereja, melainkan juga harus memiliki kesediaan hidup bagi Tuhan sepenuhnya. Dalam hal ini istri atau suami bisa menjadi “pasangan yang sepadan, tetapi juga bisa menjadi pasangan sandungan.”

Dalam tulisannya Paulus mengatakan, “Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya.” Ayat ini tidak bermaksud agar kita melukai hati istri atau suami, tetapi agar usaha yang paling serius kita lakukan adalah menyenangkan hati Tuhan dengan menemukan dan melakukan kehendak-Nya. Tentu saja orang yang menyukakan hati Tuhan tidak akan melukai siapapun, apalagi pasangan hidupnya, kecuali pasangan hidupnya tidak mencintai Tuhan, maka ia merasa Tuhan telah merampas milik dan hak-haknya. Tetapi kalau pasangan hidup juga mengasihi Tuhan, maka ia akan bersama pasangannya melayani Tuhan. Keduanya menjadi “team work” dalam melayani Tuhan dengan pengorbanan segenap hidup.

 

Teriring salam dan doa,

Dr. Erastus Sabdono

 

Orang yang menyukakan hati Tuhan tidak akan melukai siapapun, apalagi pasangan hidupnya.