Lukas 17:32-33
“Ingatlah akan istri Lot. Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barang siapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.”
Saudaraku,
Hidup ini hanya satu kali. Ingat, hidup ini hanya satu kali. Seberapa serius kita meninggalkan dunia ini?” Tidak sulit bagi Tuhan membawa bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan, tapi yang sulit adalah bagaimana memindahkan hati bangsa Israel ke Kanaan. Sebab hati mereka masih melekat di Mesir, dan itu yang membuat mereka bersungut-sungut. Dan Tuhan harus membuat mereka keliling-keliling padang gurun selama 40 tahun, yang mestinya tidak perlu itu terjadi.
Harus diakui bahwa komponen berpikir kita sudah rusak, metabolisme rohani kita sudah rusak karena percintaan dunia, selera dunia. Sekarang perlu proses yang sungguh-sungguh untuk pemulihan, untuk kesembuhannya, sampai kita bisa berkata seperti pemazmur, “Selain Engkau, tidak ada yang kuingini di bumi.” Pemazmur saja bisa—padahal dia hidup di zaman Perjanjian Lama—sudah mencium keharuman Tuhan dan Kerajaan-Nya. Mengapa kita umat Perjanjian Baru, yang jelas-jelas tujuan kita adalah langit baru bumi baru, kita tidak bisa mencium keharuman Tuhan dan Kerajaan Allah? Jawabnya adalah karena masih banyak keharuman lain yang kita cium, nikmati, dan berharap itu melengkapi hidup, dan dapat membangun Firdaus di bumi. Padahal dengan cara itu, kita telah berkhianat kepada Tuhan. Hanya di dalam kesabaran Tuhan yang luar biasa, Tuhan masih sabar menopang kita, menunggu kita.
Hidup hanya satu kali, dan kita mau memilih Tuhan, tidak ada pilihan lain. Jangan meratapi keluarga, rumah tangga kita yang sedang ada dalam prahara. Walaupun tentu kita bertanggung jawab menyelesaikan. Jangan meratapi hidup ekonomi, kesehatan, atau apa pun, tapi ratapi metabolisme rohani kita yang rusak, komponen-komponen dalam jiwa kita yang berantakan. Minta Tuhan pulihkan selera jiwa kita yang sesat. Sebab untuk keluar dari kubangan ini tidak mudah. Maka mari kita serius untuk benar-benar mengadakan perjalanan ke langit baru bumi baru. Dunia ini harus kita tinggalkan, kita menjalani hidup bukan karena hidup di bumi, namun hidup di kekekalan. Sungguh-sungguh kita melakukan persiapan atau berkemas-kemas.
Tidak ada yang kita harapkan lagi di bumi ini, mestinya tidak ada lagi, apa pun. Seekstrem-ekstremnya kita menaruh hati di dalam Kerajaan Surga; “Sebab di mana ada hartamu, di situ hatimu berada.” Serius kita periksa diri; apakah masih ada kesenangan-kesenangan yang kita harapkan bisa membuat hidup merasa lengkap dan utuh? Sampai hidup kita tidak akan bisa dimengerti orang di sekitar kita, dan mereka bertanya-tanya, “Apa yang kamu cari sebenarnya?” Kalau kita masih punya frekuensi yang bisa dipahami oleh orang dunia, berarti ada yang salah frekuensi kita. Kita harus punya frekuensi yang tidak bisa disentuh dan tidak bisa diketahui, tidak bisa seirama dengan anak dunia karena berbeda.
Kita menaruh pengharapan kebahagiaan, sukacita kita di surga. Kalau sudah begitu tidak ada kebanggaan apa pun. Kalaupun kita punya banyak, kita tidak merasa punya banyak, dan sebaliknya. Kita dipuji, disanjung, tidak merasa kita besar. Kita menjadi orang-orang tangguh. Proyeksi hidup kita berbeda dan kita harus terus memulai perjalanan ini biar orang menertawakan, kita tidak peduli. Tapi ketika tidak ada kerinduan bertemu dengan Yesus, berarti ada yang salah dalam hidup kita. Berarti ada yang masih mengikat kita di dunia ini. Mestinya kita punya kerinduan akan Tuhan. Bagaimana Tuhan menyambut orang-orang yang tidak merindukan Dia?
Mestinya kita sampai pada tingkat seperti pemazmur berkata, “Selain Engkau, tidak ada yang kuingini di bumi.” Khusunya bagi para pendeta, kalau tidak merindukan Tuhan, tidak punya api kecintaan dan kerinduan akan Tuhan, bagaimana Saudara bisa mengimpartasi spirit yang baik kepada jemaat? Bahkan pelayanan Saudara tidak boleh menjadi sesuatu yang Saudara nikmati sampai Saudara tidak merindukan Tuhan. Biarlah kerinduan kita hanya Tuhan, dan kalau kita melakukan segala sesuatu karena kita mau menyenangkan Dia, barulah kita menjadi kekasih Tuhan.
Ayo kita nekat, Saudara, kita yang berkuasa atas diri kita, kita mau arahkan parabola hati kita ke mana, tergantung kita. Tidak ada yang bisa menghalangi kita, kalau kita memilih Tuhan. Tuhan tidak menghalangi, tergantung kita. Masalahnya, selama masih ada yang mengikat hati, kita tidak bisa terbang, sampai kita berkata, “Aku tidak punya apa-apa Tuhan, aku tidak punya siapa-siapa. Aku hanya punya Engkau,” baru kita bisa terbang. Kita harus mencintai Tuhan begitu rupa sampai kita bisa sungguh-sungguh mengangkat diri kita sampai di hadirat Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Hidup hanya satu kali, dan kita mau memilih Tuhan, tidak ada pilihan lain.