Ketika seseorang tidak memiliki kerinduan pulang ke surga, sejatinya dia terhilang atau terpisah dari rumah abadinya. Dan kalau jujur mengakui, mungkin pernah hati kita juga tidak terpikat dengan Rumah Bapa. Tetapi Tuhan dalam kesabaran-Nya masih menunggu kita pulang. Ironis, penyesatan mengajarkan bahwa adalah wajar bila hati orang terpisah dari rumah Bapa. Sebab, hal itu dipandang sebagai sesuatu yang wajar karena hampir tidak ada manusia yang sungguh-sungguh memiliki orientasi dunia yang akan datang atau langit baru bumi baru. Untuk memiliki stabilitas menaruh hati di Kerajaan Allah, itu tidak mudah. Sebab sering kita terlepas dari rumah Bapa kalau sudah ada sesuatu yang mengganggu perasaan kita atau kita mengingini sesuatu—apalagi kalau sesuatu itu bertentangan dengan kekudusan Allah. Hati kita otomatis terpisah.
Sesungguhnya, dalam hal ini banyak orang Kristen yang teracuni oleh cara berpikir duniawi atau manusia pada umumnya. Kehidupan seperti ini pastilah kehidupan yang materialistis, duniawi atau sekuleristis, bersifat sekuler. Padahal kita adalah orang yang dinantikan oleh orang-orang saleh untuk membuat mereka lengkap. Kita yang mendapat kasih karunia untuk menjadi umat pilihan yang bisa masuk dalam perlombaan yang diwajibkan. Maka kalau fokus dan orientasi hidup kita hanyalah hal-hal materi atau bendawi, sangat menyedihkan. Dikatakan dalam Ibrani 12:1, “banyak saksi yang mengelilingi kita,” siapa itu? Bisa para malaikat, termasuk orang-orang saleh yang menantikan kita untuk menyelesaikan tugas sebagai utusan Kristus, namun bisa juga kuasa gelap, roh-roh jahat yang juga melihat perlombaan ini. Itu sebabnya Iblis bermain di situ, mempengaruhi pikiran orang-orang Kristen untuk tidak memindahkan hatinya di surga. Kemudian bisa juga manusia di sekitar kita.
Maka kalau orang Kristen terjebak dalam materialistis dan sekuleristis, pasti mereka terikat dengan hal-hal bendawi, material things. Mereka terjebak dalam kehidupan yang terikat dengan keinginan daging, keinginan mata, serta keangkuhan hidup (1Yoh. 2:15-17). Jangan kita menganggap ini hal sepele. Kita harus memandang bahwa ini merupakan pekerjaan Iblis. Kita ada di dalam pengaruh kuasa kegelapan itu. Di Matius 16:21-23, Yesus menghardik Petrus, “Enyahlah Iblis! Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau memikirkan bukan yang dipikirkan oleh Allah, tetapi yang dipikirkan oleh manusia!” Yang dihardik adalah pikirannya, idenya. Petrus mewakili murid-murid-Nya ingin menjadikan Yesus sebagai Raja versi mereka. Rupanya Petrus masih mengadopsi pikiran orang-orang Yahudi yang memandang Mesias yang membebaskan mereka dari kekuasaan bangsa Roma. Mereka ingin Mesias itu membawa bangsa Israel kepada kejayaan lahiriah dan kemuliaan duniawi. Dan ini, kerasukan Iblis!
Jadi, pengertian-pengertian firman yang benar itu bisa menghalau pikiran yang salah. Sehingga, kalau Tuhan Yesus berkata di Yohanes 17:17, “Kuduskan mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran,” ini berarti, firman yang menghalau adalah kebenaran. Mengusir setan dalam konteks exorcism (pengusiran) yang manifestasinya secara fisik kelihatan—seperti mendelik-mendelik mata, teriak-teriak, jerit-jerit—itu mudah. Namun kalau sudah masuk dalam pikiran, itu tidak mudah. Ketika Yesus sudah bangkit dari kubur pun, Petrus dan murid-murid-Nya masih menuntut, “Bilakah Tuhan memulihkan kerajaan bagi Israel?” Mereka masih duniawi. Jadi, ini tidak mudah.
Maka, mari kita sadar. Kita boleh berteologi, tapi pikiran berteologi kita belum tentu menghalau pikiran duniawi. Mesti diingat hal ini. Jadi, jika pemberita firman masih terpengaruh oleh filsafat dunia, masih ada di bawah pengaruh kuasa gelap, maka mau sebenar apa pun doktrin yang diajarkan, tidak mengubah. Sejarah membuktikan hal itu. Tanpa mengecilkan arti doktrin atau teologi, ayo kita memindahkan hati kita di surga, memahami kebenaran yang murni. Kita adalah orang-orang yang harus melengkapi orang-orang saleh untuk bisa menemukan negeri yang dijanjikan oleh Allah. Mari kita berpikir bahwa yang namanya kehidupan bukan hanya di bumi ini, justru kehidupan kita yang sesungguhnya ada di dunia lain. Upah yang dimaksud di Ibrani 11:6 ternyata bukan di bumi.
Kalau kita tidak mulai sekarang sungguh-sungguh belajar firman untuk dikuduskan, maka kita sampai mati masih duniawi. Berteologi tinggi, bicara soal Soteriologi, Pneumatologi, bicara soal Kristologi, Tritunggal, dan lain sebagainya, tetapi pikiran duniawinya tidak kurang. Bahkan bertambah kuat! Bicara mengenai langit baru dan bumi baru dianggap orang-orang yang tidak berpikir lengkap, sakit jiwa, utopis, pemimpi. Mestinya, langit baru dan bumi baru bukanlah kehidupan yang asing. Namun bagi banyak orang Kristen, yang namanya kehidupan itu hanya di bumi ini, dan tidak ada dunia lain, sehingga langit baru dan bumi baru bukanlah kehidupan yang mereka miliki dan rasakan di bumi. Jadi, kalau mau jujur, langit baru bumi baru menjadi dunia yang asing bagi mereka.