Skip to content

Tenggelam dalam Hadirat-Nya

 

Kalau kita melihat sejarah gereja awal atau gereja perdana, kita melihat hidup orang Kristen tidak ada enaknya sama sekali. Banyak mereka yang terlahir sebagai orang Kristen di mana di sepanjang umur hidupnya sampai meninggal dunia, ada dalam masa penganiayaan, dan itu berlangsung selama ratusan tahun. Kalau dihitung dari tahun 30, sejak peristiwa Pentakosta, sampai tahun 380 Masehi, yaitu ketika kekristenan menjadi agama negara oleh dekrit atau keputusan Theodosius Agung, maka kira-kira penderitaan yang dialami oleh orang Kristen itu selama 3,5 abad. Mungkin kita merasa kasihan kepada mereka yang hidup di zaman gereja perdana atau gereja mula-mula di mana mereka harus menderita sejak lahir sampai mati. Tapi percayalah, justru mereka yang sekarang sudah meninggal dunia, sudah di surga, akan mengatakan, Untung saya hidup di gereja perdana.” 

Untung, karena mereka diarahkan untuk mewarisi Kerajaan Surga. Mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki dunia ini. Mereka dijauhkan dari kesenangan dunia. Mereka tidak memiliki harta, tidak memiliki ketenangan, tidak memiliki kenyamanan sama sekali. Tapi luar biasa, karena itulah mereka justru mewarisi Kerajaan Surga. Hari ini kita hidup di tengah-tengah kemungkinan kita bisa meraih dan menikmati dunia. Dan kenyataannya, hampir semua orang Kristen terbawa menikmati dunia dalam kewajaran hidup anak dunia, jauh dari standar hidup sebagai orang Kristen. Standar hidup kita adalah Tuhan Yesus. Kalau Tuhan Yesus berkata, “Serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, Anak Manusia tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya,” hal itu menunjukkan bahwa Yesus tidak punya apa-apa. Bahkan mati pun dengan keadaan tubuh setengah telanjang tergantung di kayu salib. Bukan berarti bahwa kita mencontoh secara fisik, tidak punya pakaian. Tapi artinya, kita tidak perlu mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini. 

Kalau Paulus mengatakan, “Asal ada makanan, pakaian cukup,” itu berarti memang kita hidup di dunia ini hanya untuk bisa melewatinya. Tapi sayang, standar hidup Kristen seperti ini jauh dari kehidupan banyak orang Kristen hari ini. Menyedihkan. Mungkin termasuk sebagian kita dulu sebelum kita diubahkan Tuhan seperti hari ini, sejujurnya, kita juga hidup dalam kewajaran anak dunia. Sebagai pelayan Tuhan, tentu kita peduli dengan pelayanan di daerah, kita serius melayani. Tetapi, masih ada agenda-agenda pribadi. Bersyukur, hari ini Tuhan telah mengubah kita. Kita mengerti apa artinya segenap hidup kita untuk Tuhan. Tuhan menjadi satu-satunya kepentingan kita.

Jadi, kalau sekarang ada di antara kita yang merasa gagal—entah gagal studi, karier, berumah tangga—jangan merasa gagal. Mungkin kita dulu punya banyak mimpi waktu masih remaja, pemuda. Setelah menikah, gelar kesarjanaannya tidak terpakai. Pasangan berkhianat, kita tidak memiliki apa-apa lagi. Umur sudah makin menua, tidak punya keluarga yang utuh. Mungkin anak-anak juga tidak menghormati. Kita bisa mulai merintis kehidupan, merintis kehidupan bersama dengan Tuhan. Siapa pun kita hari ini, tenggelamkan diri kita di dalam hadirat Tuhan. Sebaliknya, mungkin ada di antara kita yang termasuk beruntung—pendidikan tinggi, punya keluarga baik-baik, anak, menantu, cucu baik-baik, ekonomi juga baik, tidak kekurangan apa-apa—kita bisa menikmati dunia, tapi kita tidak memilih itu. Itu bukan keberhasilan yang sesungguhnya. 

Menjadi keberhasilan hidup kalau kita menjadi anggur yang tercurah, roti yang terpecah untuk pekerjaan Tuhan. Kita harus berani meninggalkan kewajaran hidup anak dunia dan fokus ke langit baru bumi baru. Dan kegagalan yang sesungguhnya adalah ketika seseorang tidak mendapat tempat di hadirat Allah. Kalau seseorang hidup di dalam hadirat Tuhan, mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, hidup dalam kekudusan, melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh, maka dia pasti memiliki tempat di hadirat-Nya. Betapa sulitnya menjelaskan ke orang lain bahwa hidup kita itu singkat sekali, sangat singkat. Seratus tahun itu lebih sedikit daripada setitik air di lautan. Dan itu seharusnya memberikan inspirasi kepada kita untuk fokus ke langit baru bumi baru. Jadi, jangan merasa gagal. Ayo, kita bangkit! Jangan putus asa. 

Belum kegagalan kalau hanya gagal rumah tangga, gagal karier, gagal studi. Sebab kegagalan yang sesungguhnya adalah kalau seorang ditolakAllah. Pesan ini khusus untuk banyak orang yang sekarang sedang tergeletak, yang kehilangan kehidupan, yang kehilangan masa depan, yang merasa telah kehilangan hidup dan nyawanya. Kita belum kehilangan. Kita masih punya kesempatan. Oleh karenanya, kita harus menyadari bahwa hidup yang sesungguhnya bukan hari ini. Hari ini adalah sementara, seperti mimpi, sebab hidup yang sesungguhnya itu nanti di langit baru, bumi baru.