Skip to content

Tengadah ke Atas

Mazmur 90:12 mengatakan, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” Kata “menghitung” itu bisa berarti menomori, menandai. Berasal dari kata manah (Ibr. מָנָה); menandai, to weight out; mengukur beratnya. Jadi, setiap hari Tuhan menyediakan berkat kekal-Nya untuk kita. Kita bukan makhluk sementara, kita adalah makhluk kekal. Allah menyediakan berkat, bukan hanya berkat jasmani untuk pemenuhan kebutuhan jasmani, terlebih lagi Allah juga menyediakan berkat-berkat rohani, yaitu berkat untuk persiapan kekekalan kita. Mestinya standar orang percaya adalah pikirkan perkara yang di atas, bukan di bumi. Kita bersyukur bahwa kita diproses Tuhan melalui segala penderitaan, kekecewaan, kepahitan. Sehingga kita sadar bahwa dulu kita salah.

Yesus berkata dalam Matius 4:4, “Manusia hidup bukan hanya dari roti saja, tetapi juga dari setiap rhema;” rhema itu firman terkait dengan pekerjaan Roh Kudus yang mendidik, yaitu Roh Kudus yang berbicara kepada seseorang. Bukan berlebihan kalau Paulus berkata, “Baik kau makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah.” Menikah atau tidak, punya anak atau tidak, apa pun yang kita lakukan, semua untuk kemuliaan Allah karena hidup kita adalah milik Tuhan, hanya untuk kesenangan Allah. Kita telah dibeli dengan harga yang lunas dibayar. Kalau seseorang fokusnya hanya pemenuhan kebutuhan jasmani, dia pasti melewati dan kehilangan berkat-berkat kekal. Itu celaka. 

Allah memiliki tatanan, seperti dalam firman-Nya: “Yang najis tidak bisa masuk ke dalam Kerajaan Surga.” Allah tidak bisa “tidak apa-apa;” maka Allah berfirman, “Keluar kamu dari antara mereka, jangan menjamah apa yang najis. Maka Aku akan menerima kamu sebagai anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan.” Kita harus berhenti berbuat dosa. Kesucian itu sebuah keniscayaan. Kalau kita berlatih setiap hari, pasti kita tahu bahwa kesucian itu bisa kita capai. Jaga mulut, mata, telinga, perilaku, dan pikiran. Tuhan akan mendidik kita melalui Roh Kudus.

Firman Tuhan mengatakan, “Pikirkan perkara yang di atas, bukan yang di bumi,” artinya kita harus memberi diri dibentuk Tuhan. Dikatakan dalam firman Tuhan, “Ajar aku menghitung hari;” ajar aku menandai, mengukur beratnya setiap hari. Setiap hari ada berkat kekal-Nya. Umur kita singkat hanya 70 tahun, biar kita menghitung, menandai, mengerti berkat yang Tuhan sediakan bagi kita setiap hari. Berapa banyak di antara kita yang setiap bangun pagi, mulai berdoa mempersiapkan diri untuk menerima berkat yang Tuhan akan berikan bagi kita hari itu?

Apabila setiap pagi kita menghadap Tuhan, hal itu akan merangsang kita untuk berurusan dengan Tuhan. Jangan sampai suatu hari ketika kita melihat kemuliaan Allah, kita baru menyesal karena kita tidak mencari Tuhan setiap hari. Ketika itu kita baru mengerti betapa tak bernilai, betapa berharganya, tak dapat diukur berkat kekal itu dan ternyata kita telah sia-siakan. Betapa menyesalnya. Allah hadir dalam hidup kita. Kita memandang Allah Maha Murah, tetapi kita membuat Dia murahan, sehingga kita tidak mengalami Allah yang hidup.

Kalau Tuhan ingatkan kita dengan berbagai persoalan, pergumulan hidup yang berat, jawabannya adalah supaya kita tengadah ke atas. Sebab fokus kita ukurannya hanya “hari ini.” Itu sudah terformat sejak kecil. Memikirkan perkara-perkara yang di bumi, bukan yang di atas. Pemazmur mengatakan, “Ajar aku menghitung hari;” menandai, melihat, mengukur beratnya hari; berarti hari itu ada beratnya, ada berkatnya. Ini terkait dengan apa yang dikatakan di dalam ayat itu bahwa hidup manusia hanya 70 tahun, berlalunya buru-buru. Jangan main-main. Tuhan berurusan dengan setiap orang. Orang itu mau berurusan atau tidak, Tuhan tetap berurusan dengan dia. Ingat, Allah mempersiapkan kekekalan kita. 

Kita harus memaksimalkan semua potensi, bekerja sebaik-baiknya, mencari nafkah segiat-giatnya. Namun, bukan itu tujuan hidup kita. Kita mencari nafkah fisik pun, demi nafkah kekal kita. “Kumpulkan harta di surga,” artinya bertumbuhlah terus dalam kekudusan dan kesucian. Kata “kudus, suci” itu abstrak. Kadang-kadang juga bisa absurd; dianggap yang tidak-tidak, tetapi, ini kenyataan yang berulang-ulang Alkitab katakan. Kalau kita serius mengumpulkan harta di surga, menjaga kekudusan dan terus hidup benar, kita akan memiliki naluri perasaan surgawi. Kita mulai bisa menghayati bahwa kita bukan dari dunia ini. 

Tuhan Yesus berkata, “Kumpulkan harta di surga, bukan di bumi. Di bumi, ngengat dan karat bisa merusak, pencuri bisa mencuri serta membongkarnya. Sebab di mana ada hartamu, di situ hatimu berada,” berarti ketika kita makin hidup benar, menjaga kekudusan, serius membangun kehidupan yang tidak bercacat, tidak bercela, hati kita telah terpindahkan di Kerajaan Surga. Di dalam Matius 6, Tuhan berkata, “Kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan.” Ini standar Alkitab. Ayat berikutnya, “Jangan kuatir atas apa yang kamu makan dan minum. Lihat, burung di udara Dia pelihara, bunga di padang Dia dandani.” Allah pelihara. Apalagi kita yang punya kekekalan. Namun masalahnya, apakah kita mempersoalkan kekekalan kita? 

Kalau Tuhan ingatkan kita dengan berbagai persoalan,

pergumulan hidup yang berat, jawabannya adalah supaya kita tengadah ke atas.