Kita harus memiliki perasaan krisis melihat dunia yang menuju kegelapan. Sebab, api kekal dan keterpisahan dari Allah sangat mengerikan. Dan itulah yang harus paling kita takuti. Seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus dalam Matius 10:28, “Jangan takut kepada apa yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa atau membunuh tubuh dan membuangnya ke dalam neraka.” Kita harus memiliki perasaan takut terhadap realitas ini. Jangan ada yang kita takuti lebih dari ini. Sebab, kalau kita takut terhadap sesuatu yang lebih dari terpisah dari Allah, lebih dari terbuang ke neraka, pasti kita tidak setia kepada Allah. Tidak mungkin kita menghormati Allah secara patut. Tidak mungkin kita mengasihi Allah lebih dari mengasihi segala sesuatu. Apa yang paling kita takuti dalam hidup memberikan peran besar terhadap sikap kita kepada Allah. Jadi kalau Tuhan mengatakan di Matius 6:25, “jangan takut,” sebenarnya di balik pernyataan “jangan takut” tersebut, Tuhan Yesus mengatakan takutlah akan satu Pribadi yang patut kamu takuti. Jangan khawatir atas apa pun, tapi khawatirlah terhadap kenyataan keadaan kalau sampai kita terpisah dari hadirat Allah.
Ironis, kenyataan yang kita jumpai di dalam kehidupan ini, banyak orang lebih takut terhadap sesuatu atau seseorang daripada kepada Tuhan. Dulu, sering kali kita khawatir kalau tidak punya uang, takut kalau nama baik dirusak, takut kalau kedudukan digeser, takut kalau ada apa-apa, dan sebagainya. Inilah yang kemudian membuat kita menjadi tidak setia kepada Tuhan, tanpa kita sadari. Kita merasa bahwa tidak masalah—namanya juga manusia—wajarlah jika kita memiliki perasaan takut dan gentar terhadap sesuatu. Tetapi kalau ditinjau dari kebenaran Firman Tuhan, tidak boleh. Masalahnya banyak orang yang tidak takut akan Allah karena Allah tidak kelihatan, sedangkan masalah-masalah hidup ada di depan mata. Sejatinya, yang kita harus takuti adalah kalau kita terpisah dari hadirat Allah. Orang yang takut akan Allah itu otomatis pasti takut berpisah dari Dia. Kalau seseorang mengasihi Allah, dia tidak ingin terpisah dari Allah.
Suasana dunia hari ini—suasana dunia dari manusia yang tidak takut akan Allah, tidak takut terpisah dari hadirat Allah—memengaruhi kita. Dalam kapasitas yang besar, menyangkut hal-hal besar, sampai menyangkut hal-hal sederhana atau hal-hal kecil dalam kehidupan. Neraka sudah jarang disebut-sebut sekarang. Di kalangan orang beragama saja, menyebut “neraka” rasanya sudah mulai asing. Orang-orang Kristen jarang juga menyebut hal neraka, karena mereka percaya nanti kalau mati masuk surga, sebab sudah meyakini Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat. Padahal, keyakinan atau pengaminan akali seperti itu belum menyelamatkan. Ini termasuk tipuan dari kuasa kegelapan. Jadi, kepercayaan kepada Yesus hanya dirumuskan dengan kata dan kalimat, sehingga kepercayaan itu hanya fantasi, hanya di atas kertas, dan tidak ada implikasi konkretnya. Inilah yang membunuh iman orang-orang Kristen. Kekristenan hanya di atas kertas, menjadi liturgi, dan menjadi teologi atau ilmu. Kekristenan hanya menjadi fantasi. Jika kekristenan bangkrut dan moral manusia menjadi rusak, banyak orang tidak peduli masuk neraka atau tidak.
Oleh sebab itu, mari kita membangun perasaan takut dan gentar terhadap realitas terpisah dari hadirat Allah, karena ini adalah sebuah keniscayaan. Jangan berkata “nanti saja,” lalu kita menundanya. Penundaan untuk bertobat dan membenahi diri bisa menjadi sikap membatalkan. Ini mengerikan. Harus sedini mungkin kita merenungkan realitas kekekalan api kekal, realitas terpisah dari hadirat Allah. Jangan sampai ketika Tuhan berkata, “Aku tidak kenal kamu,” yang ditulis di Matius 7:21-23, baru kita berpikir. Ini bukan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Jangan main-main. Makanya, mulai sekarang kita harus serius memikirkan hal ini. Ini masalah terbesar dalam hidup kita.
Tuhan Yesus berfirman, “Apa gunanya orang beroleh segenap dunia, kalau jiwanya binasa?” Untuk apa? Seandainya kita punya rumah tangga yang sempurna, pasangan hidup ideal, ekonomi baik, anak-anak juga sempurna, sudah punya menantu, cucu yang sempurna, tetapi kita binasa. Apa artinya? Percuma. Tidak salah punya pasangan hidup yang baik, ekonomi yang baik, rumah tangga yang baik, anak-anak, menantu, cucu yang sempurna. Allah menghendaki kita hidup dalam keadaan yang baik. Tetapi lebih dari keadaan baik yang kita miliki di dunia ini, kita harus memiliki kekekalan yang indah.
Dunia ini bukan rumah kita; bukan tempat yang nyaman untuk dihuni. Hidup ini tragis. Dan ini harus kita benar-benar pikirkan serta renungkan baik-baik, bahwa terpisah dari hadirat Allah adalah hal yang paling mengerikan, dan kalau satu-satunya bencana dalam kehidupan. Maka, masalah-masalah kita akan menjadi kecil. Tuhan bisa memberkati kita dengan keadaan hidup yang berkecukupan, tetapi keadaan itu jangan membuat kita menjadi lengah, terlena, dan terbius sehingga kita tidak memikirkan kekekalan, seakan-akan hidup ini akan berjalan terus, tidak ada ujungnya. Padahal, hidup ini ada ujungnya. Ujungnya adalah kekekalan. Sekarang, kita harus memutuskan dan mulai memilih. Di Matius 19:23 Tuhan Yesus berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga.” Bukan tidak boleh kaya, atau salah kalau kita kaya. Tetapi, godaan kekayaan itu besar. Sebaliknya, bagi kita yang miskin, jangan merasa dengan kemiskinan kita maka akan lebih mudah masuk surga. Belum tentu juga. Sebab, walaupun seseorang itu miskin, tapi kalau dia serakah, masih ingin kaya supaya lebih bahagia, dengan pengertian kekayaan membuat dirinya merasa lebih lengkap, ini juga tergolong kelompok sukar masuk surga dan pastinya tidak masuk surga.
Jangan khawatir atas apa pun, tapi khawatirlah terhadap kenyataan kalau sampai kita terpisah dari hadirat Allah.