Menjadi manusia itu adalah suatu kehormatan. Kedengarannya filosofis atau dianggap dibesar-besarkan, tetapi ini benar-benar sangat prinsip dan fundamental. Bukan sesuatu yang kita boleh anggap sepele atau remeh. Kita harus menyambutnya dengan sikap yang benar, bahwa menjadi manusia itu suatu kehormatan. Mengapa? Sebab manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat ber-fellowship dengan Allah, Penciptanya. Sayang sekali manusia pertama, Adam, telah meletakkan sejarah hidup manusia yang salah. Karena kejatuhan manusia pertama, membuat semua manusia hidup di bawah bayang-bayang maut, bayang-bayang dosa. Dan manusia harus mati. Dan kalau manusia mati, maka manusia tidak akan pernah menjadi manusia sesuai dengan rancangan Allah. Manusia telah meleset.
Sebab kalau manusia mati, maka manusia tidak akan pernah bisa bersekutu dengan Tuhan. Firman Tuhan mengatakan bahwa Allah adalah Allah yang hidup. Dia bukan Allah orang mati, tetapi Allah orang hidup (Luk. 20:38). Jadi kalau manusia mati, berarti tidak bisa berinteraksi dengan Allah. Allah berinteraksi dengan ciptaan yang hidup, bukan ciptaan yang mati. Bicara mengenai kematian, sering kali tidak dikaitkan dengan keberadaan Allah yang hidup. Biasanya kalau manusia jatuh dalam dosa, fokusnya hanya kejatuhan manusia dalam dosa itu sendiri, tapi tidak dikaitkan dengan kegagalan manusia yang tidak bisa ber-fellowship dengan Allah.
Menjadi manusia adalah suatu kehormatan, sebab hanya makhluk ini yang diberi kemampuan dan keberadaan untuk bisa ber-fellowship dengan Allah. Tak terbayangkan keagungan dan kemuliaan Allah, yang sudah ada dari kekal sampai kekal dengan segala kemuliaan yang Allah miliki. Dan Allah yang Maha Mulia ini berkenan untuk ber-fellowship dengan makhluk yang disebut manusia. Dosa menutup kemungkinan manusia dapat ber-fellowship dengan Allah. Tetapi puji Tuhan, Allah mengutus Putra Tunggal-Nya untuk menghidupkan manusia. Itulah sebabnya, menjadi manusia yang memiliki kehormatan sekaligus anugerah, kalau kita menjadi umat pilihan. Jadi, kita ini memiliki kehormatan sebagai manusia, dan juga anugerah untuk ber-fellowship kembali dengan Allah. Banyak orang tidak memiliki anugerah seperti kita. Kita adalah umat pilihan.
Kalau orang hidup sebelum zaman Yesus, mereka tidak mendapatkan kesempatan menjadi anak-anak Allah yang bisa ber-fellowship dengan Allah sebagai Bapa. Mereka yang hidup di daerah yang tidak pernah mendengar Injil, mereka juga tidak memiliki anugerah seperti kita, atau mereka yang hidup di wilayah di mana Injil diberitakan, tetapi tidak ditentukan menjadi umat pilihan atau tidak mendapat kesempatan untuk menjadi anak-anak Allah, mereka tidak memiliki anugerah. Kita hidup pada zaman di mana Yesus sudah datang dan menebus dosa manusia. Kita ada di wilayah di mana Injil diberitakan, dan kita menjadi umat yang ditentukan untuk mendapat kesempatan untuk menjadi anak Allah.
Ditentukan menjadi umat pilihan, bukan berarti kita ditentukan pasti selamat, tetapi kita ditentukan untuk menjadi anak-anak Allah; ditentukan berstandar kudus. Sungguh tak terkira, tak terbayangkan, tak terduga, betapa hebat anugerah yang diberikan kepada kita. Kita adalah manusia keturunan Adam yang hidup di bawah bayang-bayang maut, yang sebenarnya tidak memiliki akses kepada Bapa untuk dipertemukan kembali dan ber-fellowship, tetapi oleh darah Yesus Kristus, kita mendapat akses kembali diperdamaikan dengan Allah. Jadi, ketika Tuhan Yesus berkata, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup, tidak seorangpun sampai kepada Bapa kecuali melalui Aku,” tidak boleh dipahami secara naif. Tidak boleh dipahami secara dangkal, tidak boleh dipahami hanya sekadar kita masuk surga oleh karena pengurbanan Yesus. Tetapi harus dipahami sebagai kita memiliki akses untuk sampai kepada Bapa.
Jadi, kehidupan Yesus selain menjadi teladan, tetapi Dia juga adalah model manusia yang bisa ber-fellowship dengan Allah, sesuai dengan rancangan Allah semula; “Engkau di dalam Aku, Aku di dalam Engkau, dan mereka di dalam Kita.” “Mereka” ini adalah umat pilihan yang diberi akses untuk sampai kepada Bapa. Jadi, tidaklah berlebihan kalau Tuhan Yesus berkata, “Jika engkau tidak melepaskan dirimu dari segala milikmu, kamu tak dapat jadi murid-Ku;” “Kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan;” “Kumpulkan harta di surga, bukan di bumi;” “Carilah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” Tidak berlebihan kalau Tuhan Yesus menghendaki agar fokus kita itu hanya Tuhan dan Kerajaan-Nya.
Dan juga tidak berlebihan kalau Paulus mengatakan “Bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan.” Dan banyak lagi ayat yang menunjukkan bahwa kita harus all out; sepenuhnya, tanpa batas, bottomless; tidak berdasar, habis-habisan. Karena memang demikian yang harus kita lakukan dengan sangat serius untuk mencapai sebuah fellowship dengan Tuhan sejak di bumi ini sampai di surga.
Menjadi manusia itu kehormatan, sebab hanya makhluk ini yang diberi kemampuan dan keberadaan untuk bisa bersekutu dengan Allah.