Ibarat kendaraan, struktur komponen kita itu harus benar sebab menentukan ke mana arah kita. Struktur komponen yang salah, yang rusak dalam kehidupan seseorang, pasti membawanya ke arah yang salah. Tetapi kalau struktur komponen kita benar, akan membawa kita ke arah yang benar. Struktur komponen kita ada di dalam pikiran dan perasaan kita. Itulah yang sebenarnya dikatakan di dalam Alkitab sebagai tselem. Allah memiliki pikiran dan perasaan. Tentu tselem-Nya Allah itu sempurna sehingga tidak mungkin Allah berbuat salah, tidak mungkin Allah berbuat salah karena tselem-Nya sempurna. Manusia diciptakan untuk memiliki tselem seperti Dia. Makanya firman TUHAN mengatakan, “Baiklah Kita mengasah.” Dalam teks aslinya, mengasah artinya mendandani (fashion) agar manusia memiliki tselem dan demuth.
Demuth adalah keserupaan dengan Allah. Allah berbicara kepada bala tentara, khususnya serafim dan kerubim. Manusia dirancang memiliki struktur komponen yang benar agar serupa atau berkualitas seperti Allah. Dan kalau itu terwujud, jalannya dengan Allah seiring, dan di situlah Allah memiliki kesukaan atau kebahagiaan, yaitu kalau memiliki makhluk yang seiring dengan Dia di dalam pikiran dan perasaan-Nya. Sehingga dalam semua keputusan selalu seiring dengan Allah. Manusia ini sebenarnya mau dikloning oleh Allah punya pikiran dan perasaan-Nya, tetapi kualitasnya harus lewat proses.
Tuhan berkata, “Jangan makan buah ini, buah pengetahuan tentang yang baik dan jahat. Kamu makan buah ini, mati kamu. Kamu ke jurusan yang salah.” Karenanya dalam memahami pohon pengetahuan yang baik dan jahat dan pohon kehidupan, harus secara dewasa. Ada 2 jenis pohon, buah pohon yang dimakan oleh fisik dan buah pohon yang dimakan oleh jiwa. Karena bangsa Israel adalah bangsa primitif dan budak di Mesir selama 430 tahun, maka mereka tidak akan bisa memahami kebenaran yang mendalam seperti yang kita tahu sekarang. Mereka hanya tahu kalau taat berkat, tidak taat laknat. Tetapi kalau itu kita lihat dengan kacamata kebenaran umat Perjanjian Baru, kita harus memahami bahwa dua pohon tersebut menggambarkan satu input yang bukan dari Allah—yaitu pohon pengetahuan yang baik dan jahat—dan input yang dari Allah—yaitu pohon kehidupan.
Sebagaimana namanya—pohon kehidupan—maka seseorang akan hidup apabila ia ada dalam persekutuan dengan Allah, sebab di luar Allah tidak ada kehidupan. Mereka mengonsumsi buah yang bukan bersumber pada Allah, maka pikirannya berubah. Tapi kalau buah dari pohon kehidupan, mereka akan memiliki kehidupan, bukan standar baik atau jahat. Sebab dalam rancangan Allah, manusia bukan mencapai target apa yang baik atau yang jahat, tidak. Targetnya adalah sepikiran dan seperasaan dengan Allah. Maka sebenarnya 10 hukum yang diberikan itu tidak perlu kalau manusia tidak jatuh dalam dosa. Kalau manusia selalu seiring seperasaan dengan Allah, bukan saja tidak melanggar moral, melainkan setiap tindakannya presisi, tepat.
Jika komponennya benar, maka manusia punya kemuliaan Allah, moralitas kesucian Tuhan. Sekarang kita sudah diselamatkan, yang dalam hal ini artinya punya struktur komponen yang benar, pikiran perasaan yang sudah diperbaiki. Makanya Paulus dalam 2 Korintus 10:5 mengatakan, “Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus.” Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan. Allah pun membutuhkan sarana, yaitu peristiwa hidup bagi orang yang mengasihi Dia. Tidak untuk semua orang, tapi bagi yang mengasihi Tuhan. Gereja harus menghadirkan hadirat Allah, menyengat, sehingga jemaat bisa merasakannya dan berkata, “Aku mau berurusan dengan Allah, aku mau mengasihi Allah.”
Jadi struktur komponen ini, pikiran, perasaan kita harus dibarui. Karenanya di Roma 12:2 dikatakan bahwa kita harus mengalami pembaruan pikiran terus-menerus. Karena ini yang membuat arah kita benar. Banyak orang tidak pernah serius memikirkan ke mana arah hidupnya. Yakin saja kalau mati masuk surga. Pertanyaannya, bagaimana kita tahu kalau struktur komponen kita rusak? Sederhana, perhatikan apa selera kita? Selera hidup kita menunjukkan kesehatan struktur komponen kita, sebab orang yang diperbaiki terus komponennya akhirnya akan berkata, “Hanya Engkau yang kuingini, Tuhan.”
Banyak orang tidak mengerti, pokoknya percaya Yesus, selamat. Padahal arti kata percaya adalah menyerahkan diri kepada objek yang dipercayai untuk dibentuk sesuai kehendak-Nya. Sampai tingkat tertentu kita bisa merasakan kalau dunia ini bukan rumah kita. Itu tidak bisa dibuat-buat karena itu adalah cita rasa kita. Dengan demikian kita bisa mencintai Tuhan, rindu bertemu dengan Tuhan, dan kematian pun jadi tidak menakutkan lagi.