Tidak bisa dibantah bahwa percaya adalah tindakan, bukan sekadar keyakinan di dalam pikiran. Hal ini dikemukakan dalam Injil dengan sangat jelas, juga dalam beberapa kejadian atau fragmen, seperti misalnya dalam Matius 19:16-25 mengenai orang kaya yang gagal menjadi orang percaya, yang gagal mengikut Yesus karena tidak berani memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Yesus. Di dalam Lukas 14:33, Tuhan Yesus mengatakan, kalau seseorang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat mengikut Yesus, tidak dapat menjadi murid-Nya. Juga di Lukas 9, ketika ada tiga orang mau mengikut Yesus, masing-masing orang mendapat syarat. Jadi Yesus tidak serta merta langsung berkata, “Ayo, mari, ikut Aku.” Bukan seperti itu. Tetapi Yesus mengatakan, lakukan ini dahulu, baru boleh ikut Aku.
Bukankah Petrus, Yohanes juga harus meninggalkan perahu dan jalanya untuk mengikut Yesus? Matius, pemungut cukai yang tadinya bernama Lewi, harus meninggalkan meja cukainya untuk mengikut Yesus. Orang kaya di dalam Matius 19 itu tidak berani memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Yesus, sehingga ia gagal untuk mengikut Yesus. Dia tidak berani menjual segala miliknya dan membagikannya kepada orang miskin. Ini berbeda dengan Zakheus, yang memberikan separuh dari hartanya kepada orang miskin, dan jika ada orang yang pernah dia peras, dia kembalikan empat kali lipat. Di dalam Matius 19:23-26, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga.” Ingat, sukar sekali. “Sekali lagi, Aku berkata kepadamu, ditegaskan lagi, “lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.”
Yesus ulangi dan tegaskan lagi. Ia tandaskan lagi pernyataan itu. Ketika murid-murid mendengar hal itu, maka sangat gemparlah mereka dan berkata, “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” Yesus memandang mereka dan berkata, “Bagi manusia, hal itu tidak mungkin. Tetapi bagi Allah, segala sesuatu mungkin.” Sejatinya, ini ayat bukan hanya untuk orang kaya, namun untuk siapapun; baik itu kaya, setengah kaya, orang miskin, atau sangat miskin. Hal ini hendak menunjukkan betapa sukarnya masuk surga itu. Hampir semua orang juga ingin kaya, termasuk murid-murid-Nya. Mereka ikut Yesus karena mereka mau mengubah nasib dan berharap Yesus menjadi raja dunia versi mereka yang juga versi manusia pada umumnya. Mereka berpikir kalau mengikut Yesus itu berarti ada jaminan hari tua. Jadi ketika Yesus mengatakan hal itu, maka gemparlah para murid. Gempar berasal dari kata eksplesso, yang artinya tercengang, bingung, kewalahan, kagum.
Lalu ada satu kata di dalam bahasa Yunani yang tidak muncul di sini, σφόδρα (spodra), yang artinya exceedingly, extremely, greatly, very much; ekstrem, sangat bingung, sangat kewalahan, sangat heran, sangat tercekam. Kenapa demikian? Karena mereka tidak menduga hal itu. Tentu Kerajaan Surga yang mereka konsepkan di dalam pikiran mereka saat itu tidak seperti yang dimaksud Yesus, lalu mereka menjadi sangat heran. Hal ini menunjukkan betapa sulitnya seseorang masuk surga. Yang dalam konteks hidup umat pilihan, hal itu menunjukkan betapa sulitnya menjadi orang yang dimuliakan bersama dengan Yesus, atau betapa sulitnya menjadi anak-anak Allah yang masuk anggota keluarga Kerajaan Surga di mana Yesus menjadi yang sulung di antara banyak saudara.
Jadi, kalau kita membaca Injil Matius 5, 6, 7, Yesus bicara mengenai Kerajaan Surga, dalam hal ini konteksnya itu bukan hanya masuk surga, namun dimuliakan bersama Yesus. Sayangnya, banyak orang tidak tahu ini. Itulah sebabnya Yesus berkata, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari hidup keagamaan ahli Taurat dan orang Farisi, kamu tidak masuk surga.” Itulah sebabnya standar yang dikenakan untuk orang percaya adalah sempurna seperti Bapa. Maka kalau kita membaca Alkitab, dari pernyataan-pernyataan Tuhan Yesus itu proyeksinya adalah menjadi anggota keluarga Kerajaan, dimuliakan bersama dengan Yesus dan menjadi anak-anak Allah.
Karena itu, hal ini bukan hanya soal “tidak masuk neraka, lalu masuk Surga.” Bukan demikian. Disini banyak orang salah. Jadi, kita jangan punya asumsi yang salah dan mempersepsikan keliru hal masuk surga itu. “Pokoknya tidak masuk neraka, sudah.” Bukan. Konteks Perjanjian Baru adalah konteks manusia yang dikembalikan ke rancangan Allah semula dan memerintah bersama Yesus, bukan diperintah. Kalau menggunakan kalimat lebih ekstrem, menjadi orang-orang yang akan duduk di takhta-takhta. Bukan satu takhta, melainkan takhta-takhta. Tentu ini bukan takhta-Nya Bapa atau Tuhan Yesus. Jadi ada kekuasaan serta kemuliaan yang diberikan kepada orang yang bersama dengan Tuhan Yesus yaitu mereka yang berkualifikasi seperti Yesus.