Bagaimana kita bisa mengatakan seseorang memiliki iman yang benar? Apakah cukup dengan dia mengatakan, “Aku percaya Yesus?” Sementara kita tidak tahu percayanya itu bagaimana. Sebab percaya harus dengan perbuatan. Selanjutnya, perbuatan seperti apa yang menunjukkan bahwa seseorang betul-betul percaya Tuhan? Dengan sikap hati yang bagaimana ia melakukan semua itu? Siapa yang tahu bahwa kelakuannya itu benar? Apa karena ia membantu orang miskin? Bagaimana kalau orang non-Kristen yang berbuat begitu, apakah berarti dia punya iman? Lalu, apa perbedaan orang yang percaya Yesus dan yang tidak percaya Yesus dalam perbuatannya? Sama-sama menolong orang miskin, lalu bedanya di mana? Inilah misteri kelahiran baru.
Di dalam 2 Korintus 13:5, Paulus mengatakan, “Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji.” Ternyata, percaya kepada Tuhan Yesus itu tidak murahan. Kalau dulu orang percaya kepada Tuhan Yesus harus menaruh lehernya, kehilangan keluarga, kehilangan hak kewargaan negara, bisa mati di kandang binatang buas, bisa mati dipancung. Hari ini tidak perlu ada pengorbanan begitu. Lalu, apakah berarti jadi murahan? Itu masalahnya. Di alam pikiran hampir semua orang beragama, termasuk orang Kristen, telah terpeta sebuah sistem. Dan sadar atau tidak, yang paling berperan adalah pendeta, pembina rohani, gereja, sejak masa kecilnya. Peta yang dimiliki tersebut sering justru lebih banyak pengaruh dari agama-agama sekitar. Maka kalau pendeta atau pembina rohani tidak belajar Alkitab dengan benar atau tidak menggali kekayaan Alkitab dengan benar, itu sangat berbahaya.
Mari sekarang kita persoalkan, apa itu hamba Tuhan? Di gereja-gereja pada umumnya, khususnya gereja karismatik, telah terbangun, terpeta bahwa yang namanya hamba Tuhan adalah pendeta dan aktivis. Di luar itu dianggap bukan hamba Tuhan. Pendapat ini, sangat merusak peta berpikir yang benar. Dan sejatinya, pengajaran yang seperti ini banyak membangun cara berpikir yang salah. Lalu pertanyaanya, bagaimana mengubah hal ini? Luar biasa sulit. Memang kita melihat banyak hamba Tuhan atau aktivis yang baik, tapi kenyataanya saat mereka menghadapi masalah tertentu yang menyinggung hatinya atau mengganggu ketenangannya dan bahkan melukai hatinya, maka reaksi yang ditimbulkan bukan reaksi anak Tuhan. Yang terjadi justru reaksi anak dunia. Maka tidak ada jalan lain, kita harus berjalan dalam roh dan kebenaran yakni ibadah yang tidak dibatasi oleh ruangan, waktu, dan sistem.
Kalau di Barat, kekristenan berhadapan dengan filsafat, tetapi di Timur, kekristenan berhadapan dengan agama-agama dan berbagai aliran kepercayaan yang mistis. Oleh sebab itu, jangan heran kalau di Indonesia ini, gereja yang “laku” itu gereja yang mistis. Akibatnya peta berpikir jemaat rusak. Jemaat minta didoakan supaya usahanya maju, padahal dia tidak kerja keras. Tidak bisa, bahkan kita doakan pun percuma. Namun karena mistik, mereka tetap percaya. Apalagi kalau hamba Tuhannya punya pengalaman spektakuler masuk alam roh, pasti lebih laku. Filsafat dunia dan berbagai agama tersebut membangun peta berpikir keberagamaan yang bertentangan dengan Alkitab. Dan ternyata tidak sedikit gereja dan pendeta membuat sistem berpikir yang tidak sesuai dengan sistem berpikirnya Tuhan Yesus.
Mereka memakai ayat-ayat dalam Perjanjian Lama yang sangat kedagingan, dan dicocokkan dengan kebutuhan hari ini. Padahal seharusnya, umat Perjanjian Baru belajar ucapan Tuhan Yesus. Mestinya yang diajarkan itu doa Bapa Kami, tapi yang mereka ajarkan adalah doa Yabes. Memangnya, urusan apa kita dengan Yabes? Urusan kita itu sebenarnya dengan doa Tuhan Yesus, bukan Yabes. Kita harus menjadi orang yang berani taruh nyawa. Kita sudah berada di medan laga. Kita tidak sendang membutuhkan hansip yang baru belajar pegang pistol, tetapi jenderal. Yang baginya nyawa sudah tidak berharga lagi karena sudah diserahkan untuk kepentingan Tuhan. Jadi, kalau orang belum memandang kita beda atau aneh, berarti kita belum menjadi Kristen yang benar. Namun pesan ini harus diingat: kita bisa kelihatannya sama, tapi harus berbeda.
Tidak ada jalan lain untuk meluruskan kemerdekaan dari peta berpikir yang salah kecuali Yohanes 8:31-32, “Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Sistem agama yang terpeta dalam pikiran banyak orang Kristen menjadi halangan kebenaran diajarkan. Jangan sombong, semua kita harus mau berubah. Kita harus terus merasa miskin di hadapan Tuhan, supaya kita menggali kekayaan firman. Untuk ini kita harus memiliki peta baru yang dikehendaki oleh Tuhan. Untuk memiliki peta baru, seseorang harus mengalami kelahiran baru dan pertobatan terus-menerus.