Orang yang tidak menghayati dengan benar singkatnya hidup ini, bahwa ia ada di dalam perjalanan waktu yang pasti ada ujungnya dan tidak tahu kapan ujungnya, adalah orang yang pasti: Pertama, tidak memiliki sikap berjaga-jaga yang proporsional. Kedua, tidak menghargai kesempatan-kesempatan yang tidak ternilai, yang Allah berikan untuk mempersiapkan diri bagi hidup kekalnya. Buktinya, banyak orang yang angkuh dan sombong di hadapan Tuhan, terutama mereka yang memiliki kedudukan dan kekuasaan. Apalagi kalau orang tersebut juga sukses dalam hal materi. Pada umumnya mereka tidak mempersoalkan kekekalan. Dari pernyataan-pernyataannya, dia tidak punya kegentaran terhadap hal-hal kekekalan. Dia pikir dirinya itu makhluk yang hari ini mati, besok dikubur, selesai. Dia lupa kalau dirinya adalah makhluk kekal yang harus mempertanggungjawabkan, bukan hanya perbuatan, melainkan juga setiap kata yang diucapkan.
Semua kita harus menghadap takhta pengadilan Allah. Kalau Tuhan Yesus berkata, “Setiap kata yang diucapkan seseorang, harus dipertanggungjawabkan,” maka betapa kita tidak boleh sembarangan hidup. Kalau kita tidak sungguh-sungguh mengelola hidup ini terkait dengan singkatnya waktu hidup dan kesempatan-kesempatan yang Tuhan berikan untuk mengalami proses perubahan, maka kita pasti akan gemetar di hadapan pengadilan Tuhan. Kuasa gelap akan membuat kita memiliki damai semu, ketenangan semu. Apalagi kalau kita sudah biasa menyelesaikan masalah dengan baik; masalah hukum, masalah yang terkait aparat keamanan, masalah perusahaan, masalah keluarga dan lain-lain. Tanpa sadar kita bisa menjadi tinggi hati dan merasa semua bisa dilewati dengan mudah.
Memang kita bisa melewati semua masalah dalam hidup ini, tetapi kalau di hadapan pengadilan Tuhan, kita tidak bisa sembarangan. Jangan lawan Tuhan! Orang mau sombong apa? Walaupun dia cantik dan ganteng, kaya, kuat, tetapi semua akan berakhir. Sampai akhirnya dikubur, jadi tengkorak, tinggal tulang-belulang. Namun, bagi mereka yang tidak kaya, tidak berkedudukan, tidak punya nilai lebih di mata manusia, itu pun bisa sombong. Mungkin tidak sombong di hadapan manusia terang-terangan, tetapi ketika seseorang tidak merendahkan diri di hadapan Tuhan, tidak merasa membutuhkan Tuhan, sejatinya ia sombong. Maka, kita harus bertumbuh terus dalam penghayatan terhadap betapa singkatnya hidup kita di bumi ini.
Betapa tidak berartinya manusia dengan 70-80 tahun masa hidup. Lalu, setelah itu lenyap, seperti uap, demikian firman Tuhan. Kiranya kesadaran ini membuat kita bisa berkata, “Aku memerlukan Engkau, Tuhan, lebih dari napas dan darah di dalam tubuhku, aku membutuhkan Engkau, Tuhan. Apa artinya aku memiliki semuanya,tetapi tidak memiliki Engkau, Tuhan.” Setan akan mencoba mengusahakan kita untuk selalu menunda pertobatan, yang akhirnya kita membatalkan pertobatan untuk selamanya. Setan bisa saja menyuntikkan ide dengan pikiran, “Masih ada waktu untuk berubah.” Begitu kita punya kebiasaan menunda, maka kita tidak akan sanggup untuk bertobat karena kita tidak punya irama pertobatan yang benar sejak muda.
Setan membuat kita memiliki hati yang makin hari makin tidak lentur. Jangan kita berpikir bahwa bertobat hari ini sama dengan 5 tahun ke depan. Pasti itu berbeda. Apalagi kita hidup di dunia dengan segala pengaruh jahatnya. Seseorang akan sampai pada tingkat point of no return; titik tidak balik. Itu waktu yang ditunggu setan, titik di mana kita tidak bisa berubah. Terlalu duniawi, terlalu materialistis, serta keinginan-keinginan daging yang kuat. Kalau seseorang sudah punya irama yang salah, hari tuanya dia akan tetap di irama itu. Apalagi kalau soal konsep berpikir yang terkait dengan selera jiwa, pastinya tidak akan mudah berubah. Selera rohaninya lemah karena yang dia pikir hanya tentang kenikmatan hidup, entah itu kedudukan, entah itu uang, entah itu kehormatan, apa pun. Maka, ia sampai tidak bisa lepas dari itu; point of no return.
Hidup ini harusnya kita jalani seperti naik sepeda pada umumnya, bukan sepeda sirkus yang bisa mundur. Kita akan terus maju dan naik sampai titik point of no return, atau turun, makin jahat sampai point of no return. Masalahnya, waktu kita makin menurun, kita sering tidak sadar. Semua dirasa baik-baik saja. Setan juga berbisik, “Kamu bukan orang jahat. Kamu orang baik. Aman saja. Kamu sudah memberi persembahan ke gereja, kan? Kamu sudah ke gereja, kan? Berarti kamu sudah lahir baru.” Padahal Tuhan menghendaki kita untuk bertumbuh terus dan makin hari makin sempurna. Sebab kehidupan orang pilihan, standarnya adalah seperti Kristus. Setiap hari harus ada peningkatan demi peningkatan.
Ketika seseorang tidak merendahkan diri di hadapan Tuhan, tidak merasa membutuhkan Tuhan, sejatinya ia sombong.
Maka, kita harus bertumbuh dalam penghayatan terhadap
betapa singkatnya hidup kita ini.