Yohanes 3:16
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,
supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa,
melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Dalam hal ini, kata “Yang Tunggal” bukan berarti “satu-satunya.” Tunggal, monogenes, itu juga bisa berarti “satu-satunya yang istimewa, yang unik, yang tidak sama dengan yang lain.” Dialah yang menjadi model dari Anak Allah yang berkenan. Dan kata “percaya” juga bukan hanya yakin bahwa Dia adalah Tuhan dan Juru Selamat. Kalau hanya begitu, naif dan bodoh. Sebagaimana kalau kita percaya kepada seseorang, maka kita bukan hanya memercayai statusnya dan keberadaannya, melainkan harus ada urusan dengan dia yang di dalamnya harus diikat dengan kepercayaan itu. Seperti seorang atasan kepada bawahan, atau sebaliknya; seorang pembeli dengan penjual, misalnya. Ada kaitan, ada kegiatan.
Kalimat “setiap orang yang percaya kepada-Nya” berarti kalau kita percaya kepada Yesus, kita harus mengikuti yang Tuhan Yesus katakan: “Ikutlah Aku.” Di sepanjang Injil, kita akan mendengar kalimat itu: “Ikut Aku.” Hal ini juga dibahasakan oleh Paulus di Filipi 2, “Memiliki pikiran, perasaan Kristus.” Jadi, kalau percaya kepada-Nya, artinya hidup kita harus mengikut Dia dan kita harus mempertaruhkan seluruh hidup kita untuk belajar mengenakan hidup-Nya. Sebab Allah memberikan Anak-Nya yang istimewa ini, bukan hanya sekadar menebus dosa kita, melainkan juga untuk menjadi teladan kita.
Dan Dia menjadi aithios, pokok keselamatan yang menggubah kita. Lagu hidup kita dahulu kacau, dan Tuhan dengan kehebatan-Nya menggubahnya menjadi simfoni yang indah. Berapa banyak lagu yang bisa diciptakan Tuhan? Sebanyak manusia. Setiap orang bisa menjadi simfoni yang indah. Tidak ada satu manusia yang sama dengan manusia lain, tidak ada simfoni yang sama. Semua simfoni hidup yang digubah oleh Roh Kudus melalui Tuhan Yesus adalah simfoni hidup yang indah. Karena Yesus sendiri telah menjadi simfoni yang indah. Kalimat “supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa” berarti hanya satu yang membuat orang tidak binasa, yaitu kalau ia bersekutu dengan yang menciptakan hidup. Dan hanya Yesus yang bisa menjadi jalan, “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup.”
Bapa tidak bisa bersekutu dengan orang yang hidupnya berantakan. Maka, yang percaya itu tidak binasa; memperoleh persekutuan dengan Allah. Kalimat “memiliki hidup yang kekal” bukan hanya bicara panjangnya hidup karena tertuju pada kata kekal, namun hidup kekal bicara soal kualitas hidup. Sebab bicara kekekalan, terpisah dari Allah; itu juga kekal. Tapi dalam ayat ini, hidup kekal adalah hidup dalam persekutuan dengan Allah. Dan betapa luar biasa jika dalam mengenal Yesus, kita bukan hanya mengenal secara pengetahuan, melainkan mengenakan hidup-Nya untuk kita kenakan. Dan itu adalah satu-satunya yang membuat senyum Tuhan.
Menjadi tugas kita untuk berjuang agar membuat senyum Tuhan. Kita sering kali mendengar bahwa keselamatan itu anugerah, gratis, sampai kita lupa ada tanggung jawab di dalam keselamatan. Adam diberi Eden, itu anugerah. Tetapi Adam harus mengelola Eden. Jadi, tidak ada hak tanpa tanggung jawab, tidak ada anugerah tanpa panggilan untuk memenuhi suatu tanggung jawab. Keselamatan itu anugerah, tapi harga tanggung jawab keselamatan itu adalah menjadi seperti Yesus. Barulah kita bisa melihat senyum Tuhan di ujung waktu kita.
Tidak cukup menjadi orang baik, karena kita harus sempurna. Karena hanya itulah yang menyenangkan Dia. Responi renungan ini dengan melakukan perubahan, mengubah rutinitas hidup supaya kita mencapai kehidupan yang membuat senyum Tuhan. Setiap hari berlatih, berusaha untuk membuat senyum Tuhan. Kalau gagal, minta ampun, ulangi lagi, selalu lihat dan berurusanlah dengan Tuhan setiap hari. Jangan anggap ringan. Carilah Tuhan. Kalau kita tidak lakukan ini, di ujung waktu nanti kita tidak melihat senyum Tuhan, dan kita pasti akan amat sangat menyesal. Berapa banyak waktu kita yang telah kita sia-siakan? Kita harus mulai sekarang untuk berubah.
Kalau kita hanya menyenangkan diri sendiri, sejatinya kita mencelakai diri kita sendiri. Padahal ketika kita menyenangkan Tuhan, Dia akan menyenangkan kita, Dia akan mencukupi kebutuhan kita, dan tidak mempermalukan kita. Kita hanya punya satu kali kesempatan hidup, dan hidup ini singkat. Mari kita gunakan hidup kita untuk mengasihi Tuhan. Apa yang kita miliki—semua prestasi, harta, kekayaan—akan kita lepaskan. Bahkan nyawa kita sendiri tidak bisa kita pertahankan. Hanya kalau kita mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan, maka kita memiliki Dia. Dan setiap air mata kita yang mengalir menjadi keharuman di hadapan Tuhan.