Skip to content

Sesuai Komando-Nya

Saudaraku,

Inilah hal yang terpenting dalam hidup, yaitu mengasihi sesama. Sebab dengan melakukan perbuatan baik baik—sesuai dengan komando-Nya—sejatinya seseorang mengukir keindahan dalam hidupnya. Tuhan Yesus sendiri menyatakan bahwa inilah hukum yang kedua—yang dikatakan sama dengan hukum yang pertama—yaitu kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mat. 22:37-40). Oleh sebab itu kita tidak boleh memandang rendah perbuatan baik seseorang hanya karena dihubungkan dengan teks Alkitab bahwa perbuatan baik tidak menyelamatkan. Banyak orang tidak mengerti firman tersebut, oleh sebab itu kita tidak boleh mengenakannya pada mereka. Kita harus adil dan fair, tidak boleh mengukur orang dengan ukuran kita.

Sebagai umat pilihan yang mengenal Allah yang benar, haruslah kita mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi. Kasih kepada Allah ini diwujudkan dengan melakukan hukum-Nya. Jiwa dari hukum adalah kasih, yaitu melakukan segala sesuatu sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan. Bukan hanya sekadar berbuat baik sesuai hukum yang dikenal manusia pada umumnya, melainkan selalu melakukan segala sesuatu sesuai dengan “komando” Tuhan. Kalau hanya berbuat baik, belumlah standar anak-anak Allah yang harus berjalan seirama dengan Dia. Bagi mereka yang tidak mengenal Juru Selamat, asal dapat memperlakukan sesamanya dengan baik, itu sudah cukup, sebab perbuatan mereka terhadap sesamanya yang membutuhkan pertolongan, itu sama dengan perbuatan terhadap Tuhan sendiri (Mat. 25:31-46; Rm. 2:12-15).

Kesalahan banyak orang Kristen adalah tidak memahami hal ini tetapi menggantikannya dengan hanya percaya kepada anugerah dalam Tuhan Yesus Kristus, seakan-akan dengan memercayai fakta sejarah pengurbanan Tuhan Yesus Kristus sudah memperkenan hati Tuhan. Dalam hal ini seakan-akan Tuhan cukup dipuaskan kalau seseorang menjadi pengikut Kristus dengan memercayai sejarah-Nya. Hal ini didasarkan pada pernyataan kitab suci bahwa keselamatan bukan karena perbuatan baik (Ef. 2:1-10). Ayat-ayat ini harus dipahami dengan benar, supaya slogan “only by grace” (Latin. sola gratia) tidak disalahartikan. Perbuatan baik tidak menyelamatkan, sebab memang hanya kurban Kristus yang memikul dosa semua manusia yang dapat menyelamatkan kita. Tetapi setelah mengenal kurban Kristus, orang percaya harus sempurna seperti Bapa. Sempurna seperti Bapa berarti bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Menolak berusaha untuk melakukan kehendak Bapa berarti menolak keselamatan.

Saudaraku,

Dalam suratnya kepada jemaat Efesus, Paulus sendiri mengakui bahwa dirinya adalah orang jahat (Ef. 2:1-3), padahal dalam tulisannya yang lain ia mengaku bahwa ditinjau dari hukum taurat dirinya  “tidak bercacat” (Flp. 3:6). Bagaimana kita memahami hal ini? Kita harus memahami bahwa tulisan Paulus di Efesus 2:1-10 bukan menyangkut hukum taurat yang tertulis, melainkan sikap hati yang tidak sesuai dengan kesucian Tuhan. Jadi, kalau ditinjau dari perbuatan baik menurut hukum memang ia tidak bercacat, tetapi kalau ditinjau dari kesucian Tuhan maka ia seorang “pendosa” atau bahwa keadaannya masih meleset dari standar kesucian Tuhan. Setelah ia mengenal “cara Allah menyelamatkan” manusia, maka ia menyadari bahwa perbuatan baiknya tidak menyelamatkan (Ef. 2:8-9). Kebaikan menurut taurat bukanlah kebaikan yang memenuhi kesucian Allah yang ideal. Tuhan Yesus telah mati di kayu salib menebus dosa, artinya walau manusia orang berdosa tetapi diterima sebagai anak-anak Allah tanpa mempersoalkan keadaannya yang tidak memenuhi standar kesucian Tuhan.

Kita diselamatkan oleh karena iman. Kata iman di sini berarti memercayai cara Allah menyelamatkan manusia, bukan melalui perbuatan baik, sebab perbuatan baik tidak bisa menebus dosa. Setelah hidup dalam “percaya” terhadap cara Allah menyelamatkan, maka selanjutnya kita harus berusaha dan terus belajar untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah. Tentu apa yang dikehendaki oleh Allah lebih dari sekadar melakukan hukum. Sebagai contoh, Abraham yang diperintahkan menyembelih anaknya, ia melakukannya dengan patuh. Sejatinya, itulah yang disebut iman (Yak. 2:21). Selanjutnya, Yakobus juga menulis bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati (Yak 2:26).

Setelah beriman seseorang harus melakukan apa yang diingini oleh Tuhan atau melakukan segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah; bukan sekadar melakukan hukum; suatu kebaikan sesuai dengan selera Tuhan (Ef. 2:10). Perhatikan kalimat “untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Perbuatan baik yang dikehendaki oleh Allah adalah perbuatan baik yang dipersiapkan Tuhan. Kata “yang dipersiapkan” adalah proetoimazo (προετοιμάζω), artinya perbuatan baik yang inginkan oleh Allah dalam standar-Nya. Hal ini menunjuk pada kualitas perbuatan seperti tindakan Allah sendiri.

 

Teriring salam dan doa,

Dr. Erastus Sabdono