Skip to content

Sesegera Mungkin

 

Sebagai orang yang beretika, kalau kita punya utang, kita mau agar kita dapat segera membayar utang itu. Rasanya kalau belum bisa membayar utang atau kalau kita belum mengembalikan barang yang kita pinjam, kita tidak atau belum tenang. Ini bicara soal utang atau pinjam barang. Kalau bicara mengenai cita-cita atau keinginan tertentu, biasanya orang ingin apa yang dicita-citakan segera tercapai, keinginannya segera didapatkan, sehingga yang lain menjadi tidak penting. Jadi, apa yang dia pandang bernilai bagi dirinya—apakah itu cita-cita atau suatu keinginan—maka ia ingin segera diperoleh. Diusahakan tidak ditunda, segera. 

Mengapa untuk menjadi anak kesukaan Allah kita tidak bersikap seperti itu? Sesegera mungkin dan rasanya jiwa kita tidak tenang sebelum kita capai atau kita peroleh. Menjadi renungan kita yang benar-benar serius, kapan kita sungguh-sungguh menjadi anak-anak Allah yang berkenan di hadapan-Nya? Kapan? Apakah kita masih menunda? Apa yang mestinya kita harus capai sesegera mungkin? Sebab menghadap tahkta pengadilan Allah itu tidak bisa ditunda, bisa setiap saat jantung kita berhenti berdetak dan kita harus menghadap. Jadi, mengapa kita tunda? Mengapa harus nanti? 

Jika ada dosa, jika ada kesalahan, bukankah darah Yesus membasuh? Kalau kita berbuat dosa, kita mengakui dosa itu, kita minta ampun dan Tuhan pasti mengampuni. Mengapa tidak segera kita selesaikan? Tentu setelah kita minta ampun, kita harus benar-benar meninggalkan dosa tersebut atau hal yang dapat melukai hati Tuhan. Siapa pun kita, bisa meleset. Begitu banyak masalah yang kita hadapi, begitu banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, banyak persoalan berat di mana hal ini sering membuat kita tergoda untuk fokus terhadap kebutuhan atau persoalan-tersebut. Kita bergumul, bagaimana kebutuhan ini bisa selesai dalam waktu cepat? Bagaimana persoalan yang kita hadapi bisa selesai sesegera mungkin? 

Tapi kita tidak sungguh-sungguh berambisi untuk mencapai kehidupan yang benar-benar berkenan kepada Allah Bapa sesegera mungkin, secepat-cepatnya. Puji Tuhan, hari ini kita diingatkan. Maka sekarang kita mau mengambil keputusan, apa pun yang terjadi, terjadilah. Kalaupun kita harus jatuh, kita jatuh di tangan Tuhan. Tetapi yang penting bagaimana kita berkenan kepada-Nya. Jatuh di sini bukan jatuh dalam dosa, melainkan jatuh dalam berbagai masalah dan kesulitan. Jadi mau jadi, jadilah; namun bukan berarti kita tidak bertanggung jawab dan asal-asalan. Entah bagaimana, tetapi yang jelas kita ada di tangan Tuhan, karena di situ ada kepastian. 

Jadi, artinya yang penting bagaimana sesegera mungkin kita menjadi anak-anak Allah yang berkenan di hadapan Tuhan. Seperti utang yang harus kita bayar. Dan memang, firman Tuhan mengatakan dalam Roma 8, “Kita adalah orang-orang berutang, bukan untuk hidup menurut daging, tetapi menurut Roh.” Kita sebagai pemburu Tuhan, ayo jangan tunda hal ini. Yang lain bisa ditunda, bahkan dibatalkan, terserah. Tapi kalau menjadi anak kesukaan Allah, jangan ditunda. Menjadi anak kesukaan Allah itu mutlak, lebih mutlak dari pekerjaan, jodoh, anak, keturunan, rumah, mobil, dan semua fasilitas. Menjadi anak kesukaan Allah mutlak, lebih mutlak dari apa pun, karena bagi kita Allah adalah segalanya. Melayani Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus merupakan kemutlakan satu-satunya. 

Betapa luar biasa kalau kita menjadi anak kesukaan-Nya, di mana nama kita ada di hati Tuhan. Mintalah kepada Tuhan dan berperkaralah. Masalahnya, bagaimana kita bisa memiliki nama di hati Tuhan? Kalau kita mau nama kita ada di hati Tuhan, maka kita harus membuang semua kekasih hidup kita. Sejujurnya, kadang kita tidak sadar, kalau kita masih punya kekasih, kebanggaan, kesenangan, atau harapan-harapan. Sebagai seorang hamba Tuhan, kita berharap nanti punya gedung gereja sendiri, punya sekolah tinggi teologi, dan lain sebagainya, yang ternyata itu pun jadi ‘kekasih hati’ kita. Tuhan tidak ingin kita punya dambaan lain. Dambaan kita hanya Tuhan.

 

Mari, kita berjuang agar nama kita ada di hati Tuhan. Kalau nama kita ada di hati Tuhan, maka nama-nama orang yang kita kasihi akan ikut terbawa di situ. Ini luar biasa. Dan kalau kita punya nama di hati Tuhan, kita seperti punya akses masuk ke dalam hati-Nya, sehingga kita boleh mengerti apa yang Dia rencanakan dalam hidup kita. Tidak ada sesuatu yang kita khawatirkan. Kita mau sungguh-sungguh memburu Tuhan agar nama kita ada di hati Tuhan. Maka, yang pertama, tinggalkan semua kekasih; jangan ada apa pun dan siapa pun yang menjadi kekasih kita. Yang kedua, jangan merasa memiliki apa pun selain Tuhan. Sejujurnya, kita sering merasa masih memiliki sesuatu. Padahal ketika kita merasa tidak memiliki sesuatu, sejatinya, kita merdeka.