Sejatinya, setiap kita merindukan hidup di dalam berkat Tuhan; berkat jasmani, tetapi terutama berkat rohani di mana kita semakin hari semakin dewasa rohani, semakin layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Tetapi hal itu tidak akan terwujud di dalam hidup kita kalau kita tidak menjadi kekasih Tuhan. Maka kita harus sungguh-sungguh menjadi sekutu Tuhan, bukan seteru Tuhan. Mari kita memeriksa diri sendiri, di mana posisi kita. Apa pun dan bagaimanapun keadaan kita hari ini ini, jangan sampai itu menenggelamkan hidup kita, mengharubirukan perasaan kita. Yang harus membuat kita benar-benar fokus adalah apakah kita sudah menjadi kekasih Tuhan atau belum. Seharusnya, semakin kita tua, semakin kita menjadi seperti kanak-kanak di hadapan Allah.
Di satu sisi, kita makin tidak takut menghadapi hidup. Dan itu tidak bisa dibuat-buat; natural. Ketika kita melihat ganasnya hidup, menemukan tragisnya hidup di bumi ini, dan terutama ketika kita menghayati betapa dahsyatnya kengerian terpisah dari Allah, maka kita menjadi seperti kanak-kanak di hadapan-Nya. Dan bisa mengatakan dengan tulus, “Hanya Engkau yang kubutuhkan. Engkau lebih dari cukup, Tuhan. Jangan sampai aku merasa kurang untuk suatu hal kecuali Engkau. Untuk yang lain, aku merasa cukup karena aku memiliki Engkau. Lebih dari cukup. Apa pun masalah dan kebutuhanku pasti terjawab di dalam Engkau. Bahkan keadaan yang paling buruk yang kualami, bukan menjadi keburukan kalau aku berjalan bersama-Mu.”
Banyak orang sombong, tapi mereka tidak menyadari kesombongannya. Memang tidak mengucapkan, tapi sikapnya terhadap Tuhan itu sombong. Hari ini mereka merasa aman dan nyaman. Mereka bisa menepuk dada dan berkata, “Aku tidak peduli siapa pun, juga Tuhan.” Tapi suatu hari mereka akan tahu bahwa tidak ada yang mereka butuhkan kecuali Tuhan. Sejatinya, kita tidak perlu menunggu meninggal dunia dan membuktikan bahwa yang kita butuhkan hanya Tuhan. Sejak kita hidup di bumi kita sudah harus berkata, “Yang kubutuhkan hanya Tuhan.” Jadi, kalau kita tidak sungguh-sungguh melekat dengan Tuhan, percuma kita ke gereja. Didoakan pendeta sehebat apa pun, percuma. Kita harus mulai belajar jika kita berurusan dengan Tuhan, seakan-akan kita tidak punya doktrin atau konsep teologi apa pun, sebab kita hanya mau bertemu dengan Tuhan secara nyata.
Kalau Dia sungguh-sungguh ada, kita mau mengenal-Nya dari perjumpaan itu. Abraham tidak pernah sekolah teologi. Tokoh-tokoh iman tidak pernah membaca buku teologi. Tapi mereka bisa berjumpa dengan Allah dan menjadi kekasih-kekasih Tuhan. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa mengalami itu? Percayalah bahwa hanya Tuhan yang kita butuhkan. Dia hidup dan Dia lebih dari cukup, apa pun keadaan kita hari ini. Jika kita bersama dengan Tuhan, maka kita pasti tidak akan tenggelam. Sering Tuhan membawa kita pada keadaan-keadaan yang benar-benar kita merasa tidak ada jalan keluar, tetapi kita memandang Tuhan dan berkata: “Aku tak dapat jalan sendiri. Tuhan, pegang tanganku ini, lindungi aku. Aku tidak punya kebaikan yang membuat aku patut menerima pertolongan, perlindungan-Mu. Tapi belas kasihani aku. Kalaupun aku hancur, aku hancur di tangan-Mu.”
Di situlah kita benar-benar berurusan dengan Tuhan. Namun jika tidak sungguh-sungguh, tidak bisa. Orang yang mendua hati jangan berharap dapat sesuatu. Ini sama dengan kalimat yang mengatakan “Kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan.” Gereja, pendeta, siapa pun tidak bisa menolong, kecuali kita sendiri dengan sungguh-sungguh mencari Tuhan. Pengalaman dengan Tuhan itu memiliki rentang waktu yang panjang, perjalanan yang tidak terbatas. Jadi sekarang, mari kita benar-benar berjuang mencari Tuhan, menemukan Tuhan, dan menempatkan diri kita secara benar di hadapan Allah, dan menempatkan Allah secara patut dalam hidup kita, sehingga kita menjadi kekasih Tuhan.
Sejujurnya, belum semua orang percaya sudah menjadi kekasih Tuhan. Banyak yang masih mengikat hatinya dengan dunia, masih menyentuh dosa. Padahal Tuhan benci dengan dosa sekecil, sehalus apa pun dosa itu. Tetapi memang kalau kita memeriksa Alkitab, standar orang yang berkenan di hadapan Allah itu melakukan kehendak Bapa, seperti Yesus (Mat. 7:21-23, Mat. 3:17). Orang yang tidak melakukan kehendak Bapa, pasti tidak menjadi kekasih Bapa. Kita jangan bermental blok dan berpikir bahwa hanya orang yang memiliki karunia khusus yang bisa melakukan kehendak Bapa. Semua kita harus bisa dan dimungkinkan bisa, karena roh yang ada pada kita sama dengan roh yang ada pada Yesus.