Skip to content

Senyum-Mu di Ujung Waktu

 

Pernahkah kita membayangkan, betapa indahnya kalau nanti kita bertemu dengan Tuhan Yesus, kita berhadapan dengan Bapa, kita melihat senyum Tuhan. Betapa luar biasa. Dan itu adalah hadiah terindah dan termahal yang kita terima setelah perjalanan panjang hidup kita di bumi ini berakhir. Percayalah bahwa kemuliaan surga dan keindahan Kerajaan Surga tidak akan melebihi senyum Tuhan terhadap kita. Dan Ia pasti memberikan kepada orang yang tepat. Tidak mungkin salah, karena Allah Maha Tahu. Kebalikan dari senyum-Nya adalah murka-Nya. Namun, ironis, sangat sedikit orang percaya yang merindukan hadiah ini. Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa kita tidak menginginkan senyum Tuhan di ujung akhir hidup kita? Yaitu ketika kita setiap hari tidak menginginkan melihat senyum-Nya. 

Sejujurnya, kita hanya mau menikmati senyum kita sendiri, gelak tawa, dan kesenangan kita, tapi kita tidak sungguh-sungguh mau menikmati perasaan Tuhan yang disukakan oleh perilaku dan sikap hati kita. Banyak orang yang hanya menyanyi mau menyenangkan Tuhan, tetapi tidak sungguh-sungguh menyenangkan Tuhan dalam kehidupannya. Dan kalau kita memiliki kehidupan seperti ini, tidak sungguh-sungguh mau menyenangkan hati Tuhan setiap saat, maka kita benar-benar celaka. Kita menghina, meremehkan, dan tidak menghormati Tuhan. Kita dicengkeram dengan segala kesenangan, keindahan dunia, gemerlap dunia, dan materi.

Mari kita perkarakan hidup kita hari ini, apakah kita melihat senyum Tuhan? Mungkin ada yang balik bertanya, “Bagaimana saya bisa melihat senyum Tuhan? Tuhan tidak kelihatan.” Itu berarti pasti ia tidak menemui Tuhan. Kalau Tuhan berkata, “Daud hidup di hadapan-Ku,” itu berarti Daud tahu kapan dia mendukakan Allah, kapan tidak. Jika dia mendukakan hati Allah, dia bertobat. Maka, dia bisa berkata di Mazmur 139, “Selidiki aku, kenali aku, apakah jalanku serong,” artinya “apakah aku mendukakan Engkau dengan cara hidupku yang salah, Tuhan?” Istri yang mencintai suami, pasti ia melayani suami, dan berdandan untuk suaminya; maka kalau kita mencintai Tuhan, kita harus berdandan setiap hari untuk Tuhan. 

Kita akan memeriksa diri kita, kalau-kalau ada hal yang mendukakan hati Tuhan. Dalam kesibukan yang begitu padat dan hebat, kita tidak boleh lupa berdandan di hadapan Allah. Sebab kalau tidak, itu pengkhianatan. Sejatinya, semua pelayanan harus dimulai dari menyenangkan hati Tuhan, baru melakukan semua kegiatan. Coba, apakah kita memperkarakan? Jangan-jangan, sedikit sekali yang memperkarakan, yang benar-benar membuka hatinya untuk mendengar suara Tuhan, yang berusaha untuk menangkap apa perasaan Tuhan terhadap diri kita sendiri, apakah ada senyum Tuhan terhadap diri kita atau tidak. Dari kesetiaan kita memeriksa diri untuk mengetahui ada senyum Tuhan atau tidak, maka kita baru bisa menemukan senyum Tuhan di ujung akhir hidup kita. 

Kalau kita tidak setia dari sejak dini, dari waktu ke waktu, jangan harap kita dapat melihat senyum Tuhan di ujung waktu hidup kita nanti. Tidak ada dadakan senyum Tuhan. Yang ada adalah “Aku tidak kenal kamu.” Kalau Tuhan melihat perilaku kita yang indah setiap hari dan kita berkenan di hadapan-Nya, pasti Tuhan menyambut kita masuk rumah kekal-Nya. Sejujurnya, sebagian besar kita tidak berurusan secara serius dengan Tuhan. Dan mengerikannya, Tuhan seakan-akan tidak terganggu. Jadi dengan membaca renungan ini, sadarlah, bertobatlah, jangan sombong. Jangan sampai nanti kita dibantai malaikat, diseret ke dalam api kekal karena kesombongan kita. 

Kalau kita menjaga perasaan Tuhan, pasti kita berusaha untuk tidak melukai hati Tuhan. Jangan kita merasa tidak melawan Tuhan hanya karena tidak absen ke gereja; atau aktif sebagai hamba Tuhan. Padahal yang Tuhan perhatikan adalah menit ke menit dari waktu hidup kita, dari perilaku, kebiasaan kita. Maka jangan tidak berubah. Jangan sampai kita merasa asing terhadap wajah Tuhan. Karena setiap orang pasti memiliki hubungan yang khusus, yang istimewa, dan harus menemukan wajah Tuhan bagi dirinya secara khusus. Jangan melihat wajah Tuhan terhadap orang lain, tapi wajah Tuhan terhadap diri kita sendiri. 

Ya, kita sadar bahwa kita belum sempurna, kita juga melihat banyak perilaku kita yang tidak membuat Tuhan senyum. Dan kita tentu sedih membayangkan bagaimana ke depan nanti. Ingatlah, kalau seseorang benar-benar hidup benar di hadapan Allah, membuat senyum Tuhan, maka hidupnya pasti akan menggarami orang lain. Tapi kita masih punya kesempatan. Mari, berubahlah agar kita dapat melihat senyum-Nya di ujung waktu hidup kita nanti.