Skip to content

Selalu dalam Hubungan dengan Tuhan 

 

Allah yang adalah Bapa mendidik kita, Yesus yang adalah Guru kita juga mendidik, mengajar kita, bagaimana kita menempatkan diri dengan benar di hadapan Allah, dan menempatkan Allah secara patut di dalam kehidupan kita di segala tempat dan dalam segala perkara. Itu baru namanya bertuhan. Setelah Tuhan memproses hidup kita, baru benar-benar kita bisa menghayati firman yang mengatakan, “Baik kamu makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah.” Dan betapa asyiknya hidup seperti ini. Orang yang tidak pernah masuk ke dalam kawasan hidup atau dinamika hidup seperti ini, mungkin curiga; apakah ada jenis gaya hidup seperti itu? Ada. Yang akhirnya, setiap kita memiliki kekhasan, keunikan dalam berinteraksi dengan Allah, yang tidak sama dengan yang lain.

Sama seperti seorang ayah yang punya beberapa anak, pasti ada hubungan khas dan unik antara sang ayah dengan masing-masing anak tersebut. Dan sang ayah bisa menikmati atau memiliki kebanggaan atau kebahagiaan atas setiap anak tersebut secara berbeda-beda karena masing-masing memiliki keberadaan yang berbeda-beda juga. Maka, setiap anak menjadi istimewa bagi sang ayah. Kita adalah orang-orang yang sungguh-sungguh sangat istimewa. Bahkan mungkin kita dalam keadaan cacat fisik, dalam kekurangan, tidak memiliki IQ yang cerdas, tetapi setiap kita pasti punya keistimewaan yang tidak dimiliki yang lain. Sebagai seorang ibu rumah tangga, jangan merasa sudah terkubur dalam kegiatan rumah tangga dan merasa kurang berarti dibanding suami yang memiliki karya-karya yang terhormat di mata manusia. Atau membandingkan dengan ibu-ibu karier yang memiliki karya-karya dalam kariernya. 

Semua kita itu istimewa dan memiliki tempat yang bisa dinikmati oleh Tuhan, asal kita menempatkan Tuhan di tempat yang tepat. Interaksi, relasional, hubungan kita dengan Tuhan bukan hanya waktu kita ada di ruang doa melipat tangan, menekuk lutut, atau pada waktu di gereja mengikuti liturgi, namun dalam setiap keadaan dan kegiatan, kita berinteraksi dengan Allah. Dan Allah berinteraksi dengan kita melalui kegiatan kita itu. Pasti ada proyek-proyek di mana kita bisa melakukannya untuk Tuhan, dan Dia bisa mencium persembahan pelayanan kita. Di tengah-tengah kesibukan mengurus rumah tangga, kita punya beberapa waktu berdialog dengan ibu tetangga, memberi penguatan, penghiburan. Karena kita menjadi wakil Tuhan untuk merawat dan melawat perasaan; dan Tuhan bisa menikmati. 

Apa pun yang kita lakukan harus selalu dalam hubungan dengan Tuhan. Maka kita harus menempatkan diri kita benar di hadapan Allah, artinya kita harus selalu dalam kesadaran bahwa kita adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah, yang dikehendaki untuk hadir hanya untuk kesukaan Sang Khalik. Kalimat ini sangat filosofis dan juga abstrak, tapi ketika masuk di dalam pikiran kita dan kita berkata, “Aku mau melakukannya,” maka Roh Kudus akan menjelaskan. Bukan dengan kalimat, namun dengan kejadian-kejadian hidup. Bagaimana kita sebagai ciptaan, melakukan karya-karya untuk menyenangkan Sang Pencipta. Namun ironis, seorang pendeta, belum tentu melayani perasaan Bapa. Sebab ia hanya menjadikan semua kegiatan pelayanan itu sarana untuk aktualisasi diri, kesenangan diri sendiri, kehormatan di tengah-tengah kehidupan jemaat dan di media sosial. Orang seperti itu tidak menyenangkan Tuhan. 

Walau kita bukan pendeta, bukan fulltimer gereja, tapi wholehearted untuk Tuhan, artinya kita adalah fulltimer untuk Allah. Yaitu apabila, baik kita makan atau minum atau melakukan sesuatu, kita lakukan untuk Tuhan. Sehingga kita bisa merasakan bagaimana hidup kita ini dimiliki Tuhan. Kegiatan kita adalah pekerjaan Tuhan, bahkan hidup kita adalah pekerjaan Tuhan. Keluarga, bisnis kita pun pekerjaan Tuhan. Dan itulah hamba-hamba Allah yang sesungguhnya; bukan hanya mereka yang bergelar pendeta, tapi tidak sepenuh hati memberikan diri bagi Tuhan. Di dalam rencana-rencana Allah itu, kita dinikmati oleh Tuhan. Kita dimiliki oleh Tuhan, menjadi perwakilan Tuhan, dan hidup kita menjadi keharuman di hadapan Allah. 

Dan jika demikian, maka Tuhan juga untuk kita, dan kita memiliki kehidupan dalam keabadian yang tidak terbatas. Itu luar biasa. Tidak dibutuhkan wajah cantik atau tampan, tapi kita harus menjadi bunga mawar harum yang ditanam Tuhan di Bumi ini, yang suatu hari akan dipetik Tuhan dan ditanam di taman abadi-Nya. Tapi kalau kita tidak memancarkan keharuman di Bumi bagi kemuliaan Allah, maka kita tidak akan memancarkan keharuman di kekekalan. Bertobatlah, jangan hidup wajar seperti manusia lain. Hiduplah wajar di mata Allah, walau di mata dunia kita dinilai tidak wajar. Baik kita makan atau minum atau melakukan sesuatu, lakukan untuk kemuliaan Allah.