Skip to content

Sebanyak-banyaknya

Matius 22:37 berkata, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.” 

Kalimat-kalimat di dalam pernyataan Tuhan ini sangat penting, karena ini adalah hukum yang terutama. Di balik kalimat ini, sebenarnya Tuhan membuka ruangan yang tidak terbatas di mana kita bisa masuk ke dalamnya dan menemukan kekayaan Allah yang tidak terbatas. Coba kita renungkan bahwa Allah sebenarnya tidak membutuhkan apa-apa dan siapa-siapa, karena Allah memiliki segala sesuatu. Tentu kekayaan Allah melampaui apa yang dapat kita pikirkan, tetapi kalau Allah membuka diri untuk mau menikmati kita, ini berarti Allah mau, Allah berkenan, “seakan-akan” membutuhkan sesuatu, dan sesuatu itu adalah cinta kita, kasih kita. 

Kalau seseorang masih merasa membutuhkan sesuatu, apa pun itu, berarti dia belum mengenal Allah secara benar. Orang yang mengenal Allah akan menemukan satu titik kehausan, dan ia merasakan bahwa kehausan itu hanya dapat diisi oleh Tuhan. Jadi, bukan omong kosong, bukan sekadar perkataan kalau pemazmur berkata, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau, tidak ada yang kuingini di bumi.” Pemazmur pasti sudah sampai kepada titik kehausan dan kesadaran bahwa kehausan itu hanya bisa diisi oleh Tuhan. Maka, pemazmur juga bisa berkata, “Seperti rusa merindukan sungai yang berair, demikian jiwaku merindukan Engkau.” Kiranya Tuhan menolong kita untuk tidak hanya mengucapkan kalimat ini secara muluk-muluk, melainkan dengan satu penghayatan yang benar, walaupun memang belum sempurna. 

Sejatinya, demikianlah kebenaran itu bahwa memang ada kehausan dalam jiwa kita yang hanya bisa dipenuhi atau dipuaskan oleh Tuhan. Ingat, orang yang dapat sampai pada kehausan seperti ini adalah orang yang sudah belajar menjalani hidup dengan meneguk berbagai kesenangan, dan yang akhirnya dia bisa berkata, “Hanya Tuhan yang bisa memuaskan jiwaku.” Cinta kita kepada Tuhan tidak akan bertepuk sebelah tangan, karena Tuhan yang membuka diri dan berkata, “Kasihilah Tuhan Allahmu.” Tentu ini bukan sembarangan, karena Tuhan Yesus menyampaikan apa yang Allah kehendaki. 

Betapa mengerikannya, kalau di 70-80 tahun umur hidup ini, kita dipenuhi dengan berbagai keinginan, membangun berbagai selera sampai tidak memiliki keinginan terhadap Tuhan, tidak mampu mencintai Allah dan kemudian sampai lewat waktu, akhirnya kita kehilangan satu-satunya kesempatan yang sangat berharga ini selama-lamanya. Jangan sampai kita menjadi seperti orang kaya di Lukas 16 yang berkata, “Bapak Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.” Ujung jari, setetes, tetapi dia sudah kehilangan kesempatan. Selagi masih hidup di bumi, jangankan setetes, sejatinya, sebanyak apa pun kita bisa meneguk semua yang Allah sediakan. 

Kekayaan yang bisa kita teguk sebanyak-banyaknya adalah Tuhan sendiri. Kalau kita mengenal Allah yang benar dengan benar, akhirnya ada kehausan dalam jiwa kita. Selanjutnya, kita memiliki kesadaran bahwa yang kita butuhkan ternyata hanya Tuhan. Allah memberi diri-Nya untuk kita nikmati. Kalau Tuhan mengatakan, “Segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi,” itu adalah harga yang harus kita bayar. Itu pertaruhan yang harus kita penuhi. Ingat, pertaruhan itu tidak dipenuhi oleh Allah; tetapi kita yang harus memenuhinya. Demikian juga firman Tuhan mengatakan, “Kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan,” berarti kita harus mencintai Tuhan 100% atau tidak usah sama sekali. Masalahnya, banyak orang Kristen yang tidak serius berkata, “Apa-apaan ini? Masa kita tidak boleh punya kesenangan sebagai manusia? Seekstrem, sefanatik itukah?” Ya, karena Tuhan yang bicara, “Kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan.” 

Pemazmur tidak sekadar omong kosong dan berkata, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau, tidak ada yang kuingini di bumi.” Di surga, tentu kita sudah akan memiliki Dia. Di bumi, ketika kita masih memiliki kesempatan memiliki apa pun dan siapa pun, tetapi kita tetap memilih untuk memiliki Tuhan saja. Itu berarti 100% perhatian kita, harus diarahkan hanya kepada-Nya.“Segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi,” itu bagian kita. Kita yang harus mengelola hati, jiwa, dan akal budi kita dengan benar.

Kekayaan yang bisa kita teguk sebanyak-banyaknya adalah Tuhan sendiri.