Skip to content

Saudara Bagi Yesus

 

Lakukanlah kehendak Bapa dan berjuanglah untuk hidup tidak bercacat dan tidak bercela! Berkomitmenlah serta bertekadlah untuk hidup suci seperti yang Dia kehendaki, maka kita akan menjadi saudara laki-laki dan saudara perempuan-Nya. Saudara yang sejati adalah sesama anggota keluarga Kerajaan Surga, bukan sekadar sesama yang beragama Kristen.

Yohanes 19:25–27 mencatat: “Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di samping-Nya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: ‘Ibu, inilah anakmu!’ Kemudian kata-Nya kepada murid itu: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.” Kita dapat membayangkan betapa tragisnya fragmen ini. Ini adalah fakta historis. Yesus meninggalkan rumah, dibaptis, lalu tidak pernah pulang, atau jarang sekali pulang. Ketika dijumpai, Yesus berkata, “Siapa ibu-Ku, siapa saudara-Ku?” Seolah-olah Ia tidak mengakui ibu dan saudara kandung-Nya. Tetapi sejatinya, jika saudara hanya sampai di bumi, apa artinya? Semua akan lenyap. Standar saudara sejati adalah di kekekalan. Akhirnya, ibu-Nya dan saudara ibu-Nya menyaksikan tragedi yang begitu besar: Anak kesayangan mereka disalib. Namun di atas kayu salib, Yesus berkata kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu,” sambil menunjuk Yohanes.

Sejatinya, yang disebut anak tidak harus lahir dari rahim kita, tetapi mereka yang membawa kita ke Kerajaan Surga. Yang disebut ibu tidak harus yang melahirkan kita, tetapi mereka yang membimbing kita kepada Kerajaan Allah. Banyak orang tua hanya menghiasi anaknya dengan pakaian, perhiasan, rumah, dan mobil, tetapi tidak membawa anaknya ke dalam Kerajaan Surga. Itu bukan ibu sejati. Betapa mulia bila kita menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah dan menjadi saudara bagi Yesus. Namun kita harus berhati-hati, jangan sampai dimanfaatkan oleh orang-orang yang hanya hidup dalam simbiosis parasitisme—yang hanya menyusahkan, selalu meminta tolong, dan menghisap. Kita memang harus memberi kesempatan, tetapi bila tidak ada perubahan, kita perlu menghentikan.

Seburuk apa pun orang di sekitar kita, selama mereka masih mau kita bimbing, kita harus bertahan. Seperti memegang duri, bahkan bola berduri, yang membuat tangan kita berdarah-darah. Tetapi dengan kesabaran, kita dapat melumerkan duri itu dan menyelamatkan orang tersebut. Jangan kita kalap hanya demi keluarga sendiri, tetapi tidak kalap terhadap pekerjaan Tuhan. Masih banyak anak yang tidak bisa sekolah, banyak orang yang menderita. Kita tidak akan pernah menyesal bila mengerti firman ini dan melakukannya. Hidup kita hanya singkat di bumi. Kita harus melakukan kehendak Bapa.

Terlalu sering kita berlebihan memerhatikan keluarga, tetapi lalai terhadap pekerjaan Tuhan. Kita membangun kerajaan yang hanya sementara, yang akhirnya roboh, tetapi tidak membawa orang lain ke dalam Kerajaan Surga. Padahal, itulah kesempurnaan di atas segala kesempurnaan. Sering kita dengar ceramah yang berkata, “Prioritas pertama adalah keluarga, bukan gereja.” Sesungguhnya, yang terutama bukan keluarga, bukan juga gereja, melainkan Tuhan! Prioritas pertama: Tuhan. Kedua: Tuhan. Ketiga: Tuhan. Keempat: Tuhan. Kelima: Tuhan. Semua Tuhan. Itulah kehormatan terbesar: menjadi keluarga besar Kerajaan Surga, selama kita mau melakukan kehendak Allah.

Bukalah hati kita untuk orang lain. Banyak orang berada dalam kesulitan. Saat kita menatap orang yang menderita, ingatlah! Walaupun ia lahir dari rahim yang berbeda dengan ibu kandung kita, Tuhan telah menjelaskan bahwa bukan soal ibu kandung yang sama atau tidak, melainkan apakah ia anggota keluarga Kerajaan Surga. Jangan lupa, kita bukanlah pemilik, kita hanya pengelola. Berikan yang patut untuk keluarga, tetapi jangan berlebihan. Dan berikan yang patut untuk Tuhan. Bagaimana caranya? Yesus berkata dalam Matius 25:40, “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”

Lazarus berada di pangkuan Abraham. Kita tidak tahu detail hidupnya, tetapi kita tahu ia orang miskin. Namun kemiskinannya tidak membuatnya masuk neraka. Sebaliknya, orang kaya yang membiarkan Lazarus tergeletak di depan rumahnya justru masuk neraka. Tuhan akan mengirim saudara-saudara-Nya kepada kita—orang-orang yang berkekurangan. Tetapi ingat, ada juga “saudara palsu” yang bisa menjebak kita. Pada akhirnya, kita semua akan mati tanpa membawa apa pun. Namun apa yang pernah kita lakukan bagi saudara Yesus—bagi “Lazarus-Lazarus” itu—akan diingat kekal di Kerajaan Bapa di surga. Kita akan pulang ke surga, tetapi sebelum itu, mari kita penuhi bagian kita!