Paulus berkata, “Kalau aku disuruh memilih hidup atau mati, aku pilih bersama Tuhan.” Sebab Paulus tahu pasti keselamatannya, bukan spekulasi, bukan untung-untungan, bukan “mudah-mudahan diterima di sisi Tuhan,” bukan. Semua ada tatanannya. Dan kalau kita mengikuti tatanan itu, maka ada kepastian. Filipi 2:12 mengatakan, “Kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar.” Artinya, kita harus merespons keselamatan yang Tuhan berikan untuk memasuki pengalaman penggarapan Tuhan atas diri kita, di dalam dan melalui Roh Kudus. Dan itu luar biasa.
Para teolog khususnya, punya potensi untuk stuck, stagnan, berhenti, karena sudah punya pengetahuan, sudah memiliki pengetahuan teologi yang cukup, punya posisi di dalam gereja, mendapatkan legitimasi dari jemaat bahwa ini pendeta; wakil Tuhan, orang baik, rohaniwan. Mereka lupa bahwa mereka tidak boleh berhenti berubah. Perubahan berhenti waktu kita menutup mata. Kita tidak boleh berhenti berubah sampai kita menutup mata. Bukan berlebihan kalau kita selalu memikirkan hal ini, karena kalau kita menunda, berarti kita terjebak siasat setan.
Masalahnya, banyak orang berpikir bahwa selalu ada waktu untuk berubah, selalu ada waktu untuk bertobat. Faktanya, dalam perjalanan hidup, ketika kesempatan demi kesempatan yang Tuhan berikan tidak digunakan, maka hati seseorang mengeras, sampai dia tidak bisa bertobat. Bahkan kalau ia tidak belajar menjumpai Tuhan dalam doa dan perjumpaan konkret, ia tidak akan sanggup percaya. Hingga nanti di ujung maut, ia mencoba untuk mencari, meraih-raih Tuhan, ia tidak mampu. Sekarang kita masih bisa berkata, “Aku percaya Tuhan.” Tuhan masih beri kesempatan untuk kita memiliki pengalaman dengan Tuhan melalui doa, pengalaman hidup setiap hari.
Dia menyertai bukan hanya karena mau melindungi dan menjaga kita, namun Dia Bapa yang mendidik, Dia Guru yang mengajar. Dan kita kagum terhadap hikmat kebijaksanaan Allah yang mengubah kita lewat berbagai peristiwa. Kalau orang Kristen baru, mereka memuji Tuhan karena kuasa-Nya, keajaiban-Nya, mengabulkan permintaan, menyembuhkan sakit, memulihkan ekonomi. Tapi Kristen yang dewasa, mulai melihat kebijaksanaan Allah yang membentuk kita.
Sebagaimana hubungan suami istri mestinya semakin hari akan saling lebih mencintai, lebih berterima kasih. Apa yang dilakukan suami terhadap istri, atau yang dilakukan istri terhadap suami membuat dia berkata, “Kamu luar biasa. Kamu luar biasa.” Tetapi karena dunia sudah rusak, menikah makin hari makin lihat bobroknya. Makin menyakitkan. Waktu seseorang kenal Tuhan, cinta mula-mula, itu belum membuat seseorang mengagumi Tuhan, sebenarnya. Tapi cintanya membara. Mestinya cintanya akan matang lewat hari, bulan, tahun, ketika melihat kebijaksanaan Tuhan membawanya kepada perwujudan keselamatan. Jadi, keselamatan itu menjadi begitu menarik, begitu berharga seiring dengan berjalannya waktu, karena kita mengalami Tuhan yang hadir dan menyempurnakan karakter kita.
Tetapi sejujurnya, dari sekian banyak orang yang mengaku percaya, tidak banyak yang punya niat betul-betul ke langit baru bumi baru. Kalau harus mati, ya matilah. Tapi tidak memiliki kerinduan untuk sampai langit baru bumi baru. Kenapa? Karena mereka tidak mengerti keselamatan itu begitu berharga. Kita harus mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar, ayat itu muncul setelah ayat di atasnya: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Jadi, mengerjakan keselamatan adalah usaha untuk memiliki pikiran dan perasaan Kristus, atau usaha untuk memiliki gaya hidup yang dikenakan Yesus: melakukan kehendak Bapa.
Dan di dalam proses menjadi serupa dengan Yesus—memiliki pikiran, perasaan Kristus—kita mengagumi bagaimana Tuhan memproses kita. Dan itulah sebabnya mengapa hidup kita menjadi menarik. Kristen yang benar, pasti punya pengalaman bagaimana proses pembentukan itu berlangsung dalam hidupnya. Maka, jangan berhenti berubah. Khususnya bagi para pendeta, jangan puas dengan apa yang telah kita capai. Perkarakan, apakah kelakuan kita serupa dengan Yesus? Seharusnya, makin hari makin melihat keindahan Tuhan. Karena Tuhan mau kita punya kemurnian, kesucian seperti Yesus. Kita kagum akan hikmat Tuhan yang menuntun kita.
Seluruh pengharapan kita, harus kita taruh di kehidupan yang akan datang, bukan di sini. Kalau kita masih mengharapkan ada sesuatu yang membuat kita bahagia dan berharga, kita pasti berkhianat kepada Tuhan. Kiranya Roh Kudus menolong kita untuk membakar keinginan, kerinduan, kehausan kita untuk tinggal di Rumah Bapa. Dunia bukan rumah kita, dan Tuhan Yesus berkata, “Kamu bukan berasal dari dunia ini.” Sampai kita berkata, “Hanya Engkau yang kuperlu, tidak ada yang lain. Engkau kuperlu lebih dari nafasku, lebih dari darahku. Dan Engkau lebih berharga dari nyawaku.” Bukan sekadar kalimat, namun harus dihayati dengan sungguh-sungguh.
Kita tidak boleh berhenti berubah sampai kita menutup mata.