Skip to content

Saat Kebodohan

 

Masalahnya, bagaimana setiap saraf-saraf dan sel-sel darah kita diisi Roh Kudus? Sehingga tidak akan ada percabulan, tidak akan ada sentuhan yang kotor, atau tidak akan ada tindakan kekerasan. Itu ekstremnya. Dan itu dimulai dari batin kita, keinginan kita. Dengan keinginan yang bersih maka tubuh kita bersih. Membersihkan tubuh kita adalah dengan cara membersihkan keinginan kita. Kalau di dalam bait Allah itu ada ruang maha kudus, maka batin kita itu harus menjadi tempat ruang maha kudus. Karena Allah ada di ruang itu, maka jangan sampai bocor. Waktu kita kumpul di meja makan atau meja kafe resto, jangan bicara macam-macam yang tidak perlu dan tidak berguna. 

Sejujurnya, sering kita tergoda untuk bicara apa yang membuat kita bocor. Dan banyak keadaan yang membangkitakan refleks dosa dalam diri kita; entah itu tersinggung, merasa terhina, dan lain sebagainya. Namun Roh Kudus pasti menolong kita dan memberitahu kapan saat-saat yang dikatakan dalam Alkitab sebagai “saat kebodohan.” Pikiran kita dengan keinginan yang tidak melanggar etika saja belum tentu Tuhan berkenan kalau itu tidak sesuai kehendak Allah, apalagi keinginan dosa. Rasul Petrus mengingatkan kita dalam 1 Petrus 2:13, “Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.”

Pernahkah kita membayangkan ada di satu situasi yang membahagiakan? Ya, hanya ada satu situasi dan tempat yang dapat membahagiakan, yaitu ketika kita bertemu Tuhan. Di sanalah tidak ada penderitaan, bukan hanya kita yang tidak menderita, namun kita juga tidak melihat orang lain menderita. Karena walaupun kita tidak punya penderitaan atau kesulitan, namun masih lihat orang punya penderitaan, kita juga tidak bahagia. Karena itu, pikiran kita harus bersih sebab kita harus menjadi juru bicara di mana Tuhan bicara. Hati kita juga harus bersih karena hati kita menjadi bejana Tuhan untuk menyentuh sesama. Mari kita benar-benar serius dengan Tuhan. Orang tua yang serius dengan Tuhan, maka anak-anak yang melihat akan mengikuti jejak orang tuanya. 

Dalam 1 Petrus 1:14 dikatakan, “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu.” Ada saat-saat kebodohan. Kita tahu kapan kita jatuh, di mana, saat mana, dalam konteks apa. Tuhan kasih kita badai. Mungkin angin dulu, lalu badai makin besar. Namun sejatinya kita tahu bagaimana mengatasi setiap gelombang itu. Jadi, pada waktu kita bersalah, kita ingat kapan kita bersalah, salah apa, dan kita harus selalu menyelesaikan secepatnya. Kalau tidak, kita bisa sakit jiwa. Kalau ada kesalahan, langsung kita berlutut, “Ampuni aku, Tuhan.”

Keinginan kita harus kita kontrol. Bagaimana bisa melakukan itu? Kita harus berada di tempat yang tepat, yaitu ada di hadirat Tuhan. Ada waktu setiap hari kita menghadap Tuhan. Dan satu hal yang membuat kita akan menang terus menghadapi ini, yaitu ketenangan dalam kesunyian. Beri diri kita waktu untuk ada dalam kesunyian bersama Tuhan. Ketika kita makin banyak dalam kesunyian bersama Tuhan, kita akan peka terhadap dosa yang kita lakukan. Sebelum berdosa pun, kita sudah mulai merasakan ada yang kurang beres. Jangan anggap ini sebuah nasihat yang hanya untuk pendeta. Semua kita harus punya waktu sebanyak-banyaknya di hadapan Tuhan dalam kesunyian, dengan demikian kita akan banyak mendapat hal yang tidak pernah kita pikirkan atau bayangkan sebelumnya.

Sebab ketika orang percaya Yesus, ada konsekuensi serius di situ. Dia harus ikut Yesus yang berarti harus hidup seperti Dia hidup dan harus jadi utusan-Nya. Dan kita harus mengalaminya sendiri. Jangan sampai nanti kita menutup mata, namun kita belum menemukan Kekasih Abadi. Kita belum mencintai Tuhan sampai rela buat apa pun untuk Tuhan. Yohanes 14 mengatakan, “berbahagialah orang yang mati dalam Tuhan, karena seluruh pekerjaannya menyertai dia.” Memang, belum setiap kita bisa dipakai Tuhan, karena mengurusi diri sendiri saja belum selesai. Kita masih gampang tersinggung, masih punya harga diri dan masih mau terhormat. Untuk itu kita mesti diproses melalui segala peristiwa hidup.

Terlalu besar, Yahweh kita. Allah semesta alam adalah Yahweh yang hidup. Suatu hari kita akan melihat kemuliaan-Nya. Jangan sombong, mari kita  kuduskan diri kita. Dan jika kita sudah hidup untuk Tuhan dan menyerahkan hidup sepenuhnya untuk Dia, maka kita akan dipelihara sampai kekekalan.