“Tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.”
Saudaraku,
Yang kedua, orang yang lemah lembut adalah orang yang tidak mendendam atau menyimpan kesalahan orang lain. Dan dalam satu penelitian didapati kenyataan bahwa kebencian yang menjadi dendam itu bisa menjadi penyakit. Bila pernyataan ini kita lakukan, maka kuasa kasih akan membuka mata kita untuk mengalami kasih Kristus yang sesungguhnya. Dan orang lain akan melihat bagaimana kasih Kristus itu diperagakan. Jadi kalau kita mengalami perlakuan yang tidak adil, pada waktu itulah kita menemukan kesempatan untuk bersaksi memancarkan kasih Kristus. Kita malah menjadikan hal negatif menjadi positif; suatu hal yang tidak mudah. Tapi kalau kita mendendam tidak akan membuahkan sesuatu.
Suatu hari kita akan dipertemukan dengan orang yang melukai kita. Dan pada waktu itu biarlah dia menemukan kasih Kristus dalam diri kita. Bila Saudara adalah seorang istri yang diperlakukan tidak adil oleh suami, ditekan, disakiti, dilukai, tunjukkan kasih Kristus, tunjukkan buah-buah hidup Saudara. Atau Saudara sebagai menantu yang ditindas oleh mertua, tunjukkan kasih dan buah hidup Saudara. Ingat ada 2 kalimat yang tidak boleh diucapkan, yang pertama, aku tak tahan lagi. Dan yang kedua, sampai kapan? Dua kalimat itu tidak boleh diucapkan. Kalau kita berkata sampai kapan, Tuhan yang tahu. Tuhan yang tahu bagaimana mengadakan terapi kesembuhan untuk karakter kita agar kita menjadi lukisan indah di mata Allah sehingga kehidupan kita diarsipkan di kekekalan.
Jadi ketika kita mendapat perlakuan-perlakuan tidak adil, semakin menyakitkan semakin hal itu menjadi lukisan semakin indah kalau reaksi kita baik. Namun kalau kita dendam, sakit hati kita simpan, kita tidak akan sembuh. Jadi dengan kita melepaskan pengampunan, melepaskan dendam, kesembuhan jiwa kita akan berlangsung. Tidak boleh ada setitik pun dendam yang kita simpan terhadap siapa pun. Dan jangan kita mengukur kesalahan orang dengan perasaan kita. Tuhan mengampuni, berarti: pertama, Ia mengampuni semua, tidak disisakan. Kedua, Tuhan mengampuni, Tuhan melupakan. Sejujurnya, kita tidak bisa lupa. Jadi maksud ‘melupakan’ adalah tidak bermaksud membalas dendam atau tidak merasakan sakitnya. Makanya kita harus bertumbuh dewasa, juga harus realistis. Waktu kita dilukai, tentu kita sakit, dan tidak dalam sekejap kita merasa sembuh. Tapi makin hari kita makin bisa melepaskan.
Sangat besar kemungkinan kita mendapatkan perlakuan yang tidak adil di tempat di mana kita berada; di rumah, di pekerjaan, pergaulan, di sekolah dan kampus, bahkan lingkungan gereja. Di sini kita dipanggil untuk menunjukan kelas kita sebagai bangsawan yang berperilaku seperti Kristus yang lemah lembut. Jadi kalau kita diperlakukan tidak adil, itu bagian dari proses dan pembuktian apakah kita benar-benar berkualitas. Ingat, emas tidak takut api. Jadi kita bersyukur kalau kita diperlakukan tidak adil. Bicara seperti ini mudah, tetapi praktiknya luar biasa karena sakit. Tetapi kalau kita mengerti kebenaran dan ingin menyenangkan hati Tuhan, puji Tuhan, kita bisa mengerti.
Semakin menyakitkan perlakuan orang, semakin kita bisa mengampuni. Kalau orang hanya membuang muka, Saudara senyum, itu bagus. Tetapi itu masih belum ada apa-apanya. Tetapi kita harus sampai seperti Yesus yang diludahi, tetapi Yesus berkata, “ampuni mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Tidak sulit mendoakan pasangan kita supaya bertobat, tetapi kita diajar Tuhan supaya berubah, supaya pasangan kita bertobat melalui perilaku kita. Oleh sebab itu, orang yang lemah lembut yang tidak mendendam dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Namun terkadang mulut kita tidak sama dengan pikiran kita. Kita itu licik, mulut kita mengampuni, tetapi sejatinya hati kita belum.
Mari kita belajar untuk bisa menang atas sikap salah seperti ini dan berusaha memenuhinya. Roh Kudus akan menuntun kita menjadi pribadi yang agung, pribadi yang mulia. Semua kita rindu hal itu. Biarpun Saudara dan saya miskin secara materi, tidak terhormat di mata manusia, tidak berpendidikan, mungkin penampilan buruk di mata manusia, tidak menutup kemungkinan dan tidak menghalangi kita bertumbuh menjadi indah di mata Tuhan. Jangan kita dibutakan oleh nilai lebih yang kita miliki, sehingga kita merasa sudah tidak perlu mendandani manusia batiniah kita. Kita mau ubahkan di sini dan hal ini benar-benar bersifat pribadi. Kiranya proses waktu membuat kita mengerti cara mengampuni dan melupakan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono