Skip to content

Pegang Tanganku, Tuhan

Saudaraku,

Masing-masing kita pasti memiliki situasi yang berbeda. Namun setiap kita pasti pernah berseru, “pegang tanganku, Tuhan.” Sejatinya, dalam rangka apa Saudara berseru demikian? Apakah karena Saudara sedang mengalami problem rumah tangga? Atau karena sedang dalam problem ekonomi, sementara yang lain sedang dalam problem kesehatan? Atau masalah-masalah lain dan kebutuhan-kebutuhan yang mendesak? Tetapi maukah kita menyerukan “pegang tanganku” dalam rangka kita harus menghadapi api kekal (neraka) atau kemuliaan kekal (ke rumah Bapa).

Coba kita fantasikan, waktu dunia ini dihujani api dan belerang dari langit, seperti kota Sodom dan Gomora yang dipilih oleh Lot karena subur seperti taman Tuhan. Suatu saat, dunia pasti akan mengalami itu. Bisa karena bencana alam—megathrust—atau karena perang. Yang mana perang modern hari ini menggunakan senjata pemusnah; yang bukan hanya membunuh manusia, melainkan menghancurkan alam dan semua ekosistemnya. Atau ketika kita di ujung maut—dimana kita sudah tidak bisa menggerakkan badan, dengan selang kanan-kiri—pada waktu itulah kita bisa menyadari, betapa kita membutuhkan Tuhan. Baru kalimat, “pegang tanganku” menjadi benar-benar bernilai tinggi.

Maka kita tidak bisa dan tidak boleh sombong. Hari ini banyak orang sombong sekali. Padahal manusia itu sangat rentan. Ya salah duduk saja, tulang belakangnya bisa cedera, bahkan lumpuh. Pembuluh darah ke otak tersumbat, maka tidak sampai hitungan sentimili, langsung tidak sadarkan diri. Sementara kita nyanyi, “Kuperlu Kau Tuhan, pegang tanganku,” urusannya hanya dunia fana. Walau masih lumayan tetap datang ke gereja, mempersoalkan pergumulan hidupnya dengan Tuhan yang memang Bapa yang baik yang mau menolong kita. Tetapi adalah menjadi berharga dan bernilai kalau kalimat doa “pegang tanganku, Tuhan” ini dikaitkan dengan kekekalan. Baru kita memenuhi yang dikatakan Tuhan, “… carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, …”

Tetapi masalahnya, kehidupan yang sekian lama terikat dengan percintaan dunia, tidak membuat ia memiliki kelenturan untuk merasa membutuhkan Tuhan, sudah terlambat. Dia bukan orang jahat, dia orang baik yang bisa amal juga. Tetapi percintaan dunia membuat dia tidak akan bisa mencapai tingkat keberkenanan di hadapan Tuhan; yang baik, yang benar dan yang sempurna. Maka kalau tidak mulai sekarang sungguh-sungguh berurusan dengan Tuhan—bertobat dan menghentikan semua kebiasaan jahat, perkataan yang sia-sia, tindakan yang sia-sia—kita pasti terlambat. Dan itu mengerikan.

Walaupun kita secara ekonomi lemah; di mata manusia, kita miskin; secara pendidikan, rendah; kita tidak terpandang; nama kita buruk atau diburuk-burukkan, namun semua itu bukan masalah. Karena kita akan menghadap pengadilan Tuhan. Kita jangan terganggu oleh apa pun, tetapi kita harus terganggu oleh keadaan kita pribadi yang belum berkenan di hadapan Allah. Kalu kita terganggu oleh sesuatu, berarti kita memberhalakan sesuatu itu. Yang penting kita bisa lewati hari ke hari. Saudara buktikan, kalau Saudara mencari Tuhan, Saudara tidak akan dipermalukan. Sekilas tadi waktu saya duduk, seingat beberapa puluh tahun yang lalu. Allah Israel, Elohim YAHWEH adalah Allah yang hidup, Allah yang nyata, yang membelah Kolsom, yang memenuhi jagad raya.

Jadi yang penting, “bisa dilewati.” Ketika kita tidak terganggu oleh masalah hidup, berarti kita memuliakan Tuhan, sebab di saat itulah kita memperlakukan Allah dengan benar bahwa Ia lebih besar dari masalah kita.  Dan ingat, ada kekekalan yang bisa kita miliki. Jadi, bukanlah kegagalan kalau hanya masalah karier, kedudukan, pendidikan bahkan rumah tangga. Kegagalan sesungguhnya adalah kalau kita ditolak oleh Tuhan di kekekalan. Ke depan kita jangan terganggu, biar kita fokus kita pada kekekalan. Jadi kalau kita berkata, “pegang tanganku, Tuhan” ini lebih dari masalah fana.

 

 

Teriring salam dan doa,

Pdt. Dr. Erastus Sabdono

 

Adalah menjadi berharga dan bernilai kalau kalimat doa

“pegang tanganku, Tuhan” dikaitkan dengan kekekalan.