Skip to content

Rela Kehilangan Hak

 

Paulus mengatakan di dalam 1 Korintus 6:19, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, – dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” Itu berarti seluruh hak hidup kita telah kita serahkan kepada Tuhan, sebab Dia telah membeli kita dengan harga yang lunas dibayar. Tentu ayat itu terkait dengan budaya zaman itu di mana masih ada perbudakan. Seorang budak, kalau dibeli oleh seorang majikan atau oleh seorang tuan, maka budak itu telah kehilangan seluruh haknya. 

Ayat itu diteguhkan dalam 2 Korintus 5:14-15, “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.” Sejatinya, kita semua telah mati untuk diri kita sendiri, artinya seluruh hak hidup kita telah habis, sudah tidak ada. Jadi, kalau kita hidup, kita hidup untuk Dia yang sudah mati untuk kita. Dan memang, betapa sulitnya kita melepaskan hak kita. Orang yang masih merasa dirugikan, disakiti, tersinggung, adalah orang yang masih merasa memiliki hak. Dan itu yang masih terjadi atau berlangsung di dalam hidup kita. 

Itu yang membuat hati kita sakit, kecewa, pahit, bahkan bisa menimbulkan dendam, kebencian, bahkan perlawanan dan percederaan. Tetapi kalau kita menerima, mengakui, dan menghayati bahwa seluruh hidup kita telah dibeli oleh Tuhan Yesus dengan harga yang lunas dibayar dan segenap hidup kita milik Tuhan, termasuk seluruh hak kita, maka hidup kita harus sungguh-sungguh dipersembahkan untuk kepentingan Tuhan. Yang dibahasakan oleh Paulus dalam Filipi 1:21, “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Inilah puncak kedewasaan orang Kristen. Dan kita semua mestinya sampai pada tahap ini. Sebab, tahukah kita bahwa ada suatu saat—suka atau tidak suka—seluruh hak kita direnggut dan harus kita lepaskan ketika hak hidup kita diakhiri.

Tetapi kalau kita sudah melepaskan hak sejak kita hidup di bumi dan menyerahkan hidup untuk melayani Tuhan, maka ketika kita meninggal dunia, tidak ada lagi hak yang perlu diambil dari kita. Sebab hak hidup kita telah kita serahkan kepada Tuhan, kemudian kita akan menerima hak, yaitu kemuliaan bersama dengan Kristus di dalam Kerajaan Surga. Namun sejujurnya, kita memiliki kekecewaan di dalam hati yang diikuti dengan kesedihan yang mendalam. Bukan karena satu faktor, ada beberapa faktor. Tapi di situ kita mulai diajar Tuhan, sebab mestinya kita tidak perlu kecewa. Kalau kita masih kecewa berarti kita masih punya hak; hak untuk menikmati perasaan. Bagi sebagian kita, hal ini rasanya jauh dicapai. Tetapi kita harus mencapai tingkat ini. Dan ini menjadi kesukaan hati kita nanti, kita merdeka. 

Memang tidak tersurat di dalam Alkitab secara eksplisit, tetapi kita tidak melihat kekecewaan Tuhan Yesus dalam segala keadaan yang dialami. Ketika Ia dikhianati Yudas, Yesus hanya berkata, “Dengan ciumankah engkau menyerahkan Aku, Yudas?” Luar biasa! Di kayu salib pun Yesus bisa berkata, “Ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Orang yang telah melepaskan hak adalah orang yang tidak mengenakan ukuran badannya ke badan orang lain. Karena ia menerima orang dengan seluruh keberadaan sesama tanpa menuntut. Kita tidak berhak menuntut sesama sesuai maunya kita, karena itu hak Tuhan. Kita bisa berharap seseorang menjadi dewasa, melakukan apa yang baik dan tepat, tapi kita tidak boleh menuntut sehingga kalau orang itu tidak melakukan yang kita ingini, kita kecewa. 

Kalau kita masih terbelenggu dengan perasaan kita, berarti kita masih memanjakan perasaan kita. Kita masih memiliki diri kita sendiri, padahal firman Tuhan berkata, “Kamu bukan milik kamu sendiri.” Sejatinya, kita punya hak memilih, namun pilihan kita hanya satu: Tuhan. Terserah Tuhan mau putuskan apa, kita ikuti. Kalau kita serius menjadi anak tebusan Tuhan, maka kita harus rela kehilangan hak. Kehidupan orang yang ditebus adalah kehidupan tidak wajar, sebab dia tidak boleh memiliki keinginan yang tidak sesuai dengan keinginan Sang Majikan. Bahkan dia kehilangan seluruh martabatnya, sebab martabat yang sesungguhnya adalah melakukan kehendak Sang Majikan. Dan betapa berbahagianya kalau suatu hari kita bertemu dengan Tuhan Yesus, yang kepada-Nya kita telah menyerahkan martabat kita dan kita hidup hanya untuk melakukan kehendak-Nya. Betapa berbahagianya!