Skip to content

Pulang Sendiri

 

Ayub 1:21

“Dengan telanjang aku keluar dari rahim ibuku, maka dengan telanjang pula aku akan kembali ke sana. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!”

Pengadilan adalah satu hal yang pasti, dan kita tidak bisa menghindarinya. Kita juga tidak tahu kapan hal itu akan terjadi—bisa hari ini, besok, atau kapan pun. Maka, kita harus benar-benar memperhatikannya agar tidak dipermalukan kelak.

Sesungguhnya, hal yang paling berat adalah mengurusi diri sendiri terlebih dahulu: jangan berbuat salah dalam setiap kata yang diucapkan, dalam setiap pilihan, tindakan, dan perilaku. Ini tidak mudah. Jika kita menganggap ini mudah, berarti kita belum sungguh-sungguh berjuang. Manusia lama kita—kedagingan kita—sangat licik. Kadang-kadang ia berbicara seperti suara Tuhan, padahal sebenarnya tidak sesuai dengan perasaan Tuhan. Terkadang kita berpikir bahwa itu adalah kebijaksanaan atau hikmat yang lahir dari pengalaman, padahal bukan. Terlebih lagi jika kita tidak serius menggumuli kesucian hidup. 

Untuk lepas dari manusia kedagingan adalah hal yang sangat sulit. Jangan menganggapnya remeh. Jika kita tidak menjaga pikiran dan perasaan kita, maka perasaan Tuhan tidak akan mengalir melalui khotbah ataupun ucapan kita. Jika saya tidak menjaga kekudusan, tidak mungkin Tuhan mengurapi saya. Sebab seseorang yang diurapi Roh Kudus, setiap katanya dapat mengubah orang lain.  

Sementara itu, dunia pun sedang berupaya merusak manusia—terutama orang percaya. Karena itu, kita harus sungguh-sungguh dalam perjalanan iman kita. Jangan tidak siap menjadi manusia. Jika hewan, cukup dengan memenuhi kebutuhan jasmaninya. Tetapi kita adalah makhluk kekal yang dirancang untuk kehidupan yang akan datang, karena Allah memang merancang manusia untuk tidak mati.  Namun karena kejatuhan dalam dosa, manusia mengalami kematian. Kehidupan yang sejati adalah kehidupan di dalam kekekalan. Maka, pertanyaan penting yang harus kita renungkan adalah: seberapa besar kita menyediakan waktu untuk sungguh-sungguh mencari Tuhan dan benar-benar diubahkan menjadi manusia Allah?

Setiap hari, kita harus bermeditasi, berjumpa dengan Tuhan, minimal selama 30 menit, serta mendengarkan khotbah. Jangan membuka hati dan pikiran terhadap dunia. Hati dan pikiran kita ibarat ladang, dan ladang itu adalah milik Tuhan. Jangan ditanami benih yang salah, dan jangan membiarkan babi hutan atau hal-hal najis memasuki ladang itu. Kita harus menjaga diri. Jangan membaca hal-hal yang tidak perlu dibaca. Jangan melihat hal-hal yang tidak perlu dilihat. Jangan mengingini hal-hal yang tidak patut diingini.

Kedengarannya ekstrem, tetapi sejatinya ini adalah standar. Tuhan berkata, “Cari dulu Kerajaan Allah. Lepaskan dirimu dari segala milikmu. Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Pikirkan perkara yang di atas, bukan di bumi. Kumpulkan harta di surga, bukan di bumi. Di mana hartamu berada, di situ hatimu berada.” 

Allah itu segalanya dan sadari bahwa harta yang sesungguhnya hanya Tuhan. Maka kita harus memiliki Tuhan. Bagaimana caranya? Hidup kita harus sesuai dengan kehendak Allah. Bagaimana agar sesuai dengan kehendak Allah? Dengarkanlah pelayan Tuhan yang benar, yang memberikan pengarahan setiap minggu atau bahkan setiap hari—melalui Doa Pagi atau berbagai media yang tersedia. Ingat! Pada akhirnya, kita akan menghadap pengadilan Tuhan seorang diri. Hari ini kita masih didampingi oleh pelayan Tuhan dan oleh Roh Kudus sebagai Parakletos, sebagai Advokat. Tetapi nanti, kita akan berdiri sendiri di hadapan pengadilan Allah.

Jadi, jangan hanyut dalam masalah-masalah hidup. Hanyutlah dengan kerinduan menjadi manusia ilahi. Sadarlah, kita adalah makhluk kekal, yang harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang kita lakukan. Kita sudah harus berkemas-kemas. Paulus pun dalam 2 Korintus 5:9-10 berkata, “Sebab itu kami berusaha, baik kami di dalam tubuh ini, maupun di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya. Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya itu, baik ataupun jahat.”