Jangan punya pilihan lain kecuali menjadi kekasih Tuhan. Kita sudah tahu kisah si Bungsu yang terhilang, tapi ternyata si Sulung juga terhilang. Si Bungsu merasa tidak puas di rumah bapaknya, dia mau menikmati segala warisan yang bapaknya bisa berikan padanya tanpa bapaknya. Ironis, banyak orang Kristen yang menikmati berkat Tuhan tanpa Tuhan. Tapi dia merasa bertuhan karena masih ke gereja. Dia beri kuota yang sangat kecil untuk Tuhan. Dia merasa kalau sungguh-sungguh dalam Tuhan, dia tidak akan sampai pada kebahagiaan maksimal karena terbatasi oleh hukum Tuhan, perintah Tuhan, apalagi mendengar kata “kesucian,” seolah-olah kata “kesucian” itu mengancam kebahagiaan hidupnya. Padahal mestinya yang benar, dosa itu mengancam kebahagiaan kita.
Kenapa orang tidak berani hidup sungguh-sungguh dalam Tuhan? Tidak berani hidup suci? Karena dia merasa akan tidak bahagia, kurang bahagia jika hidup suci. Jika urusan dengan Tuhan sungguh-sungguh, itu akan menyita kebahagiaan duniawinya. Sebab sementara dia masih hidup di dalam dunia, dia mau menikmati dunia, mumpung hidup di dunia. Ini pikiran setan. Itulah sebabnya banyak orang menikmati berkat Tuhan tanpa Tuhan. Artinya, menikmati berkat Tuhan tanpa kesucian. Seakan-akan dunia ini tidak bisa kita nikmati kalau hidup dalam kesucian. Akhirnya kita menemukan kebahagiaan semu.
Ingat, dunia akan membuat kita punya banyak, tapi tidak pernah merasa cukup. Sebanyak apa pun, kita bisa tidak merasa cukup, karena kita akan dibelenggu olehnya. Dunia akan memperbudak kita. Mestinya kita berprinsip: “Tanpa kesucian tidak ada kebahagiaan.” Sebab tanpa kesucian, kita tidak bisa menjadi kekasih Tuhan. Dan jangan pernah berpikir kalau sudah jadi pendeta, pasti jadi kekasih Tuhan. Justru banyak pendeta yang dibodohi oleh dirinya sendiri. Sudah pendeta, apalagi jika sudah terkenal, dia makin tidak jujur dengan dirinya sendiri. Dia makin tidak mengenal dirinya sendiri. Prestasi akademik sering tidak membuat mereka cukup mengenal Allah, yang ada malah kesombongan.
Kalau sudah berhadapan dengan Tuhan, kita seakan-akan tidak punya ilmu apa-apa, karena kita mau berjumpa dengan Tuhan muka dengan muka di dalam spirit. Kita mau bertemu dengan Tuhan dan mengenal Dia dari pengalaman riil. Memang kesannya mistis. Dan orang-orang teolog, orang-orang di lingkungan akademisi teologi biasanya resisten terhadap pengalaman-pengalaman subjektif seperti ini. Oleh sebab itu, pengalaman subjektif dianggap selalu buruk. Memang ada pengalaman subjektif yang buruk, tidak jujur, tetapi kita tidak bisa menghindarkan diri dari pengalaman subjektivitas. Sebab Allah adalah subjek dan kita juga subjek, yang bisa bertemu dan punya pengalaman khusus.
Merasakan kasih Tuhan bukan teori. Kalimat, “Dia sudah mati di kayu salib, Dia mengasihi aku. Oh, Tuhan, kasih-Mu besar,” itu masih fantasi. Tapi bagaimana kita berhadapan dengan Tuhan bisa hati ke hati, dan kita merasakan Dia mencintai kita dari hati kita, itu adalah pengalaman adikodrati, supranatural. Dan kita harus mengalami bahwa Dia hidup. Ini yang sulit, sebab banyak orang tidak berani membayar harganya untuk menemukan Tuhan, karena Tuhan itu seperti jarum jatuh di jerami yang begitu sulit ditemukan. Ya, Dia sulit ditemukan, tapi Dia bisa ditemukan. Tidak mungkin Dia tidak bisa ditemukan. Maka pertanyaannya adalah kenapa kita tidak mencari Dia?
Adalah bodoh kalau kita tidak berprestasi di sisa umur hidup ini; dan kita mau berprestasi dengan prestasi kekekalan. Rasakan kasih Tuhan itu. Sungguh Dia mengasihi kita; rasakan di dalam roh kita. Biarlah kita menjadi seperti kanak-kanak di hadapan Tuhan. Maka kita menjadi orang yang tidak takut menghadapi apa pun. Dia tidak menginginkan kecelakaan kita, apalagi kecelakaan kekal. Tetapi kalau kita masih mau menikmati berkat Tuhan tanpa Tuhan, itu masalah besar dalam hidup kita. Kita harus memulai hari dengan datang kepada Tuhan dan berkata, “Berjalanlah bersamaku, Tuhan.” Jangan takut, kita bisa lewati bersama. Tuhan akan taruh orang-orang yang mengasihi kita, dan lewat tangan orang yang akan meneguhkan kita, kita tidak akan jatuh, kita akan dipegang terus. Jangan merasa sendiri. Dan jangan menyesali keadaan kita hari ini. Kita masih punya masa depan.