Saudaraku,
Ketika kita belum dewasa rohani, kita memilki banyak keinginan untuk memuaskan diri sendiri. Kita merasa wajar untuk berbuat demikian, merasa berhak untuk hidup sebagaimana manusia lain juga berbuat. Tetapi setelah kita bertumbuh dewasa dalam Tuhan, kita mulai menyadari bahwa kita harus hidup hanya untuk melakukan kehendak Tuhan, artinya segala sesuatu yang kita lakukan hanya untuk kepentingan Tuhan. Inilah yang dilakukan oleh Tuhan Yesus sebagai teladan corpus delicti dimana Ia berprinsip, ““Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” (Yoh. 4:34).
Kata “makanan-Ku” dalam teks aslinya adalah broma (βρῶμα), dan dalam bahasa Inggris berarti solid food. Ini adalah makanan padat yang menunjuk makanan utama. Seseorang tidak bisa hidup tanpa makanan. Jadi, Tuhan Yesus hendak mengisyaratkan bahwa Ia hidup hanya untuk melakukan kehendak Bapa atau hidup untuk kepentingan Bapa. Tanpa hal itu berarti tidak hidup. Sebagaimana Tuhan Yesus hidup hanya untuk kepentingan Bapa, demikian pula kita hidup hanya untuk kepentingan Dia. Untuk ini kita harus mengerti apa sebenarnya kepentingan Tuhan itu.
Kepentingan Tuhan bukanlah melanggengkan agama Kristen dengan menyelenggarakan liturgi di gereja dengan segala kesibukannya. Atau berusaha untuk mengembangkan agama Kristen dengan membawa sebanyak mungkin orang menjadi orang Kristen. Sebab kegiatan seperti ini ternyata masih membuka celah bagi seesorang untuk bersikap oportunis. Kesibukan pelayanan masih memungkinkan kepentingan pribadi bisa bermain di dalamnya atau tercampur dan tersamar dengan kepentingan dan ambisi pribadi. Kepentingan pribadi itu bisa merupa harga diri atau pretise sebagai rohaniwan, kepentingan materi dan lain sebagainya.
Dalam kegiatan rohani tersebut praktik-praktik kamuflase seperti ini tidak mudah dikenali karena memiliki peluang sangat banyak untuk dapat membungkus ambisi pribadi dengan alasan-alasan keberagamaan atau alasan rohani. Tidak heran kalau banyak rohaniwan hari ini bisa memanipulasi pelayanannya untuk kepentingan pribadi tanpa dikenali oleh banyak orang. Beralasan demi pekerjaan Tuhan, mereka memperdaya banyak orang. Hal ini sebenarnya sudah dilakukan oleh para rohaniwan pada zaman Tuhan Yesus (Mat. 23:1-29). Tuhan Yesus mengecap keras pola keberagamaan yang berunsur politik agama tersebut.
Saudaraku,
Dalam sejarah bangsa Israel kita menemukan kesalahan mereka yang mengakibatkan mereka terbuang dan hidup dalam kesengsaraan di pengasingan. Mereka sering tidak memperlakukan Tuhan sebagai satu-satunya yang disembah dan mereka tidak hidup menuruti torat-Nya dengan setia. Dosa yang paling dibenci Tuhan dan mendatangkan kutuk adalah percabulan atau perzinaan rohani, dimana bangsa itu membuka diri terhadap ibadah dan penyembahan kepada ilah-ilah asing yang sangat banyak dalam kehidupan bangsa kafir di sekitar mereka di Kanaan.
Berkali-kali mereka melakukan dosa berhala tersebut dengan menyembah Baal, Asytoter, Milkom, Dagon, Asyera, Moloch dan banyak dewa lain. Tuhan memukul mereka dengan berbagai bencana, tetapi mereka sering masih mengeraskan hati dan tidak mau bertobat. Berkenaan dengan hal ini Yohanes mengingatkan umat pilihan untuk berhati-hati dengan berbagai berhala (1Yoh. 5:21). Hal ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan orang Kristen menyembah berhala. Berhala di sini maksudnya adalah sesuatu atau seseorang yang mendapat perlakuan dimana perlakuan tersebut semestinya hanya pantas diperuntukkan bagi Tuhan.
Jika tidak ada kemungkinan menyembah berhala, tentunya Yohanes tidak mengingatkan untuk berhati-hati. Jadi, kalau orang Kristen melakukan praktik ini, pasti akan ditolak Allah (Why. 21:8). Demikianlah faktanya, ada orang yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus namun ditolak oleh Allah (Mat. 7:21-23). Di pihak lain bangsa Israel juga menolak untuk dibentuk menjadi bangsa yang sesuai dengan kehendak Allah. Mereka memberi kesempatan kepada keinginan mereka sendiri, yaitu hidup tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
Hal ini sejajar dengan kehidupan orang percaya hari ini yang bisa memberi kesempatan atau tempat berpijak bagi banyak kesenangan atau Iblis, tetapi tidak memberi tempat yang pantas bagi Tuhan (Ef. 4:27). Oleh sebab itu hendaknya kita tidak berpikir bahwa orang Kristen tidak bisa kerasukan Iblis. Kerasukan Iblis bukan hanya terekspresi dalam tindakan ekstrem seperti mata mendelik, berteriak-teriak dan berbagai tindakan aneh lainnya.
Kalau seesorang tidak sepikiran dengan Tuhan berarti pasti ada yang diberhalakan. Hal ini tergantung masing-masing individu, tentu bukan karena Tuhan menyerahkan seseorang kepada Iblis untuk dikuasainya, sementara Tuhan memaksa yang lain untuk dikuasai Tuhan sendiri. Jadi, kalau ada orang Kristen yang tidak taat, tentunya ia tidak memiliki keselamatan.
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Dalam kegiatan rohani praktik-praktik kamuflase tidak mudah dikenali
karena memiliki peluang sangat banyak untuk dapat membungkus
ambisi pribadi dengan alasan-alasan keberagamaan atau alasan rohani.