Setiap kali orang merayakan Natal, mereka berpikir sedang merayakan hari kelahiran Yesus. Mirip seperti kalau seseorang merayakan hari ulang tahun. Maka, dalam merayakan Natal, yang ditekankan adalah kemeriahan atau suasana sukacita. Tentu hal ini tidak salah. Kemeriahan merayakan Natal, menghadirkan sukacita dalam perayaan Natal, bukan sesuatu yang keliru. Tetapi tanpa disadari, penekanan yang berlebihan pada kemeriahan, membuat makna Natal yang seharusnya direnungkan, dihayati, menjadi tersingkirkan. Ini terjadi di banyak tempat dan dalam waktu yang sudah lama. Tidak jarang Natal menjadi kesempatan untuk show bagi mereka yang tampil, menjadi kebanggaan bagi pendeta yang bisa menghadirkan banyak orang dalam acaranya. Banyak lagi agenda pribadi dalam perayaan dan acara Natal.
Tentu hal ini mendukakan hati Tuhan. Harus diingat, bahwa tanggal 25 Desember belum tentu tepat hari kelahiran Yesus. Sebagian orang Kristen menganggap bahwa kelahiran Tuhan Yesus tanggal 24 Desember pkl.24.00. Yang harus dipersoalkan adalah bagaimana kita benar-benar memaknai Natal, supaya saat merayakan Natal, kita merayakannya dengan tindakan, sikap, perbuatan, dan aktivitas yang sungguh menyenangkan hati Tuhan. Jadi, yang penting dalam merayakan Natal, pertama, kita mengingat kedatangan Tuhan Yesus. Yang kedua, kita menyatakan secara terbuka fakta Anak Allah menjadi manusia. Hal ini mengingatkan masalah besar yang dialami manusia. Manusia yang telah jatuh dalam dosa, sesuai Roma 3:23 “kehilangan kemuliaan Allah;” atau tidak mencapai, tidak memenuhi kemuliaan Allah, maka harus diubah.
Penyelamatan adalah perubahan. Bukan seperti yang dibayangkan banyak orang Kristen, dengan kedatangan Tuhan Yesus ke dunia, siapa yang memercayai fakta sejarah bahwa anak Allah mengenakan tubuh daging, masuk surga. Banyak orang Kristen berpikir dengan memercayai fakta kelahiran Tuhan Yesus, maka mereka terhindar dari neraka, masuk surga. Orang-orang Kristen seperti ini pasti tidak memahami maksud keselamatan itu adalah perubahan; perubahan atas karakter, keberadaan, dan kodrat manusia. Keselamatan bukan sekadar perubahan status; dimana dengan perubahan status tersebut, seseorang dengan mudahnya masuk surga. Dari status bukan anak-anak Allah, lalu karena memercayai fakta kelahiran Yesus bahwa Ia Juruselamat, statusnya berubah jadi anak-anak Allah, dan sudah merupakan jaminan masuk surga.
Ironis, ajaran yang salah ini mendarah daging di banyak orang Kristen. Keselamatan dalam Tuhan Yesus merupakan satu proses perubahan, dimana seseorang yang sungguh-sungguh memercayai Yesus sebagai Juruselamat, akan mengalami perubahan. Perubahan itu bukan tanpa perjuangan. Perubahan tersebut terjadi melalui perjuangan. Dalam kisah Natal, orang-orang yang mendengar berita Natal atau tahu adanya Raja orang Yahudi yang lahir, tetapi tidak semua dari mereka diubahkan. Herodes tahu bahwa Raja orang Yahudi lahir. Dalam Matius 2, imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, tahu di mana Yesus lahir, tetapi tidak menerima berkat Natal. Mereka tetap tinggal di Yerusalem, walaupun memberitahu Herodes bahwa bayi itu lahir di Betlehem, di tanah Yudea.
Imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi lebih menyelamatkan nyawa mereka, kehidupan mereka di bumi, daripada bertemu dengan Raja orang Yahudi yang juga adalah Mesias. Mereka tidak butuh Mesias atau Juruselamat. Berbeda dengan orang-orang Majus yang datang dari Timur. Tentu mereka menempuh perjalanan, mempertaruhkan nyawa, lalu menganggarkan biaya perjalanan. Demikian pula gembala-gembala di padang Efrata, sesuai Lukas 2. Ketika mereka mendengar berita dari para malaikat, mereka segera beranjak ke Betlehem. Tidak semua orang yang mendengar berita Natal, menjumpai Tuhan Yesus yang adalah berkat Natal itu sendiri.
Ini bisa menjadi ilustrasi dari kenyataan hidup. Banyak orang Kristen yang merayakan Natal, tetapi tidak semua berjumpa dengan Tuhan Yesus. Alkitab mengatakan, “Banyak yang dipanggil, sedikit yang terpilih.” (Mat. 22:14). Banyak yang dipanggil, artinya banyak orang diberi kesempatan mendengar Injil, menjadi Kristen, tetapi tidak otomatis masuk surga. Matius 22 ini mengisahkan tentang raja yang mengadakan perjamuan kawin. Dari orang-orang yang diundang, ada yang tidak memakai pakaian pesta. Ini menunjukkan bahwa orang tersebut tidak layak mengikuti pesta yang diselenggarakan oleh raja. Ini menunjuk Allah mengundang orang untuk masuk Kerajaan Surga. Mereka ternyata harus memenuhi syarat. Hati-hati dengan pernyataan “keselamatan tidak bersyarat” dan “keselamatan itu gratis.”
Benar, dari pihak Allah, Allah memberi cuma-cuma. Tidak menuntut amal, kebaikan, sikap kita, tanpa jasa kita sama sekali. Tetapi, anugerah ini bukan anugerah yang tidak bertanggung jawab. Kita harus memenuhi syarat atau memiliki langkah-langkah untuk menerima keselamatan. Orang-orang Majus dari timur bisa saja berbicara panjang lebar mengenai adanya bintang yang menunjukkan Raja orang Yahudi yang lahir, tetapi mereka tetap di negerinya karena pertaruhannya berat dan mahal. Tetapi, orang Majus tidak begitu. Mereka keluar dari negerinya, mempertaruhkan nyawa, menganggarkan biaya. Maka, kita juga harus keluar dari keadaan kita yang tidak layak untuk masuk surga. Kalau kita percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka kita mengikuti jejak-Nya, kita menuruti kehendak-Nya untuk kita lakukan. Dengan menuruti kehendak Tuhan, mengikuti teladan hidup-Nya, maka terjadi perubahan.
Maksud keselamatan adalah perubahan atas karakter, keberadaan, dan kodrat manusia.