Skip to content

Pertobatan

 

Kita harus mengisi hari hidup kita dengan pertobatan. Bertobat itu bukan satu kali, melainkan setiap hari ketika kita mendengar firman dan kita mendapatkan pencerahan kebenaran, lalu kita berkata, “Wah, ternyata selama ini aku salah;” itu pertobatan. Sebab pertobatan Kristen itu bukan hanya dari membunuh menjadi tidak membunuh, dari mencuri menjadi tidak mencuri. Mestinya orang Kristen sudah lewat dari perbuatan pelanggaran moral seperti ini. Itulah sebabnya mengapa Yohanes Pembaptis mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Artinya, membuat umat Israel pada waktu itu supaya bertobat, melakukan hukum sesuai dengan jiwanya, supaya mereka menghasilkan buah-buah pertobatan. Baru setelahnya, Tuhan Yesus memberi Injil yang menggarap manusia batiniahnya.

Ketika orang-orang Yahudi, pemimpin-pemimpin agama datang mau dibaptis, Yohanes Pembaptis berkata, “Hasilkan buah pertobatanmu.” Dan ketika prajurit-prajurit Roma mau dibaptis, dia berkata, “Cukupkan dirimu dengan gajimu, jangan memeras.” Jadi, secara moral umum, kita harus benar dulu. Baru Tuhan Yesus memberikan ajaran yang nilai batiniahnya tinggi. Itulah sebabnya di dalam Matius 5:17, Tuhan Yesus berkata, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Kemudian ayat 20, “Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.” 

Tuhan membawa orang percaya pada tingkat level yang lebih tinggi. Makanya pertobatan demi pertobatan (metanoia) itu nanti bisa sampai tingkat paranoia; artinya penyimpangan pikiran yang positif. Dulu kita itu punya pikiran yang sama dengan dunia lalu diubahkan oleh firman melalui pertobatan-pertobatan, sehingga cara berpikir kita diubah terus sampai kita memiliki cara berpikir anak-anak Allah (Rm. 12:2). Tidak cukup dengan KKR maju ke depan, mengaku dosa, didoakan, mungkin disertai dengan menangis. Tidak salah, namun ingat, warna dunia sangat kuat menarik kita. Sehingga orang yang telah bertobat pun, belum tentu langsung berubah. Dunia sudah jahat sekali. Maka harus ada metanoia setiap hari. 

Apakah ada di antara kita yang pernah menghadapi kenyataan, di mana kita sendiri atau orang yang kita kasihi sakit pada malam hari, sehingga kita berpikir, “Apakah sampai matahari terbit, saya masih hidup atau orang yang kukasihi ini hidup?” Sungguh suatu keadaan yang tragis. Maka, sejak sekarang bertekunlah mencari Tuhan. Jangan sampai kita masih dalam keadaan ambigu; sungguh-sungguh mau, tapi kenyataannya kita masih menyimpan dosa dan kebiasaan yang Tuhan tidak kehendaki. Kita tidak bermaksud mengkhianati Tuhan, tapi sikap hidup kita yang masih menolerir dosa menunjukkan bahwa kita tidak serius. Kita tidak bermaksud mau masuk neraka, tetapi ketika kita masih belum serius untuk sungguh-sungguh mengetahui bagaimana perasaan Tuhan terhadap keadaan kita, sejatinya kita belum sungguh-sungguh mau menjadi pengikut Yesus. 

Perubahan pikiran itu merupakan proses transformasi. Dan harus berlangsung di dalam hidup kita, harus kita alami setiap hari. Maka kita harus memetakan waktu karena waktu adalah anugerah. Kita harus punya peta perjalanan yang permanen. Jadikan setiap menit waktu kita menjadi berharga untuk membangun kehidupan rohani. Dengan cara demikian, kita menghadirkan atmosfer Kerajaan Surga di dalam hidup kita. Coba renungkan ketika dokter berkata bahwa penyakit seperti ini tidak bisa membuat seseorang hidup lama, paling lama 3 bulan, maka betapa berharganya 3 bulan itu. Mestinya kita menghayati hal ini sehingga ketika kita ada di pembaringan malam hari sebelum tidur, kita membayangkan: jika besok aku masih bangun dan memiliki satu hari yang baru, betapa berharganya hari itu. 

Dan ketika kita bangun di pagi hari, kita menerima hari yang baru, pagi yang cerah, lalu kita mulai berdoa, menyembah Tuhan, maka kita akan merasakan kebahagiaan dan ada gairah mengisi hari itu. Karena kita punya kesempatan untuk berjalan bersama Tuhan. Jangan digiring oleh keadaan, sebaliknya, kita yang harus mengatur keadaan. Kita yang mengatur keadaan dan mempersembahkannya untuk Tuhan. Kita bawa diri kita kepada suasana pertobatan terus-menerus. Ketika Tuhan mengajar Doa Bapa Kami, “…dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat,” maksudnya adalah jangan kita membawa diri kepada situasi di mana kita bisa jatuh dalam dosa. 

Walaupun tidak menutup kemungkinan Tuhan akan membawa kita ke situasi di mana kita dicobai dan bisa jatuh dalam dosa, tapi bukan kita yang membawa diri kepada situasi itu. Hal itu merupakan ujian yang meningkatkan kualitas hidup kita, tapi jangan kita yang membawa diri kita kepada pencobaan. Sebaliknya, bawalah diri kita kepada situasi di mana kita bisa mengalami kebangunan rohani, dan pertobatan. Ketika Tuhan membawa kita kepada situasi di mana kita bisa berbuat dosa, tapi kita tidak berbuat dosa, kita menang. Seperti Yesus yang dibawa oleh Roh ke padang gurun.