Skip to content

Pertobatan Umat Perjanjian Baru

 

Matius 23:27

“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.”

Yang kelima, pertobatan yang diserukan oleh Yesus dan diteruskan oleh orang percaya. Ini adalah pertobatan standar anak-anak Allah. Pada waktu Yesus mengajar di tengah-tengah masyarakat Israel, pertobatan yang diajarkan Yesus masih meneruskan sebagian pertobatan yang diserukan Yohanes Pembaptis, “Tinggalkan dosa, praktik-praktik legalistik formalitas.” Yesus pun dengan tegas menegur tokoh-tokoh agama, “Kamu seperti kuburan; di luarnya kelihatannya putih, dalamnya tulang-belulang. Bagaimana kamu bisa percaya, kalau kamu masih mencari hormat satu dengan yang lain?” Sebab mereka masih menjalankan praktik legalistik formalitas. Namun Yesus tidak membaptis, tapi murid-murid-Nya, karena Yesus membaptis dengan Roh Kudus, nanti. Ini puncak dari kerohanian seseorang. Yohanes Pembaptis berkata, “Aku membaptis dengan air, tetapi Dia yang akan datang, membaptis kamu dengan api dan Roh Kudus.” Baptisan air hanyalah tanda, ingat ini. “Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.” Ini penting. 

Jadi ketika Yesus memberitakan Injil lalu membaptis orang, ternyata Dia sendiri tidak membaptis karena Dia punya bagian khusus, itu puncak dari hidup kerohanian; kesempurnaan moral, karakter. Baptisan Yohanes adalah tanda kesediaan untuk melakukan hukum sesuai kehendak Allah, bukan karena hukum itu melainkan karena Allah; kesediaan melakukan apa pun yang Allah kehendaki. Dalam hal ini, hukum yang diberikan. Jadi, baptisan Yohanes dimaksudkan agar bangsa Israel hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Bukan demi hukum, melainkan demi Allah itu. Inilah karakteristik Abraham yang menunjukkan atau mengekspresikan imannya. Makanya kalau kita disebut anak-anak Abraham itu harus memiliki sikap seperti itu. Tapi ingat, kita harus sepikiran dan seperasaan dengan Allah. Apa pun yang kita lakukan, tidak bertentangan dengan kehendak Allah. Hidup Abraham adalah hidup hanya untuk melakukan yang Allah kehendaki. Tidak ada yang dilakukan oleh Abraham di luar kehendak-Nya. Kalau Abraham melakukan sesuatu di luar kehendak Allah, itu dosa, tetapi ternyata Abraham taat. Melalui baptisan Yohanes ini, bangsa Israel diajar untuk memiliki iman seperti moyang mereka, Abraham, yang intinya adalah bersedia melakukan apa pun yang Allah kehendaki.

Baptisan air dalam kehidupan orang percaya adalah ikrar untuk memiliki kehidupan baru seperti kehidupan Yesus, standar kesuciannya yaitu standar Yesus. Sehingga kita bisa mengerti yang dimaksudkan “dibenarkan oleh iman.” Itu bukan berarti lalu hidup kita standarnya seperti Abraham, tidak. Maksudnya adalah penurutannya yang luar biasa. Di sini, orang percaya harus lulus dulu. Maka Yohanes Pembaptis mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Kalau Yohanes Pembaptis, mengajarkannya hanya sampai pertobatan, tapi Yesus mengajarkan terus sampai kesempurnaan. Maka kita tidak bisa jadi anak-anak Allah kalau belum jadi anak Abraham. Kalau kita belum memiliki kesediaan melepaskan segala sesuatu, maka tidak bisa masuk ke level yang lebih tinggi. Banyak orang Kristen hanya sampai di level awal.

Namun fakta yang tidak bisa dibantah, banyak orang Kristen merasa sudah bertobat dan menerima Yesus di awal pertobatannya. Padahal, belum tentu mereka sudah punya iman Abraham. Yang penting, jadi orang baik. Kalau begitu, kita kembali ke Perjanjian Lama. Pertobatan mereka begitu. Orang Niniwe pun bisa berbuat itu. Jangan kita tutup mata terhadap apa yang dikatakan di dalam Injil, yaitu kesiapan hati untuk menerima anugerah. Sebab, kalau sudah masuk ke sini, proses dibaptis Roh Kudus, itu luar biasa. Roh Kudus tidak bisa memimpin orang yang hatinya belum lentur. Ingat, benih firman itu benar, tapi medianya yang menentukan benih itu tumbuh atau tidak. Maka, jangan kita melakukan kesalahan ini. Orang Kristen kalau sudah dibaptis, merasa sudah lahir baru. Padahal lahir baru bukan waktu dia dibaptis air, melainkan ketika memiliki kesediaan, terus diproses dalam pembaruan pikiran. Proses hidup baru, barulah terwujud, yaitu ketika dari hari ke hari mengalami perubahan dari kodrat dosa ke kodrat ilahi. Dalam hal ini, fungsi Roh Kudus adalah memberi kemampuan orang percaya untuk serupa dengan Yesus.

Tentu jelas, kita tidak boleh melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum atau norma umum. Tapi juga tidak cukup hanya melakukan hukum, atau tidak melanggar hukum secara norma umum tadi. Kalau hanya demi hukum, berarti kita kembali ke bangsa Israel zaman Yohanes Pembaptis yang formalitas legalistik itu. Yang penting penampilan baik, yang penting tidak kedapatan berbuat dosa. Pesan yang mau disampaikan, Yohanes Pembaptis mau berkata, “Kamu itu belum seperti nenek moyangmu, Abraham.” Abraham melakukan kehendak Allah karena Allah itu sendiri, tidak ada hukum Taurat, tetapi Abraham selalu melakukan apa yang Allah kehendaki. Setelah masuk ke sini, baru perubahan pikiran; metanoia. Lalu bisa masuk dalam proses baptisan Roh Kudus; hidup baru sesuai dengan Roh, artinya hidup baru sesuai dengan pikiran, perasaan Kristus. Kalau orang non-Yahudi masuk agama Yahudi, harus menyesuaikan diri dengan hukum Yahudi. Tapi kalau orang percaya, masuk pada pikiran dan perasaan Kristus.