Skip to content

Persiapan

 

Meninggalkan dunia adalah suatu kemutlakan yang tidak boleh dihindari oleh setiap orang percaya. Inilah harga yang harus dibayar oleh mereka yang mau memperoleh Kristus dalam hidupnya. Paulus menulis dalam Filipi 3:7–8: “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.”

Kita semua tahu bahwa dunia ini semakin rusak dan tidak bisa diharapkan lagi. Manusia rata-rata menderita. Karena itu, lebih baik kita memindahkan hati ke surga dan tidak lagi terikat dengan dunia. Jangan tertarik dengan harta atau barang dunia, kecuali bila itu berguna untuk pelayanan. Paulus menegaskan: “Aku menganggapnya sampah.” Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna dan pantas dibuang. Demikian juga hal-hal duniawi: jangan sampai kita terikat. Jika memiliki fasilitas, tidak salah, tetapi jangan melekatkan hati padanya.

Kita harus menjadi orang Kristen yang cantik rohani, bukan hanya cantik jasmani—sebab yang kekal adalah kerohanian kita. Untuk itu, kita perlu bersikap ekstrem. Kalau tidak, kita tidak akan berhasil. Saulus—yang kemudian dikenal sebagai Paulus—pada mulanya menganiaya orang Kristen, bukan karena ia jahat, melainkan karena tidak tahu. Ia merasa sedang membela Elohim Yahweh. Namun ketika Tuhan Yesus menemuinya, ia bertobat dan meninggalkan segala sesuatu. Sejak saat itu, Paulus hidup hanya untuk Kristus.

Sayangnya, banyak orang Kristen tetap duniawi. Mereka kasihan, sebab sampai usia tertentu tidak bisa berubah, sehingga tidak pernah menjadi orang Kristen yang rohani.

Kekristenan sejati yang Yesus ajarkan adalah hidup-Nya sendiri. Karena itu, jika sejak dini kita tidak meninggalkan dunia, sampai mati pun kita tidak akan bisa lepas darinya. Kita akan menjadi mempelai dunia, bukan mempelai Kristus. Ciri paling nyata dari orang Kristen sejati adalah meninggalkan dunia. Orang yang meninggalkan dunia tidak memiliki keinginan lain selain Tuhan dan Kerajaan-Nya. Mungkin karena hal ini kita ditinggalkan keluarga, sahabat, atau rekan. Tetapi kita memiliki sahabat abadi, yaitu Yesus Kristus.

Jangan sombong. Mungkin hari ini kita kaya, punya kenalan pejabat tinggi, kedudukan terhormat, dan pendidikan yang mumpuni. Kita merasa tidak ada yang perlu ditakuti. Kita sibuk dengan banyak urusan pribadi, tetapi tidak peduli pada urusan Tuhan. Jika demikian, kita akan menyesal. Mari kita memiliki satu keinginan: menyukakan hati Bapa. Hidup benar-benar tanpa melukai siapa pun. Hati bersih, pikiran bersih, ucapan benar—semua untuk menyukakan hati-Nya. Allah memberi kita kehendak bebas. Mau menghormati Dia atau tidak, mau memilih Tuhan atau dunia—semua tergantung kita.

Karena itu, kita harus memberi ruang yang sebesar-besarnya bagi Tuhan dan Kerajaan-Nya. Caranya: menjadikan Dia kerinduan kita, belajar firman, serta tidak memberi ruang bagi dunia atau hobi-hobi yang dulu mengikat kita. Menjadikan Tuhan sebagai tujuan hidup berarti kita harus meninggalkan dunia. Maka, kebiasaan sehari-hari perlu kita perhatikan. Sejatinya, kesediaan kita meninggalkan dunia adalah persiapan bagi kekekalan kita sebagai warga Kerajaan Surga.

Orang yang gagal dalam hidup duniawi biasanya lebih mudah meninggalkan dunia, karena memang tidak sempat menikmatinya. Sebaliknya, orang yang hidup dalam kenyamanan akan sering lupa.