Jangan hal yang tidak kompleks dijadikan kompleks, sementara yang kompleks kita jadikan sederhana. Padahal Alkitab berkata, “Cari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya.” Allah tidak bisa bersekutu dengan orang yang tidak tanggung jawab, yang malas bekerja, yang sembarangan bicara, yang tidak jujur, yang pikirannya kotor. Kalau kita mau menjadi kekasih Tuhan, maka kita harus membenahi diri; dan ini merupakan hal yang paling kompleks, tapi bisa asalkan kita berjuang. Kita harus mengarahkan diri kita, berusaha semaksimal mungkin dan Tuhan pasti akan menolong. Pertanyaannya, apakah kita serius dengan Tuhan? Berapa harga yang kita mau pertaruhkan?
Sejatinya, kita harus berani menyerahkan berapa pun yang ada pada kita. Baru namanya serius. Siang malam memikirkan Tuhan. Buatlah hidup kita benar dengan cara memetakan hari hidup kita; kalau tidak, kita jatuh. Setan itu tahu bagaimana cara menjerat dan menjatuhkan kita. Mari kita perbaiki diri. Kalau kita mengasihi Tuhan, kita harus serius. Kita harus sungguh-sungguh di tengah-tengah dunia yang gelap. Tuhan mencari orang-orang yang bisa menjadi kekasih-Nya. Kita berusaha bisa mencapai kesucian setinggi-tingginya yang bisa kita capai, keberkenanan hidup, seberkenan-berkenannya di hadapan-Nya. Mungkin kita belum berbuat banyak, tapi nyanyian kita dari hati yang mengasihi dan menghormati-Nya merupakan persembahan kita kepada-Nya.
Sejatinya, kita mau cari apa di hidup ini? Kalau mau menjadi kekasih Tuhan, maka siang malam nama Tuhan ada di hati dan pikiran kita. Sebagaimana nama kita juga selalu ada di hati dan pikiran-Nya. Sampai Tuhan bisa merasakan manisnya cinta kita. Tapi kalau kita masih membagi hati untuk yang lain, maka Tuhan tidak bisa menikmati. Walaupun kita selalu mengatakan, “Aku mencintai-Mu, Tuhan.” Hati manusia saja tidak rela kalau kekasihnya membagi hati untuk orang lain. Hanya saja ia tidak bisa mengetahui kedalaman isi hati kekasihnya. Tapi Tuhan bisa melihat seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya isi hati kita. Maka kita harus selalu membersihkan hati kita, membuang semua berhala di dalam diri kita. Berhala itu bukan hanya sesuatu yang menyenangkan, melainkan bisa juga sesuatu yang menyedihkan. Masalah-masalah juga bisa menjadi berhala.
Kita harus terus merontokkan, meluruhkan apa yang kita pandang membahagiakan, karena kita tidak mungkin bisa setia kalau masih ada sesuatu yang kita pandang bisa membuat kita bahagia. Sejatinya, kita pasti akan mengkhianati Tuhan. Karenanya, kita harus meluruhkannya. Tuhan tahu kebutuhan kita, walau banyak orang merasa bahwa Tuhan seperti tidak mengerti. Tuhan mendengar doa kita, tapi Tuhan tidak mau kita menjadikan kebutuhan itu sebagai berhala. Percayalah, bahwa apa yang dilakukan Tuhan itu baik. Maka kita harus belajar percaya dan tidak mencurigai-Nya. Itulah cara kita menghormati Tuhan.
Kisah Abraham dapat menjadi inspirasi bagi kita. Abraham disudutkan kepada keadaan di mana dia harus mempersembahkan anaknya. Itu sulit, tapi Abraham bisa menerima perintah Tuhan atau kebijakan Tuhan itu. Maka Abraham disebut sebagai bapa orang percaya, agar orang percaya kemudian hari, yaitu umat Perjanjian Baru, memiliki kepercayaan kepada Bapa seperti yang dilakukan Abraham. Kalau kita menjadikan Tuhan kekasih kita, maka tidak boleh ada dusta di dalam hati kita terhadap Dia. Kita harus percaya sepenuhnya, dan Dia melihat hati kita bahwa tidak ada yang berharga, tidak ada yang bernilai dalam hidup kita kecuali Tuhan. Dan juga bukan sebuah sandiwara ketika Yesus berkata, “Eli, Eli lama sabakhtani, Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Tapi Yesus mengakhiri dengan pernyataan, “Ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.”
Dalam pencarian kita akan Tuhan, usaha kita untuk mengalami Tuhan—menjadi kekasih Tuhan—kita akan masuk sebuah kawasan atau ke suatu frekuensi yaitu bagaimana perjumpaan dengan Allah di dalam masalah-masalah tertentu yang kita alami. Bagaimana Daniel memiliki pergumulan batin meyakini Allahnya, yang oleh karena kesetiaannya dia dibuang ke gua singa. Bagaimana Sadrakh, Mesakh, Abednego tetap berintegritas tidak menyembah patung yang didirikan oleh raja Nebukadnezar di lembah Dura. Dan bagaimana Abraham memercayai Allah dan mencintai Dia, sehingga merelakan yang paling dicintainya, Ishak, untuk menuruti keinginan-Nya.
Hal-hal seperti ini juga kita alami dan menjadi buku kehidupan abadi. Ini adalah pengalaman luar biasa, karena kita berurusan dengan Allah yang dari kekal sampai kekal sudah eksis, dan berkenan masuk ke dalam waktu kita, dan berhubungan dengan seorang anak manusia, yaitu kita, dan Dia serius berurusan dengan kita. Maka harganya adalah seluruh hidup kita, dan jangan sampai kita melewatkan kesempatan ini.