Skip to content

Peringatan Tuhan

Betapa beruntungnya kita yang menyediakan waktu untuk membaca Alkitab, mendengarkan khotbah dari hamba-hamba Tuhan yang memang benar-benar diberi hikmat oleh Tuhan untuk menyampaikan Firman Tuhan, karena Firman yang kita dengar menghidupkan pengertian yang murni. Orang bisa membaca Alkitab, mendengar khotbah, tetapi kalau tidak di dalam pimpinan Roh Kudus, dan Firman yang dia dengar bukan oleh pimpinan Roh Kudus, maka hal itu tidak akan menghidupkan pengertian yang murni. Dan harus diingat bahwa pengertian kita itu tidak sekaligus berkembang secara instan, melainkan lewat proses bertahap, seakan-akan kehidupan kita yang mencari Tuhan tidak mengalami perubahan yang berarti, tetapi lewat proses panjang. 

Ketekunan yang dilakukan dalam waktu sekian tahun, baru kita bisa benar-benar melihat perbedaannya. Sejatinya, pemberitaan Firman Tuhan yang benar itu memuat peringatan-peringatan. Entah kita sadari atau tidak, kita sering mendengar peringatan-peringatan itu. Apakah bicara mengenai waktu kita yang singkat, kekekalan yang dahsyat, mengerikannya terpisah dari hadirat Allah, atau kuasa kegelapan yang mengancam. Peringatan-peringatan tersebut menghidupkan pengertian yang murni, dan pasti hidup kita menjadi tidak ceroboh. Kita bisa menyaksikan orang-orang yang hidup dengan sembrono dan tidak memedulikan kekekalan. Walaupun tidak mau masuk neraka, tetapi mereka mengarahkan diri ke api kekal. Tentu tidak ada orang yang mau masuk neraka. Tetapi, mereka tidak mau memperkarakan hidupnya dengan Tuhan. Tidak memiliki pengertian yang murni, karena tidak pernah mendengar peringatan-peringatan. 

Kegentaran yang kita miliki sekarang harus sudah ada dalam suasana itu. Menarik suasana hari penghakiman dan kebinasaan orang-orang fasik di dalam perenungan dan penghayatan kita tidaklah mudah. Atau menarik suasana di hadapan pengadilan Tuhan dan mengerikannya keterpisahan dari Allah untuk kita bisa hayati bukanlah sesuatu yang mudah. Tetapi pengertian yang murni akan memampukan kita menghayati hal tersebut. Dan kalau kita mampu menghayatinya, kita tidak usah dipaksa untuk hidup suci. Kita tidak perlu diancam untuk hidup tidak bercacat tidak bercela. Kita sudah terpacu untuk hidup suci, tidak bercacat tidak bercela. Tidak perlu diiming-imingkan sesuatu, kita pasti sudah rela mengorbankan apa pun demi pekerjaan Allah. 

Di lain pihak, kita sudah bisa menarik indahnya Kerajaan Surga. Hamparan padang hijau yang tidak bertepi. Pengertian yang murni. Kemudian kita melihat ayat berikutnya. “…supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu.” Ketika Petrus menulis surat ini, tidak jelas dokumen apa yang dimiliki oleh rasul Petrus. Tetapi pasti paling tidak, ada dokumen lisan yang menjadi pengetahuan mereka, yang karenanya Petrus mengatakan, “mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu.” 

Apa yang menjadi dokumen lisan yang dipahami, Petrus ketahui, dan penerima surat ini juga pahami? Ini. “Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya. Kata mereka: ‘Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu?’ sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula pada waktu dunia diciptakan.” Pengejek-pengejek ini bukan mengejek hanya dengan kata-kata, tetapi lebih kuat, yaitu dengan perbuatan. Sikap hidup, perilaku yang merupakan bentuk ejekan sekaligus pemberontakan, yang mengisyaratkan bahwa Tuhan tidak akan datang. Bahwa apa yang dikatakan nabi-nabi dan rasul-rasul yang meneruskan ucapan Tuhan dan Juruselamat kita, Tuhan Yesus, itu omong kosong. 

Kita tahu bahwa kalau dusta yang diucapkan terus-menerus, maka akan dianggap atau diakui sebagai “kebenaran.” Kalau kita di Indonesia masih ada dalam suasana keberagamaan. Agama A, agama B memiliki perbaraan atau api ibadah yang menyala, termasuk kekristenan. Tapi kalau kita menyaksikan asal kekristenan itu di daerah Palestina, lalu daerah asal dari kekristenan di Indonesia yang merupakan hasil sending atau misionaris atau utusan injil dari Eropa, mereka sama sekali tidak memedulikan apakah Tuhan Yesus akan datang atau tidak. Benar-benar mereka tidak memiliki pengertian yang murni, karena sudah tidak ada lagi peringatan-peringatan. 

Banyak Sekolah Tinggi Teologi dan seminari-seminari yang berkualitas akademis yang tinggi, tetapi gereja bangkrut. Berarti tidak ada pengertian yang murni oleh peringatan-peringatan. kalau kita bicara “LB3, LB3, LB3,” itu peringatan. Kalau kita sering mengumandangkan atau mendengar “langit baru bumi baru, langit baru bumi baru,” itu peringatan. Secara tidak langsung itu mengingatkan dunia bukan rumah kita. Semua ini akan berakhir, kita akan menyongsong langit baru bumi baru. Di lain pihak, ada api kekal kalau kita tidak diperkenankan masuk langit baru bumi baru. Setiap kali kita bicara soal kesucian hidup, tidak bercacat, tidak bercela, itu juga peringatan. Kita harus melakukan hal ini, atau kita akan binasa. 

Sejatinya, pemberitaan Firman Tuhan yang benar pasti memuat peringatan-peringatan.