Percaya kepada Allah bukan sesuatu yang mudah. Kalau hanya percaya di dalam pikiran, setiap orang yang lahir dari keluarga beragama otomatis dia percaya bahwa Allah itu ada. Mari kita memiliki percaya yang benar, percaya dalam kenyataan, percaya dalam kenyataan seluruh hidup kita. Percaya yang benar adalah percaya yang pasti memuat pertaruhan. Kalau kita percaya kepada Tuhan itu berarti, yang pertama, sungguh-sungguh menuruti kehendak-Nya; benar-benar kita hidup tidak melanggar firman-Nya, memperhatikan perasaan-Nya sehingga kita tidak sembarangan hidup. Orang yang sungguh-sungguh mengaku percaya kepada Tuhan mestinya hidup benar di hadapan Allah, menjaga perasaan Allah, tidak sembarangan dengan apa yang dilakukannya. Orang yang sungguh-sungguh percaya Tuhan dengan benar pasti hidup suci, pasti hidup saleh. Tidak mungkin tidak hidup suci, tidak mungkin hidup tidak saleh.
Yang kedua, pasti memperhatikan rencana Allah, sehingga ia hidup hanya untuk memenuhi rencana Allah tersebut. Ini hal yang penting sekali. Orang yang hidup hanya untuk kepentingannya sendiri, cita-citanya, keinginannya sendiri, itu orang yang tidak bertuhan, orang yang tidak percaya dengan benar. Kalau orang percaya dengan benar, dia akan mempersoalkan apa maksud Allah menciptakan dirinya. Apa rencana Allah untuk dia penuhi? Apa pekerjaan Allah yang harus dia selesaikan? Itu percaya yang benar. Orang percaya yang benar akan terlibat di dalam pekerjaan Tuhan. Dan dalam keterlibatan dengan pekerjaan Tuhan itu, ia akan dibawa kepada keadaan-keadaan sulit.
Jangan berpikir karena melayani Tuhan maka semua akan dibuat mulus, lancar. Jadi jangan heran kalau kadang-kadang terasa seakan-akan Tuhan tidak memedulikan pekerjaan-Nya. Banyak kebutuhan dalam pelayanan yang kadang-kadang membuat kita bisa merasa bahwa Tuhan tidak peduli dengan pekerjaan-Nya, padahal tidak demikian. Kalau kita dibawa kepada kesulitan-kesulitan dalam pekerjaan-Nya, kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi atau belum terpenuhi, tetap jangan ragukan Tuhan, jangan khawatir, tetap percaya saja, jangan mengandalkan manusia, tetap mengandalkan Tuhan, jangan mengandalkan manusia, tetaplah bergantung kepada Tuhan. Di situ Tuhan mengajar kita untuk memercayai Dia.
Yang ketiga, mempertaruhkan percayaannya itu dengan tidak mengandalkan siapa pun dalam segala hal. Sering kita terlalu mengandalkan kekuatan manusia; misalnya, mengandalkan bantuan orang kaya, mengandalkan dokter dan obat. Bukan kita tidak menghargai dokter dan obat, tetapi jangan hati kita merasa tertuju bahwa hanya dokter dan obat yang bisa menyembuhkan kita. Padahal Allahlah sebagai ‘The Healer,’ Penyembuh yang benar. Kita tidak boleh meragukan kehadiran Tuhan dan kuasa-Nya. Kita harus sungguh-sungguh percaya bahwa Allah adalah Allah yang hidup dan kita mau mengalami Allah yang hidup dalam petualangan, di perjalanan hidup kita yang singkat ini. Melalui berbagai pergumulan dan persoalan yang berat, kita tergantung kepada Dia, kita berharap kepada Dia. Kita mempertaruhkan percaya kita ini.
Untuk itu bagaimana kita bisa membangun percaya yang benar kepada Allah? Tentu kita harus mengalami perjumpaan lewat doa yang dapat membangun percaya kita bahwa Dia Allah yang hidup. Nyanyian, pujian, penyembahan kita, tidak kita tunjukkan kepada objek yang kosong, bukan kita tujukan ke udara kosong melainkan kepada Pribadi yang hidup, Allah Yang Maha Kuasa, yang hadir, Allah Abraham, Ishak dan Yakub, yang menyatakan Diri sebagai Allah Israel yang bernama ‘Yahweh’ Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Ada alamat, ada tujuan yang jelas dalam kita memuji, menyembah Tuhan dan juga dalam berdoa di mana kita membawa berbagai pergumulan, persoalan dan kebutuhan hidup kita.
Perjumpaan dengan Allah dalam doa membangun percaya. Kalau orang tidak pernah berdoa, maka dia pasti tidak akan sanggup memercayai bahwa Allah itu ada, bahwa Allah itu hidup. Selain berdoa, kita juga harus membaca Alkitab. Apa yang ditulis Alkitab bukankah fantasi, dongeng atau cerita yang dikarang manusia melainkan sungguh-sungguh adalah realitas hidup, fakta empiris, kenyataan bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang hidup dan berkuasa. Ayo kita menikmati kehadiran Tuhan. Kita belajar untuk bergantung kepada Tuhan, berurusan, berinteraksi, dengan Allah dan membuktikan bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang nyata, Allah yang hidup.
Semua perjuangan kita untuk mengalami Allah, untuk bisa berhubungan, berinteraksi dengan Allah, pada akhirnya adalah agar kita layak masuk Kerajaan Surga. Hanya itu. Bukan sekadar untuk pemenuhan kebutuhan kita di dalam dunia, melainkan persahabatan, persekutuan yang terbangun sebagai persiapan memasuki langit baru, bumi baru. Ingat, firman Tuhan mengatakan, “Carilah Aku, selama Aku berkenan ditemui!”