Skip to content

Percaya dengan Perilaku

Allah yang tidak kelihatan, yang suara-Nya sering tidak terdengar secara audible atau tidak dapat kita lihat secara visible, Allah yang dapat dibuktikan kehadiran-Nya dan dialami melalui peristiwa-peristiwa kehidupan. Dalam setiap peristiwa kehidupan, Tuhan memperkenalkan dan menyatakan diri-Nya. Jadi, tidak ada satu kejadian pun yang di dalamnya tidak ada berkat rohani, yang juga adalah berkat kekal. Kita menerima, kita percaya bahwa Tuhan memakai peristiwa, memakai kejadian-kejadian dalam hidup kita untuk mendidik kita. Dan salah satunya adalah memperkenalkan diri-Nya bahwa Ia adalah Allah yang hidup, nyata, dan Maha Hadir. Tetapi Allah juga mau menyatakan kehendak-Nya, yaitu bagaimana kita bisa memiliki sifat dan karakter yang benar-benar baik menurut Tuhan, yang Allah ingini atau kehendaki untuk kita miliki. 

Memercayai Allah itu ada, sebenarnya tidak mudah. Di dunia kita yang bersifat fasik; artinya tidak peduli Tuhan, tidak takut hukum-Nya, dan pengaruh suasana nihilisme di mana manusia merasa tidak membutuhkan yang disebut dewa, ilah, atau allah sebab tidak bisa dibuktikan ala sains—dan ternyata ilmu pengetahuan sudah cukup bisa menjawab kebutuhan manusia—Allah dipandang tidak ada atau tidak perlu ada. Bayangkan kalau manusia sudah memandang bahwa Allah itu tidak ada atau tidak perlu ada. Firman Tuhan mengatakan di Mazmur 14:1, “Orang bebal berkata dalam hatinya: tidak ada Allah. Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik. Tuhan memandang ke bawah dari surga,” ayat yang ke-2, “kepada anak-anak manusia untuk melihat, apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah.” 

Ini menjadi persoalan yang harus benar-benar kita selesaikan, tugas yang harus benar-benar kita jawab, yaitu untuk memercayai dan mengalami bahwa Allah itu benar-benar hidup. Tentu orang-orang beragama mudah mengatakan bahwa dia percaya Tuhan. Tetapi, apakah dia memiliki percaya yang benar? Percaya dari pengalaman riil, dari pengalaman nyata, sehingga tidak ada sedikit pun keraguan. Percaya seseorang terhadap keberadaan Allah, tidak bisa dipisahkan dari perilakunya. Tuhan memakai peristiwa atau kejadian untuk memperkenalkan diri-Nya. Dari peristiwa itu, Tuhan mengajar kita untuk memiliki karakter yang baik sesuai standar Tuhan, agar kita memiliki sifat-sifat Tuhan. Sebab hanya dengan cara demikian, kita bisa memenuhi yang dikatakan oleh Tuhan Yesus di Matius 5:48, “Kamu harus sempurna seperti Bapa.” 

Hanya dengan demikian kita bisa memenuhi yang dikatakan dalam Filipi 2:5-7, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Kita bisa bersama-sama hidup dengan seseorang. Tetapi untuk bisa sepikiran, seperasaan dengan orang itu, tidak mudah. Apalagi dengan Tuhan Yesus yang tidak secara fisik berjalan bersama kita. Kita tidak tahu bagaimana pikiran, perasaan Tuhan Yesus. Tetapi, dari kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa hidup yang Allah izinkan terjadi dalam hidup kita, di situ Bapa mengajarkan sifat-sifat-Nya. Roh Kudus pasti akan menolong kita untuk memiliki pikiran, perasaan Kristus. 

Jadi, peristiwa-peristiwa kehidupan menjadi alat Tuhan memperkenalkan diri-Nya bahwa Dia hidup, Dia hadir, Dia ada, tetapi juga sekaligus mendidik bagaimana memiliki sifat Allah, bagaimana sepikiran, seperasaan dengan Tuhan Yesus. Itulah sebabnya kehadiran Tuhan dalam peristiwa-peristiwa hidup bagi orang Kristen baru biasanya berupa berkat, mukjizat, pertolongan Tuhan. Waktu punya masalah, Tuhan tolong; waktu sakit, Tuhan sembuhkan; menghadapi jalan buntu, Tuhan beri pertolongan, sehingga orang kagum. Itu langkah-langkah awal. Allah memperkenalkan Diri melalui pertolongan-pertolongan-Nya; peristiwa-peristiwa hidup di mana Tuhan menunjukkan keperkasaan-Nya. Sama seperti bangsa Israel mengenal Allah yang disembah nenek moyang mereka, Abraham, Ishak, dan Yakub. 

Peristiwa-peristiwa itu membuat kita melihat Allah, menemukan Allah yang hidup. Baru setelah itu, kita dapat menemukan pendidikan, pengajaran Tuhan melalui peristiwa-peristiwa hidup agar kita bisa menyerap sifat-sifat Allah. Karakter kita dibentuk menjadi baik menurut Tuhan, yaitu menjadi sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Yesus. Jadi, pengenalan akan Allah; keyakinan bahwa Allah itu ada dari pengalaman, tidak bisa dipisahkan dari perilaku. Tetapi kita harus jujur melihat diri kita masing-masing, bahwa hal itu memang tidak mudah. 

Kalau seseorang sungguh-sungguh yakin bahwa Allah ada, dia tidak takut atau khawatir menghadapi apa pun, apalagi jika memang itu pekerjaan Tuhan yang lahir dari rencana Allah dan diperintahkan. Tidak takut menghadapi kesulitan apa pun, tetapi takut akan Allah. Takut akan Allah yang membuahkan perilaku dan perbuatan yang selalu mau dicocokkan dengan kehendak Allah, atau selalu mau dicocokkan dengan pikiran, perasaan Allah. Ayo, kita mulai melihat bagaimana Tuhan melatih kita memercayai kehadiran-Nya, bahwa Dia hidup, Dia nyata.

Percaya seseorang terhadap keberadaan Allah, tidak bisa dipisahkan dari perilakunya.