Matius 28:19-20
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
Yesus memerintahkan para murid untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya dan membaptis mereka. Ini baptisan apa? Hal ini menyangkut dua hal: pertama, kesediaan untuk melakukan apa yang Allah kehendaki. Ini komitmen atau tekad atau kesediaan. Jadi kalau orang dibaptis berarti kesediaan mati dari manusia lama, lalu hidup dalam hidup yang baru. Ini pasti ada unsur Roh Kudus. Jadi, orang kalau mau jadi orang Yahudi dari non-Yahudi, harus dibaptis menjadi orang Yahudi; hidup baru sebagai orang Yahudi. Kalau baptisan Yohanes Pembaptis, dari orang beragama yang formalitas legalistik—di mana yang penting tidak melanggar hukum, tidak dinilai melanggar hukum, yang penting performanya baik. Tetapi untuk menjadi orang yang memiliki batiniah yang benar, kesediaan melakukan apa yang Allah kehendaki,ini hidup baru oleh Roh Kudus. Dari hidup sebagai manusia pada umumnya, sekarang hidup sebagai anak-anak Allah. Sama dengan sebelumnya dalam kodrat dosa, sekarang berkodrat ilahi.
Pada zaman itu, ketika kekristenan dalam aniaya, orang berani percaya Yesus, maka bisa disembelih, digorok. Tetapi justru itu yang membuat tekad kesediaan menjadi orang percaya itu bulat, dan karya Roh Kudus bisa dihadirkan, artinya membentuk orang tersebut menjadi manusia baru. Tetapi zaman sekarang, orang dibaptis tidak ada risiko untuk ditangkap, dibunuh, dianiaya. Sehingga kalau mereka dibaptis, maka akan diberi ucapan: “Selamat hidup baru.” Sejatinya, hidup baru apa, yang bagaimana? Lalu orang sibuk berdebat mengenai cara baptisan harus selam, tidak boleh percik. Padahal itu semua adalah tanda. Sebenarnya yang penting adalah penerapan di dalam hidup. Jadi kalau dulu orang bilang, “Saya percaya,” maka di dalamnya termasuk tindakan; di mana percaya itu mempertaruhkan segenap hidup, menyerahkan diri kepada objek yang dipercayai, dalam hal ini Tuhan. Jadi kata “percaya” yang dimaksud Alkitab itu pasti percaya yang benar. Percayanya jemaat pada waktu itu, bukan percayanya orang Kristen hari ini yang belum memiliki kualitas hidup seperti mereka.
Sejatinya, banyak orang Kristen gadungan atau palsu, tapi tidak sadar. Seperti misalnya Alkitab berkata, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus, yang karena rahmat yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus dari antara orang mati kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tak dapat binasa.” Ayat ini khusus untuk jemaat waktu itu yang menantikan kedatangan Tuhan. Hari ini, mana ada orang Kristen menantikan kedatangan Tuhan? Sedikit, dan hampir tidak ada. “Bergembiralah akan hal itu sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan,” pencobaan apa yang kita alami? Waktu itu orang percaya harus mempertaruhkan segenap hidupnya untuk Tuhan. Jadi, kalau Alkitab mengatakan “percaya,” itu sudah termasuk isinya percaya. Masalahnya, kalau sekarang orang berkata “percaya,” mungkin hanya di pikiran atau nalar, tapi tidak termasuk tindakan karena tidak ada tindakannya.
Kalau Yesus berkata, “Baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus,” itu isinya adalah mereka punya kesediaan untuk mengikut Yesus. Rela mati, rela kehilangan apa pun, baru mereka bisa diubah, sehingga Roh Kudus bisa efektif bekerja dalam hidupnya. Kalau hanya main-main dibaptis, maka Roh Kudus tidak bisa membentuk seseorang. Baptisan dalam kekristenan itu lambang kematian. Dan Roh Kudus akan menolong seseorang sampai tingkat kematian dari manusia lama untuk mengenakan kodrat ilahi. Tapi kesediaan ini harus ada dulu. Yohanes Pembaptis mempersiapkan orang untuk memiliki kesediaan melakukan apa pun yang Allah perintahkan. Itu iman Abraham. Mengapa bisa dipahami bahwa orang kalau percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat sebagai iman Abraham? Bukan, itu baru keyakinan pikiran.
Seseorang yang memberi dibaptis, harus meninggalkan cara hidup yang lama, yang sama dengan anak-anak dunia, lalu mengenakan gaya hidup baru; gaya hidup-Nya Tuhan Yesus. Maka, Tuhan Yesus akan membaptis mereka dengan Roh Kudus. Jadi, orang yang memberi diri dibaptis dalam nama Tuhan Yesus harus belajar hidup sama seperti Tuhan Yesus. Ajaran keselamatan yang benar itu begini, bukan hanya dirumuskan di dalam kalimat, lalu didebatkan, tapi tidak ada implikasinya, kaku, dan tidak realistis, tidak bisa dikaitkan dalam dinamika hidup ini secara riil. Kita harus meluruskan, supaya kita mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Dan terus terang, banyak orang yang dibaptis itu hanya main-main saja. Liturgi saja, karena ini perintah Tuhan Yesus. Tapi waktu itu, beda, ada isinya; yaitu kesediaan melakukan apa pun yang Allah perintahkan. Ingat, “persiapkan jalan bagi Tuhan.”