Skip to content

Penjala Jiwa

 

Di Injil Matius 16:26, firman Tuhan mengatakan, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” Maksudnya adalah, apa gunanya orang memiliki kekayaan, kedudukan, kehormatan, atau apa pun dalam jumlah tertinggi atau jumlah paling banyak yang bisa diraih, tetapi terhilang selama-lamanya. Dan ini sangat logis. Walaupun seseorang memiliki semua yang dunia bisa berikan, tetapi kalau hanya 70, 80, atau 100 tahun, tidak ada artinya. Apalagi kalau setelah itu terbuang ke dalam api kekal. Jadi, nyawa yang sama dengan jiwa atau kehidupan, itu lebih dari seluruh kekayaan di bumi ini. 

Ketika firman Tuhan mengatakan, “Kemurahan-Mu lebih dari hidup,” berarti keselamatan yang Tuhan berikan lebih dari kehidupan yang dimiliki manusia di bumi ini. Dalam hal ini, ada satu yang penting yang harus kita hayati bahwa jiwa manusia itu sangat berharga. Itulah sebabnya di Lukas 15 dikatakan, “Kalau ada satu orang bertobat, malaikat di surga pun bersukacita.” Tentu, malaikat-malaikat tidak mungkin bersukacita kalau Allah pemilik surga tidak bersukacita. Ayat itu menunjukkan atau mengindikasikan bahwa apa yang terjadi di bumi ini—terkait dengan keselamatan seseorang—bisa menggerakkan dan memengaruhi perasaan Allah. Karena satu jiwa itu berharga. 

Jadi betapa mulianya pekerjaan Tuhan yang menghasilkan keselamatan jiwa. Tentu keselamatan di sini bukan hanya membuat orang beragama Kristen, melainkan benar-benar menjadi seorang yang diubahkan, dari seorang yang berkodrat manusia menjadi seorang yang berkodrat ilahi. Dari seorang yang tidak bisa dinikmati oleh Allah menjadi seorang yang bisa dinikmati oleh Allah. Dari seorang yang mendukakan hati Allah menjadi seorang yang menyukakan hati Allah. Kalau hanya menjadi anggota gereja dan memenuhi gereja, belumlah membuat malaikat di surga bersorak-sorai. Tapi bertobat di sini, metanoia, artinya mengalami perubahan, layak menjadi anak-anak Allah, berkeadaan sebagai anak-anak Allah, layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga. 

Siapakah orang-orang yang bisa menjadi penjala-penjala jiwa ini? Tentu orang yang sudah memperkarakan keselamatannya sendiri. Dia harus bisa mengerti nilai jiwa. Dia harus sudah sampai pada kegentaran terpisah dari Allah. Dan kegentaran itu harus dimulai sejak di bumi. Ketika hubungan kita dengan Tuhan tidak akrab, tidak intim, tidak mesra, maka sejatinya kita terganggu, susah. Namun, banyak orang tidak memperkarakan itu. Dia tidak sungguh-sungguh membawa persoalan hubungannya dengan Tuhan, apakah sudah proper atau tidak. Atau kita memperkarakannya, namun kita mengukur dengan ukuran yang salah. Kita tidak melihat ukuran Tuhan. Kedalaman dan ketinggiannya harus sesuai dengan yang Allah kehendaki. 

Apakah hubungan kita dengan Tuhan sudah memuaskan hati-Nya? Kita tidak akan bisa menjadi penjala jiwa tanpa memperkarakan hal kualitas hubungan kita dengan Tuhan secara benar. Ketika kita berjumpa dengan Tuhan, terang kesucian Allah itu membuka pikiran kita untuk bisa mengenali keadaan kita yang sebenarnya menurut Tuhan, bukan menurut kita. Saat kita tidak menjaga perasaan Tuhan, di mana hal ini bisa terjadi dalam hidup kita, pasti kita tidak punya kegentaran yang patut, tidak takut akan Allah secara benar. Pikiran kita hanya disibukkan dengan banyak hal. Mestinya kita mempersoalkan ini, “Apa pun yang terjadi, Tuhan, asal hubunganku dengan Engkau baik dan benar. Jika kurang benar, ampunilah aku. Beri tahu di mana salahku, Tuhan. Apa pun bisa terjadi, tapi jangan sampai aku tidak menempatkan diriku secara tepat dan benar di mata-Mu.”

Keterpisahan dengan Allah itu mestinya bisa dirasakan sejak kita sekarang ini. Maka, jangan puas hanya menjadi orang Kristen yang datang ke gereja. Ironis, yang paling rusak kadang-kadang justru aktivis dan pendeta, worship leader, singer, pemain musik, dan yang aktif dalam pelayanan karena mereka merasa sudah ada di dalam gereja, padahal itu tidak menjamin kedekatan dengan Tuhan. Maka kita harus sudah melihat neraka sebelum kita mati, mengerikannya terpisah dari Allah. Tapi juga melihat surga, indahnya kemuliaan bersama Tuhan. Setelah kita mempersoalkan keadaan diri kita supaya kita terus ada di dalam persekutuan dengan Allah, barulah kita mau orang lain juga masuk ke dalam persekutuan ini.