Seorang guru yang berpengalaman, yang hampir setiap hari bertemu dengan murid-muridnya, akan tahu murid mana yang pasti lulus dan yang diragukan kemampuannya untuk bisa lulus atau naik kelas. Tetapi guru ini harus melakukan sesuatu untuk membuktikan bahwa murid ini layak, pantas, sah, legal, lulus atau naik kelas; harus ada ujian, tes, dan tugas-tugas untuk membuktikan kelulusan siswa tersebut. Ternyata, Allah kita juga demikian. Allah tahu siapa yang akan lulus dan siapa yang tidak akan lulus. Tetapi Allah harus mengadakan pembuktian. Ada semacam hukum di dalam alam kehidupan ini—yaitu hukum rohani—bahwa seseorang bisa dinyatakan layak masuk Kerajaan Surga atau tidak, harus ada pembuktian. Allah konsekuen dengan integritas yang sempurna mengadakan ujian.
Di dalam 1 Petrus 1:6 tertulis demikian, “Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu — yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api — sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” Setiap kita akan menghadap takhta pengadilan Allah dan Alkitab mengatakan ada orang-orang yang memperoleh pujian dan kehormatan; artinya akan menjadi orang terhormat.
Allah yang mengangkat orang-orang ini, yaitu mereka yang teruji, mereka yang telah membuktikan kebenarannya, ketaatannya, kesuciannya, kecintaannya kepada Tuhan dan hormatnya kepada Tuhan serta takutnya akan Tuhan. Allah tentu tahu siapa yang akan masuk surga dan yang tidak. Tetapi Tuhan harus mengadakan pengujian dan pembuktian. Baiklah kita mengingat apa yang dikatakan Tuhan Yesus kepada Petrus, “Petrus, Iblis akan menampi kamu. Tapi Aku berdoa supaya kamu tidak jatuh dan kalau kamu sudah kuat, sudah teguh, kuatkan saudara-saudaramu.” Iblis mencobai, menampi Petrus (mengguncang) dan Tuhan tidak menghindarkan Petrus dari keadaan itu, karena harus teruji, apakah Petrus setia atau tidak.
Kalau kita membaca kisah hidup Petrus, ia diperhadapkan kepada satu keadaan di mana dia harus membuktikan kesetiaannya kepada Tuhan atau tidak. Ketika orang berkata, “Bukankah kamu orang yang bersama-sama dengan Yesus?” (saat Yesus sedang diperhadapkan ke pengadilan dan mau dihukum mati), Petrus takut, ia tidak mau mengaku bahwa dirinya sahabat, murid, orang dekat Yesus. Petrus menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Tetapi puji Tuhan, Petrus sadar akan kesalahan itu, Petrus bertobat. Ketika Yesus bertemu dengan Petrus di kemudian hari setelah penyangkalannya, Yesus bertanya, “Petrus, apakah engkau mengasihi Aku?” Tiga kali Petrus ditanya. Dan Petrus menjawab, “Ya Tuhan, Engkau tahu apa yang ada di dalam hatiku. Aku mencintai Engkau.” Lalu Tuhan Yesus berkata, “Petrus, waktu engkau muda, engkau ikat pinggangmu dan engkau pergi ke mana pun yang engkau suka. Tapi suatu hari, kamu akan menyerahkan tanganmu untuk diikat dan kamu dibawa ke tempat yang kamu tidak suka” (Yoh. 21:19).
Dan itu menunjuk akhir hidup Petrus yang mati dipancung, menurut tradisi gereja di kota Roma. Lalu Tuhan Yesus menambahkan dalam pernyataan-Nya bahwa dengan cara demikian Petrus memuliakan Allah. Dengan kesetiaannya, Petrus memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Dia berkata kepada Petrus, “Ikutlah Aku.” Orang yang ikut Yesus harus teruji lewat pencobaan dan pengujian untuk membuktikan kemurnian imannya. Seperti yang dikatakan dalam 1 Petrus 1, “Seperti emas yang teruji dengan api.” Jelas bahwa benda itu emas, tapi tidak cukup untuk diakui sebelum dibakar api. Bersyukur kalau kita menghadapi pengujian, atau kita mendapatkan tantangan-tantangan, perlakuan tidak adil, fitnah, pengkhianatan, berbagai kesulitan karena semua itu merupakan cara Tuhan membuktikan dan melakukan pengujian atas kita. Bersiaplah menghadapi hal ini. Jadi kalau ada kesulitan, pencobaan, keadaan yang tidak menyenangkan, Allah menghendaki demikian untuk menguji kita. Percayalah!