Kita harus terus berjuang untuk menghayati kedahsyatan Allah. Langkah pertama adalah melalui imajinasi. Namun ini tidaklah cukup, karena hanya akan menghasilkan fantasi. Kita perlu duduk diam di kaki Tuhan untuk menemukan suasana hadirat-Nya. Allah itu sungguh dahsyat. Kata “dahsyat” pun belum cukup menggambarkan kemuliaan dan keagungan Yahweh Elohim, Pencipta langit dan bumi, yang kebesaran-Nya tak terhingga.
Saat seseorang menyaksikan kemuliaan Allah, ia akan menyadari bahwa keelokan apa pun di dunia tidak dapat menandingi keindahan-Nya. Demikian pula, kengerian apa pun tak sebanding dengan kedahsyatan-Nya. Sayangnya, banyak orang tidak mau mencari suasana hadirat itu, bahkan tidak sanggup percaya bahwa Allah benar-benar ada.
Penyesatan terbesar dalam kehidupan orang Kristen — baik aktivis, teolog, maupun pendeta — adalah menganggap bahwa mengenal Allah secara intelektual berarti telah mengalami perjumpaan dengan-Nya. Ini adalah penyesatan besar yang telah berlangsung dari abad ke abad. Banyak orang yang memiliki pengetahuan luas tentang Allah, namun tidak memiliki perasaan Allah dan kesucian-Nya, pasti tidak mampu melepaskan diri dari keindahan dunia. Sebab yang mereka miliki hanyalah informasi tentang Allah, bukan pengenalan sejati akan Dia.
Kita akan sangat menyesal bila tidak pernah sungguh-sungguh mencari hadirat Allah dan mengalami kedahsyatan kehadiran-Nya. Jangan sampai tertipu. Kita bisa memahami banyak hal tentang Allah, bahkan kebenaran yang disampaikan para pendeta, lalu mengira bahwa kita telah mengenal-Nya. Padahal, kebenaran sejati hanya dapat dimiliki bila seseorang berjumpa langsung dengan Tuhan.
Kita harus mencari wajah Tuhan dalam doa dan perenungan panjang, melewati malam-malam saat orang lain terlelap, sementara kita terus memandang kepada Allah. Meskipun terkadang terasa seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami, Allah berjanji dan setia pada firman-Nya: “Barangsiapa mencari Aku, ia akan menemukan Aku.”
Mungkin kita merasa telah mencari Tuhan. Namun pertanyaannya: sebesar apa pengorbanan kita? Jika belum seluruh hidup kita dipersembahkan, berarti kita belum sungguh menemukan-Nya. Sebab, pertaruhan untuk mengenal Tuhan adalah seluruh kehidupan. Memang, “seluruh hidup” bisa terasa abstrak karena sangat situasional — kadang terasa total, di lain waktu tidak. Namun, jika kita terus tekun, Tuhan akan membukakan diri-Nya sedikit demi sedikit, hingga kita benar-benar mengenal-Nya. Ingat, bukan berapa banyak yang sudah kamu persembahkan dan kamu pertaruhkan untuk Tuhan, namun apakah masih ada sisa. Tuhan tidak menghendaki ada sisa — semuanya harus diserahkan habis-habisan.
Sangat sedikit orang yang sungguh-sungguh mencari wajah Tuhan. Kebanyakan orang sibuk dengan masalah, dan akan terus disibukkan sampai akhir hidupnya — dari satu persoalan ke persoalan lain, dari satu kebutuhan ke kebutuhan lain. Yang lain, yang tidak memiliki masalah, akan terseret dari satu kesenangan ke kesenangan berikutnya. Ini bahkan lebih membahayakan, karena membuat seseorang makin tenggelam dalam dunia dan menjauhkannya dari hadirat Allah.
Namun, jika sejak di bumi kita telah mengalami hadirat Allah yang dahsyat, maka kita akan memiliki rasa takut yang patut kepada-Nya. Kita akan memiliki sikap santun yang benar, penuh kekaguman, cinta, dan tak mampu hidup dalam dosa maupun terikat pada cinta dunia.