Saudaraku,
Pada suatu ketika, Allah berkata kepada Iblis di Ayub 1:8-12, “Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: “Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu. Maka firman TUHAN kepada Iblis: “Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.” Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.”
Harus ada fakta untuk membuktikan kesetiaan Ayub, maka pagar perlindungan itu harus dicabut. Anaknya mati, hartanya habis, lalu bara meliputi kulitnya. Itu keadilan TUHAN. Demikian juga yang berlaku terhadap Abraham. Harus ada pembuktian atas kesetiaannya, maka Tuhan menyuruh ia mempersembahkan Ishak. Alasan lain mengapa Allah menguji Abraham adalah karena Abraham harus disempurnakan. Abraham harus digarap, kejiwaannya pun digarap.
Hari ini, TUHAN pun tetap menguji kita agar kita mengalami proses faktual untuk kedewasaan. Dan supaya ketika masuk surga nanti kita benar-benar berkeadaan sempurna. Maka, kita tidak boleh berpikir, “Aku percaya Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat. Saya yakin, pasti masuk surga.” Tidak bisa, percaya kita belum merubah perilaku. Padahal, perilaku kita harus betul-betul berubah. Jadi, ketika kita memilih Tuhan: “Aku memilih-Mu, Tuhan,” lalu meninggalkan dosa, kebiasaan-kebiasaan yang Tuhan tidak kehendaki, itu ada perubahan nyata di dalam diri kita. Selain kita membuktikan bahwa kita memilih Dia, ada proses perubahan di dalam diri kita, dan ini adalah pilihan. Maka mestinya kita mulai melepaskan apa pun yang kita harapkan membahagiakan.
Saudaraku,
Jadi kalau hidup kita dibuat sukar, itu karena Tuhan mau menyempurnakan. Sebab kalau hidup kita dibuat mudah, kita jadi sombong. Kita juga dibuat Tuhan tidak mudah supaya kita merasakan belas kasihan orang dan suatu hari kita akan membelas kasihani orang lain. Jangan ada orang atau apa pun yang menjadi tunpuan kebahagiaan kita. Apa pun yang terjadi, hanya Tuhan kebahagiaan kita. Memang kadang tidak bisa kita mengerti mengapa Tuhan izinkan masalah terjadi dalam hidup kita, tetapi di sini kita melihat bahwa kita yang sebenarnya diistimewakan Tuhan. Jadi, kalau bisnis kita gagal, orang yang kita kasihi dipanggil pulang atau meninggal dunia, dan lain sebagainya, Tuhan tidak salah bertindak. Sebab kita dipilih menjadi orang-orang yang khusus bagi Tuhan.
Kalau kita masih melihat ada peluang kebahagiaan dan kita masih mau mencoba mencari-cari, berarti kita dibelenggu kuasa gelap, dan itu sebenarnya seperti di Lukas 4:5-8. Ketika kita mengingini dunia, kita menyembah Iblis. Tuhan mau meremukkan kita, karena kitaharus menjadi teladan, maka kita harus diproses. Harga diri, kesombongan itu dibenci Tuhan, Saudaraku. Tuhan menghendaki sampai kita tidak memiliki diri kita sendiri. Diri kita ini adalah pekerjaan Tuhan, bukan di kegiatan. Diri kita dulu, sampai kita menyenangkan Tuhan, sampai kita hanyut luruh di hadapan Allah. Menyenangkan Tuhan dulu, baru kita mengerjakan kegiatan gereja, pasti presisi.
Jadi, ketika Tuhan membuat kita tidak punya kebahagiaan, semua seperti tertutup dan buntu, jangan pikir kita gagal. Tuhan mau kita jadi kekasih-Nya. Allah itu hidup, Allah itu nyata. Jadi kekasih Tuhan dulu. Tuhan sayang kita lebih dari yang kita duga. Jadi, kebahagiaan kita bukan di mana-mana, Tuhan saja. Apalagi Saudara yang sudah lama ikut Tuhan, Saudara harus sampai ke titik di mana hidup kita adalah pekerjaan-Nya.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Harus ada pembuktian atas kesetiaan kita