Semakin kita mengenal Injil yang murni, maka kita semakin tahu bahwa logika Injil itu bertolak belakang dengan logika dunia; “paradoks” (yang secara umum berarti pernyataan yang seolah-olah bertentangan atau berlawanan dengan pendapat umum atau dengan kebenaran umum, tetapi kenyataannya sebenarnya mengandung kebenaran). Masalahnya, banyak dari apa yang diajarkan dunia telah kita serap. Tubuh kita hari ini adalah ekspresi atau perwujudan dari apa yang kita konsumsi melalui mulut. Adapun kondisi jiwa kita adalah ekspresi dari apa yang kita konsumsi, yaitu apa yang kita lihat dan dengar. Itulah yang diajarkan dunia, yang bertolak belakang dengan logika rohani. Kehidupan Tuhan Yesus sendiri adalah kehidupan yang paradoks dengan kehidupan tokoh-tokoh agama, bertentangan dengan kehidupan manusia pada umumnya.
Kalau kita tidak mengerti hal ini, suatu hari kita pasti menjadi kecewa dan bisa meninggalkan Tuhan. Memang, tidak meninggalkan gereja atau pindah agama, tetapi meninggalkan Tuhan. Memiliki logika yang tidak pernah bisa bertemu dengan logika Tuhan. Sampai pada stadium di mana seseorang tidak bisa mengerti logika Injil, atau logika rohani, atau logika Tuhan. Kalau kita membaca Alkitab, kisah mengenai Yohanes Pembaptis, dikatakan bahwa ia adalah seorang yang tahu siapa Yesus. Sangat besar kemungkinan juga karena Elisabeth, ibunda Yohanes Pembaptis, adalah saudara dari Maria, ibu Yesus. Ketika ia membaptis Yesus, Yohanes Pembaptis mendengar suara dari surga: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.”
Yohanes Pembaptis yang mengatakan bahwa Dialah yang akan membaptis dengan api dan Roh. Dan Yohanes Pembaptis sendiri berkata kepada Yesus, “Tuanlah yang seharusnya membaptis saya, bukan saya yang harus membaptis Tuan.” Yohanes Pembaptis sadar siapa dirinya dan mengatakan, “Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.” Secara terang-terangan di depan publik, Yohanes Pembaptis berkata, “Inilah Anak Domba Allah yang mengangkut dosa dunia.” Namun ketika Yohanes di dalam penjara, ia mendengar tentang pekerjaan Kristus, lalu ia menyuruh murid-murid-Nya untuk bertanya kepada Tuhan Yesus: “Engkaukah yang akan datang itu? Engkaukah Mesias itu, atau haruskah kami menantikan orang lain?” (Mat.11:2-3). Yohanes bisa curiga, meragukan apa yang dia sendiri pernah nyatakan. Sungguh, ini adalah satu hal yang sukar dimengerti.
Diayat selanjutanya, Tuhan Yesus menjawab, “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.” Dan Tuhan Yesus mengakhiri dengan kalimat: “Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.” Kemungkinan Yohanes sudah mulai agak kecewa atau sudah kecewa. Sementara ia dalam penjara, dia tidak melihat sesuatu yang meyakinkan dirinya bahwa Yesus adalah Mesias. Sementara ia dalam penjara, ia hanya mendengar tentang pekerjaan Kristus dan ia tidak mendapat verifikasi bahwa Dialah Mesias. Maka, ia mulai menyuruh orang untuk bertanya: “Engkaukah Mesias itu, atau kami menunggu yang lain?”
Rasanya setiap kita pasti percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat. Namun jika kita tidak tahu logika Injil, logika berpikir Tuhan, logika rohani, cara kerja Tuhan, maka suatu kali kita bisa kecewa. Yohanes Pembaptis memiliki format di dalam pikirannya, bagaimana Mesias itu. Dan rupanya apa yang dikerjakan Tuhan Yesus tidak cocok atau tidak sesuai dengan apa yang dia pikirkan. Ia mengenal Tuhan Yesus sebagai Anak Domba Allah, tetapi tidak mengenal cara bekerja Tuhan Yesus. Murid-murid-Nya pun juga pernah kecewa. Dan ada saat dimana tidak seorang pun dari 12 murid yang bersedia mengiring Tuhan lagi. Mereka semua meninggalkan Tuhan ketika Tuhan Yesus menghadapi sengsara dan kematian-Nya di kayu salib. Padahal Tuhan Yesus sudah berkata, “Aku harus ke Yerusalem, Aku harus mati.” Tapi Tuhan juga berkata, “Aku akan bangkit” (Mat. 16).
Namun itu skenario yang tidak bisa diterima. Itu sebabnya saat mereka menghadapi realitas itu, mereka kecewa dan meninggalkan Tuhan. Pengharapan yang ada pada mereka dijungkirbalikkan oleh kenyataan ketika mereka menyaksikan ternyata orang yang mereka sangat harapkan menjadi pendekar, menjadi pahlawan (versi mereka), ternyata telah bertekuk lutut di pengadilan kafir dan mati dengan cara yang sangat rendah. Kenapa tidak berdaya? Sejatinya, Tuhan Yesus tidak bertekuk lutut. Tapi di mata mereka, Tuhan Yesus kalah, dan mereka tidak bisa menerima kekalahan itu. Sebagai reaksi terhadap ketidaksiapan menerima realitas tersebut, mereka meninggalkan Tuhan. Padahal baru beberapa jam sebelumnya, Petrus berkata, “Tuhan, jangankan penjara, mati pun aku rela.”
Logika rohani bertentangan dengan logika duniawi. Di Injil Yohanes 6, Tuhan Yesus berkata, “Tubuh-Ku benar-benar makanan dan darah-Ku benar-benar minuman.” Dan itu tidak bisa diterima, tidak bisa dimengerti. Sehingga mereka, orang-orang yang mendengarkan berkata atau merespons dengan pernyataan: “Perkataan ini keras, maka murid-murid mulai meninggalkan Dia” (Yoh. 6:66) Mereka mau pakai tubuh Tuhan, kekuatan Tuhan di dalam darah-Nya untuk kepentingan mereka. Mereka mau Tuhan Yesus jadi pendekar, jadi pahlawan versi mereka. Kalau memanfaatkan kekuatan Tuhan, itu gampang dan menguntungkan. Tapi kalau mengenakan hidup-Nya, itu yang berat.